Jika hasrat adalah sebuah keinginan Ren bahkan sudah rela memberikan tubuhnya. Namun, permintaan dari Arisa justru membuat Ren semakin tercengang.
Ren terdiam atas permintaan keji Arisa. Ia hanya tersenyum ketir dan tak berani menolak permintaan tersebut. Namun, sebelum Ren menyetujui dengan pasti permintaan Arisa. Ponsel Arisa kembali berdering.
"Ah... apa sih. Ganggu banget!!" keluhan keluar dari bibir Arisa.
Arisa mengumpat beberapa kali saat melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, namun pada akhirnya Arisa tetap mengangkat panggilan telepon tersebut.
Samar, Ren mampu mendengar suara Jimmy lagi. Ren semakin tidak enak hati akan keterlibatan Jimmy. Ia semakin was-was bila Arisa Jimmy ternyata terlibat dalam hal yang jauh lebih berbahaya dari apa yang ia pikirkan.
Saat ini saja Ren sudah terlibat dalam hal yang sulit untuk diterima akal sehat. Belum lagi permintaan baru Arisa membuat Ren benar-benar terpojok. Meski begitu, tak ada jalan mundur bagi Ren lagi.
"Aku hanya berharap jika Jimmy tidak terlibat dengan hal buruk!"
"Semoga Jimmy juga tidak di jadikan sebagai umpan dari Arisa."
Doa itu tulus Ren panjatkan sambil mencuri dengar panggilan telepon Arisa itu. Untungnya Arisa tampak jauh lebih percaya pada Ren. Ia tak lagi mengangkat telepon berjauhan. Arisa langsung berbicara masih di dalam pelukan Ren. Sehingga Ren bisa mendengar lebih jelas apa yang mereka bicarakan.
Ren tentu tidak bisa terlalu fokus pada pembicaraan mereka. Arisa pasti akan curiga dengan hal itu. Lantar, Ren hanya bisa terus menjilati leher Arisa. Membuatnya seolah lalai dengan tubuh molek Arisa dan bertingkah seolah tak mendengar apapun, tak peduli dengan apapun dan hanya fokus pada tubuh Arisa saja.
"Aku tidak bisa lagi menangani ini Arisa. Kamu harus datang dan lihat sendiri."
"Aku kewalahan.."
Terdengar suara Jimmy memohon pada Arisa di balik telepon. Bahkan Ren yang mendengar suara kalut dari Jimmy saja menjadi sangat khawatir. Karena nada suara Jimmy yang benar-benar terdengar panik.
Sementara Arisa masih mengomel tentang pekerjaan yang tidak becus. Ia marah dan tidak terima bila Jimmy tak bisa menangangi hal tersebut.
"Aduh.. kamu gitu aja tidak bisa!"
"Sumpah, kamu itu nyebelin banget sih!"
"Aku juga lagi sibuk. Apa tidak bisa kamu kerjakan sendirian?"
Arisa masih bersikeras jika ia sangat sibuk dan tak punya waktu untuk mengurusi Jimmy. Di balik telepon tempaknya Jimmy juga tidak mau kalah. Ia mendesak Arisa sehingga Arisa tak punya pilihan llain selain menuruti apa yang Jimmy inginkan.
"Aaaarghht.. ya sudah kalau begitu. Dasar!"
Walau Arisa setuju pada permintaan Jimmy tapi ia terus mengumpat untuk Jimmy.
Di dalam hati, Ren sungguh senang akan hal tersebut. Justru ini akan menjadi kesempatannya untuk bisa bertemu dengan Jimmy.
"Bagus Jimmy, kamu mendesaknya untuk menemuimu dan dengan begitu aku bisa menemukan kamu," benak Ren yang mengetahui jika Jimmy terlihat harus bertemu Arisa secepat mungkin.
Ren merasa puas dengan apa yang Jimmy lakukan dan benar saja. Arisa dengan emosi meninggalkan tempat tersebut untuk menemui Jimmy.
"Renn, sayang.. maafkan aku. Aku ada urusan mendadak. Nanti kita bicarakan lagi ya!" kata Arisa sembari berpamitan.
Ren pun hanya tersenyum ketir sambil menunjukkan rasa sedihnya. Seolah ia tidak siap untuk berpisah dengan Arisa.
"Jangan sedih begitu dong. Aku jadi semakin enggan untuk pergi kalau begini!" tutur Arisa lagi.
"Tapi, kamu meninggaalkan aku di saat dia sedang tegangan tinggi."
Ren pun sengaja menundukkan kepalanya. Membuat fokus padangan Arisa mengarah satu tujuan. Pada sesuatu yang sudah tegang di sana.
Seketika Arisa menunjukkan wajah emosianya. Ia terlihat begitu berat hati untuk meninggalkan Ren sendirian. Kesedihan dan putus asa terlihat di wajahnya. Tapi, ia tidak bisa mengelak dan harus pergi saat itu juga.
"Sial!"umpat Arisa untuk yang ke sekian kalinya.
"Sayang, sungguh maafkan aku."
Ren mendapati kegelisahan yang Arisa rasakan sesuai dengan apa yang menjadi targetnya dan Ren pun segera melancarkan jurus terakhirnya.
"Tapi, setelah itu berjanjilah akan menemui aku. Aku akan menunggu kamu di apartemenku!" pinta Ren sembari menunjukkan wajah sedihnya.
Arisa tersenyum lebar, ia tampak senang dengan apa yang Ren katakan dan akhirnya benar-benar pergi setelah melempar ciuman mesranya pada Ren.
"Tunggu aku!" bisiknya tepat sebelum kepergiannya.
Ren melambaikan tangannya pada Arisa, memperlihatkan wajah sedihnya yang berharap Arisa cepat kembali. Meski faktanya ia cukup lega dengan kepergian Arisa.
Tidak lupa dengan misinya. Ren pun mulai mengikuti mobil Arisa diam-diam. Mobil Arisa melaju kencang dan Ren menyeimbangkan laju mobilnya dari belakang.
"Kemana dia pergi? Apa dia benar-benar akan bertemu dengan Jimmy?"
Ren sudah bertanya-tanya di dalam hatinya dengan resah, kemana arah dari laju mobil Arisa. Ren semakin cemas saat mobil Arisa melaju ke sebuah gang kecil yang gelap dan minim lampu jalan.
"Aduh, tempat ini terlalu sepi. Bisa ketahuan jika aku mengikutinya."
Ren semakin resah dengan sepinya jalanan tersebut. Semakin sepi jalanan maka akan semakin mudah bagi Arisa menyadari jika ia di ikuti oleh mobil Ren.
Jantung Ren berdegup kencang, ia memutuskan untuk menjaga jarak yang lebih jauh dari Arisa agar tidak ketahuan. Ia hanya bisa berharap jika jalan sepi ini tetap bisa membawanya mengikuti mobil Arisa.
Lalu, sebuah cahaya terlihat dari kejauhan dan memperlihatkan jalanan yang lebih ramai. Saat itu Ren langsung merasa lega.
"Ah, dia mencari jalan pintas," benak Ren lagi.
Begitu Ren menyadari jika jalan itu ia kenali. Ren semakin terkejut lagi.
"Ini kan jalan ke rumah Arisa!"
Ren sangat yakin dengan jalan ini, sebab ia memang telah berapa kali mengantar Arisa dan lebih dari itu, Ren pun telah berapa kali memantau rumah Arisa secara diam-diam. Sehingga begitu menyadari lokasi dari tujuan Arisa. Ren pun tidak ragu untuk melajukan mobilnya lebih cepat. Ia ingin sampai terlebih dahulu untuk memantau apa yang terjadi.
Akan tetapi, begitu tiba di dekat rumah Arisa. Ren melihat sosok Jimmy yang resah menunggu Arisa di depan gerbang. Ia mondar mandir dan terus menatap ponselnya.
"Jimmy!"
Ren hanya bisa menggumam dari kejauhan. Ia ingin menghampiri Jimmy tapi Ren yakin jika sekarang ia menghampiri Jimmy, ia tidak akan tahu apa yang membuat Jimmy berubah seperti ini. Ren memutuskan untuk memantau saja terlebih dahulu sampai ia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Meski keresahan terus menjalar di dalam hati Ren, ia menegarkan hatinya. Hingga Arisa pun tiba dengan mobilnya yang langsung ia parkir sembarangan dan berlari mendekati Jimmy.
Dari kejauhan Ren melihat Jimmy dan Arisa berdebat. Hingga akhirnya Arisa dengan kedua tangannya sendiri memeluk Jimmy dengan erat.
"A-apa yang mereka lakukan?"
"Kenapa kamu malah memeluk Jimmy?"
"Apa sangat mudah bagimu untuk menyentuh seorang pria?"
"Aaarh... Aku priamu yang ke berapa Arisa?"
Entah kenapa Ren malah kesal dengan alasan yang tidak ia pahami. Kenapa ia bukannya mencemaskan Jimmy dan malah kesal dengan tingkah Arisa.
Sehingga Ren hanya bisa menghela napasnya dan menggaruk kepalanya yang sejatinya tidak gatal.
"Arisa, kamu benar-benar keji!"