12. Ren kamu serius denganku?

1743 Kata
Bibir lembab melekat erat, saling melumat tak ada yang mau mengalah. Desah napas berat saling bersahutan, tatapan mata yang sendu, gerak tubuh yang lincah dan suara Arisa yang memenuhi gendang telinga keduanya. Ren dan Arisa tenggelam dalam sebuah lautan dalam beratas namakan cinta. Saling merangkul dan menyentuh dengan liar. "Arisa, aku juga ingin melahapmu!" kata Ren seraya melepas seluruh pakaian yang Arisa kenakan. Sosok Arisa terlihat begitu indah dengan cahaya lampu yang menyinari tubuhnya. Matanya bening bersinar dengan bibirnya yang merah dan terlihat segar. Menggoda Ren yang melihat tubuh molek tersebut. Ren yakin jika dirinya tidak mencintai Arisa, Ren bahkan tidak yakin jika ia melihat Arisa sebagai sosok seorang wanita. Selama ini di dalam pikiran Ren hanya terlintas tentang cara agar Ren bisa mempertahankan hubungannya dengan Arisa, cara supaya Ren bisa terus menjerat Arisa, agar ia terus berada di sisi Arisa dan mendapatkan kepercayaannya. Akan tetapi, semua itu goyah begitu saja, jantungnya berdegup dengan kencang dan napas Ren terus terasa berat. Benar, jika Ren sangat ingin melahap sosok Arisa. Ia tidak bisa mengontrol dirinya lagi. "Aku tidak punya perasaan apapun padanya, tapi kenapa ... ...." Ren bertanya-tanya di dalam dirinya. Ia tak pernah tergoda oleh sosok wanita. Ren bahkan tak bergeming di kala para wanita yang menjadi korban buruan Arisa menari tanpa busana di atas tubuhnya. Ren sungguh tidak tergoda pada mereka. Anehnya, kali ini Ren malah tidak bisa menahan diri saat melihat sosok Arisa. "Yah, mungkin seharusnya ini reaksi yang wajar di saat ada wanita cantik yang terus menerus hadir dan menebar segala pesona misteriusnya." "Itu semua adalah hal yang normal, kan?" Di dalam benak dan pikiran Ren, penuh akan sosok Arisa. Ia tidakmemungkiri jika sosok vampir memiliki pesona tersendiri. Ren terus menyangkal akan arti debaran yang ia rasakan. Hanya saja, Ren juga tidak mau mengalah begitu saja. Segala hal yang Ren anggap wajar itu harus ia lakukan. Semua demi bisa terus masuk ke dalam hati Arisa jauh lebih dalam lagi. "Arisa, boleh kan?" tanya Ren yang berharap Arisa langsung mengerti apa yang Ren inginkan. "Aku tidak ingin memaksa kamu. Walau rasanya aku sudah nyaris gila sedari tadi menahan gejolak di dalam diriku." Jujur, Ren memang ingin langsung melahap Arsia. Tapi, Ren ingin jauh lebih berhati-hati lagi. Apa lagi saat ini Ren sudah sangat faham seperti apa selera laki-laki yang Arisa suka. Arisa sungguh menyukai hal itu, saat Ren menghargai segala kehendaknya. Di saat Ren yang tidak menganggap rendah dirinya, atau segala sikap sopan Ren yang mementingkan perasaan Arisa melebihi dirinya. Ren sangat mengetahui hal itu dan kali ini pun, ia mendapatkan kembali satu kesempatan emasnya untuk bisa menarik hati Arisa. "Iya, lakukan saja apa yang kamu mau!" Persetujuan telah Arisa layangkan dan Ren pun mulai bertindak jauh lebih liar dari sebelumnya. Arisa kewalahan, namun di saat terpenting dan Ren hampir saja meraih tujuannya. Tiba-tiba saja suara ponsel Arisa berdering. Dering yang berbeda dari bunyi panggilan di ponsel Arisa yang biasanya. Seketika, Arisa mendorong tubuh Ren dari atas tubuhnya dan meraih ponsel tersebut. Ia mengangkat panggilan tersebut, lalu meninggalkan Ren di atas kasur begitu saja. Ren hanya bisa terdiam dan hanya bisa berbaring menatap langit-langit kamarnya. Ia di dorong dan di tolak saat hampir memasukkan harta berharganya. Tapi, Ren tidak terlalu terbakar amarah. Ren malah merasa bersyukur karena hal itu. "Haaah... apa yang nyaris aku lakukan?" "Aku tidak boleh seperti ini?" Ren memperetanyakan apa yang ia lakukan itu. Ia sungguh sudah buta hanya karena terbawa suasana sesaat. Ren kembali berusaha menyadarkan dirinya. Ia seharusnya melakukan hal itu hanya dengan wanita yang ia cintai kelak. Bukan dengan Arisa yang bahkan sangat Ren ragukan perasaan yang ia miliki untuk Arisa. "Aku harus melakukannya hanya dengan wanita yang aku cintai. Aku harus sadar dan kembali pada tujuan awalku." Tak ingin lagi bersikap bodoh, Ren pun bertekad pada tujuannya. Sudah cukup lama dari saat Jimmy menghilang dan tak ada kabar. Ren juga tidak berani membahas tentang Jimmy. Ia berpura-pura tak ada hal buruk yang terjadi. Tinggal di apartemen yang ia beli menjadi alasan Ren yang tak lagi menumpang pada Jimmy. Apa lagi beberapa waktu lalu, sebuah surat juga sampai pada Ren. Surat yang dikirim dari luar negeri oleh Jimmy yang mengatakan jika ia betah berada di luar negeri dan blm ingin pulang. Membuat seolah kepergian Jimmy bukan hal yang mencurigakan. Ren yakin alasan dari munculnya surat itu berasal dari Arisa yang mungkin saja menceritakan hubungannya dengan Ren. Bisa saja Arisa meminta hal itu agar Ren tidak terlalu khawatir pada Jimmy. Namun, selebihnya Ren tidak mengetahui kabar apapun tentang Jimmy. Padahal Ren sangat tahu jika Jimmy tak mungkin meninggalkan dirinya begitu saja. "Pasti ada sesuatu dan aku harus memastikan hal tersebut secepat mungkin." Sudah cukup banyak waktu terbuang untuk mendekati Arisa saja, Ren sudah seharusnya bisa menggali lebih banyak hal lagi. Apa lagi tampaknya Arisa mulai bisa membuka hatinya. Sehingga Ren mungkin sudah mendapat kepercayaan dari Arisa. Berinisiatif Ren pun mendekati Arisa yang tengah menelepon. Ren tersenyum dengan lebar dan senyumannya langsung di balas oleh Arisa. Menandakan jika Arisa tak keberatan jika Ren berada di sana. "Ah, tampaknya Arisa tidak masalah aku mendengar pembicaraannya?" benak Ren yang tentu saja sengaja melakukan hal itu. Ia ingin tahu sebanyak mungkin tentang Arisa termasuk segala urusan yang selama ini mungkin Arisa sembunyikan. Seolah mendapatkan lampu hijau. Ren pun langsung memeluk pinggul Arisa. Membiarkan Arisa yang sibuk dengan panggilan teleponnya itu dan tak berkata apa-apa. Hanya memeluknya sambil sesekali mencium bahu Arisa. "Hmmm.. bukankah itu suara Jimmy?" Samar Ren mendengar suara dari Jimmy. Meski begitu Ren juga tidak paham dengan apa yang tengah mereka bicarakan. Ren sengaja bertindak seolah tidak peduli. Ia hanya sibuk pada tubuh Arisa yang menganggur begitu saja. Seakan mengambil kesempatan emas yang tercipta di hadapannya, Ren mengerayangi tubuh Arisa dengan bibirnya. "Aaarh... sial.." umpat Arisa tiba-tiba yang tentu saja ikut membuat Ren terkejut. "Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!" sambung Arisa lagi. "Sudah dulu teleponnya, nanti aku akan menghubungi kamu lagi." Arisa pun mematikan ponselnya seketika dengan nada suara tingginya. Sementara itu, Ren masih terdiam di posisinya. Ia masih terkejut dengan Arisa yang tampak emosi. Begitu Arisa mendekati dirinya. Ren langsung mengucapkan kata maaf. "Maaf sayang..." Kata itu keluar begitu saja dari Ren membuat jantung Arisa berdebar kencang. Ini kali pertama Ren memanggil dirinya sayang dan tentu saja berkat hal itu lagi-lagi Arisa menenggelamkan dirinya pada dekapan Ren. "Tidak, kamu tidak salah. Aku lah yang salah. Aku lagi-lagi mengabaikan kamu. Kamu pasti sedih aku tinggal seperti tadi." Ren pun mengangguk pelan dan Arisa langsung menyambut Ren dengan senyuman terbaiknya seraya berbisik. "Mulai sekarang aku tidak akan meninggalkan kamu lagi." Lantas setelah mendengar hal tersebut, Ren tentu saja berpikir jika bisa saja ia akan melakukan hubungan layaknya suami istri dengan Arisa. Jantung Ren berdebar cukup kencang, ia cemas bukan main dengan arti dari ucapan Arisa tadi. Baru saja Ren bertekad untuk tidak melakukan hal itu selain dengan wanita yang ia cintai. Namun, kini ia berahdapan langsung dengan hal tersebut. Belum lagi Ren yang tak akan bisa menolak Arisa menjadikan Ren semakin kesulitan. "Ren kamu serius denganku?" tanya Arisa kemudian. Sudah bisa di pastikan, Ren tak mungkin bisa lari lagi. Ia pun sudah lelah untuk berpikir tentang cara melarikan diri dari situasi ini. Tetapi Ren sama sekali tidak bisa menemukan cara apapun. "Ah.. sudah lah.. jika memang takdirnya seperti ini. Lagian, aku juga sadar diri. Belum tentu ada wanita yang akan tulus mencintai aku," benak Ren yang mungkin saja tak punya pilihan lain selain menyerahkan tubuhnya pada Arisa kelak. "Iya, aku serius. Aku sangat serius denganmu!" Meski di dalam hati arti kata serius itu bukan berarti cinta. Tapi, Ren tidak berbohong saat mengatakan hal tersebut. Ia serius mendekati Arisa demi bisa menggali informasi tentang Jimmy. Ren harus memastikan jika Jimmy tidak terlibat dengan hal yang berbahaya. Mungkin orang akan berpikir untuk apa Ren melakukan ini semua hanya karena seorang teman saja, yang artinya bisa saja itu semua bukan sepenuhnya urusan Ren. Bisa saja Jimmy memang benar-benar pergi atas urusannya sendiri yang tak ada kaitannya dengan Ren maupun hal berbahaya lainnya. Malah mungkin bisa saja Ren dianggap terlalu ikut campur dalam urusan orang lain. Akan tetapi, semua tidak sesederhana itu bagi Ren. Jimmy adalah satu-satunya orang terdekat Ren, sosok yang bisa Ren andalkan dalam setiap situasi. Teman yang lebih dekat dari sosok keluarga. Seseorang yang akan mengulurkan tangannya dengan tulus. "Dibandingkan saudara dan kerabat yang lain, Jimmy jauh lebih memperlakukan aku dengan baik," Ren menelan silvanya dan menatap sendu pada Arisa. Ia sudah pada batasnya untuk bisa melakukan segalanya demi Jimmy. Karena faktanya darah tak menentukan dekatnya sebuah hubungan. Waktu dan juga ketulusan adalah segalanya bahkan jika dipikirkan dengan baik. Suami istri sama sekali tidak memiliki hubungan darah dan tentu saja banyak dari mereka yang hidup rukun hingga akhir hayat mereka. Lebih jujurnya lagi, bila hal buruk tiba-tiba menimpa dan tak ada yang bisa diandalkan atau peduli dengan apa yang terjadi. Itu akan menjadi hal yang sangat menyedihakan dan Ren yakin bila hal buruk itu terjadi ia harap ada seorang saja yang mencari dirinya. Itulah yang saat ini Ren lakukan, ia peduli pada Jimmy. Persahabatan yang saling bergantung dan tak semudah itu bisa renggang. Bahkan jika benar Jimmy tak ingin di ganggu dan sibuk dengan urusannya sendiri. Ren ingin memastikan jika Jimmy benar baik-baik saja. "Benar, demi Jimmy. Aku akan lakukan segala yang aku bisa!" Tekad itu semakin bulat dengan menyadari jika Arisa sendiri bukan orang biasa. Arisa adalah seorang vampir yang cukup berbahaya dan Ren semakin cemas akan keterlibatan Jimmy saat ini. Terlebih lagi, di saat Ren menyadari jika daftar orang hilang terus bertambah dengan Arisa yang kerap tampak sibuk dengan ponselnya untuk beberapa saat seperti tadi. Lantas di saat ia berhadapan dengan nuraninya, Ren menyerah dan hanya bisa tersenyum selembut mungkin untuk menyambut Arisa. "Arisa..." Ren pun memanggil nama itu dengan begitu lembut dan akhirnya Arisa menyambut senyuman tersebut. Bisikan pun Arisa ucapkan di telinga Ren. "Jika kamu memang serius denganku. Aku punya sebuah misi untukmu." Bingung dengan apa yang Arisa katakan, Ren hanya menatap Arisa dengan seirus. Ia sudah berpikir ke arah yang lain, mengingat saat ini posisi mereka saling tak berbusana dan tentu saja Ren tak membayangkan hal lain yang akan menjadi penawaran dari Arisa. Namun jika Arisa menawarkan sebuah misi membuat Ren tidak bisa membayangkan apa yang akan Arisa inginkan dari dirinya. Sekilas, Ren berharap jika itu adalah sebuah tanda jika Arisa sudah bisa mempercayai Ren sepenuh hatinya. Namun, semua itu salah. Permintaan Arisa semakin tidak masuk akal. "Ren, bukankah kamu masih bekerja mengantar paket?" "Aku tahu cara berburu tanpa kamu harus menyentuh wanita lain."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN