3 Mengakhiri Hubungan

1135 Kata
Fabian merasakan pukulan demi pukulan terus mendarat di tubuhnya. Ia tidak menolak ataupun menghalangi Veli. Karena dirinya pantas mendapatkan ini. Sampai seluruh tubuhnya memerah, dan rasa sakit perlahan timbul, barulah ia bereaksi. "Veli!" Veli menjerit, "Aaaaaa, kau keterlaluan Fabian! Huuaaaaa .... " Veli menangis. Ia sudah lelah terus memukul, hingga kini ia ambruk di lantai sambil terus menangis dan berteriak. Fabian merasa seluruh tubuhnya sakit karena pukulan darinya. Apalagi pukulannya bukan dengan tangan kosong, dia menggunakan tas sebagai senjata untuk memukulinya. Badannya kini ada garis-garis merah karena benda tajam yang terdapat pada tas. Fabian menahan rasa sakit, ia membungkuk menarik Veli untuk bangun. "Veli, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi! Maagkan aku!" Fabian masih berusaha meminta maaf. Ia menarik Veli, sampai dia bangun dan bisa ia peluk. "Huuaaa ... huaaaa ... huaaa." Veli menangis dalam pelukannya. Melihatnya terus menangis, Fabian semakin tidak berdaya. Ia semakin merasa bersalah kepada Veli, Wanita yang selama ini mengisi hari-harinya, kini menangis dengan sedih di dalam pelukannya. Fabian bertanya, "Apa kau mau memaafkanku?" Ia berharap Veli mau memaafkannya. Fabian masih memeluknya dengan erat, ia mencium rambutnya dengan nafas yang panjang. Saat ini, barulah ia menyesali apa yang telah ia lakukan. Hanya demi rasa penasarannya, ia bahkan mempertaruhkan hubungannya dengan Veli yang sudah terjalin selama 5 tahun. "Veli, aku mencintaimu. Kau jangan marah kepadaku, oke?" Fabian terus membujuk. Fabian merasakan Veli sedikit mendorongnya agar menjauh. Fabian merasakan tatapan penuh kebencian darinya. "Veli!" Fabian dengan pelan memanggil namanya. "Jangan marah lagi, aku tidak ingin kau marah!" Fabian mencoba meraih tangannya. Veli segera menepis tangan Fabian, dengan tegas berkata, "Baik, aku tidak akan marah lagi!" Fabian senang mendengarnya. Tapi ... kesenanganya tidak bertahan lama. Ia mendengar ucapan Veli selanjutnya yang membuat ia merasa bak disambar petir. "Karena, kita akan mengakhiri hubungan ini ... sekarang!" "Apa? Tidak! Aku tidak mau!" Fabian menolak. Dirinya jelas tidak ingin putus degannya. Ini kesalahannya yang masih bisa diperbaiki. Tidak perlu sampai harus mengakhiri hubungan ini. Veli tidak merespon penolakan dari Fabian. Setelah mengatakannya, ia segera berbalik badan dan pergi. Melihat Veli terus berjalan menjauh, Fabian berteriak, "Veli ... tidak! Veliciaaaaaaaa! Jangan lakukan ini kepadaku! Kembalilah, Veli!" Fabian merasakan tubuhnya lemas hingga tidak sanggup untuk berdiri tegak. Ia bahkan tidak mampu untuk mengejar Veli. "Veliciaaaaaaaaaaaaa!" Fabain hanya bisa berteriak. Ia merasa hatinya begitu sakit menatap kepergian Veli. Ia masih menatap punggung yang kini hampir menghilang di balik pintu. Veli sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Dia terus berjalan pergi meninggalkan kamar hotel tanpa menoleh lagi ke belakang. "Veliciaaaaaaaaa .... " ia masih berusaha memanggil, berharap dia mengurungkan niatnya. Menyadari kepergian Veli, akhirnya Fabian terdiam. Ia terdiam cukup lama, hingga terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Fabian menatap kemunculan Naila dari balik pintu. Perlahan ia menyadari sesuatu. Ada keanehan dari gerak geriknya malam ini. Bagaimana bisa seseorang masuk ke dalam kamar ini jika pintu kamar tidak ada yang sengaja membukanya? 'Apa dia yang melakukannya?' Menyadari kemungkinan itu, Fabian segera berjalan menghampiri Naila. Dengan tegas ia bertanya, "Apa kau sengaja melakukan ini? Membiarkan Veli masuk dan melihat apa yang kita lakukan?" Naila sedikit takut melihat tatapan Fabian kepadanya, dan mendengar pertanyaan darinya. Dengan gugup ia menjawab, "Ti-tidak! Bu-bukan aku!" "Hah, bukan? Jika bukan, mengapa dia bisa masuk?" Fabian berkata dengan suara keras. "Atau, kamu yang menghubungi Veli dan memberitahu dia, bahwa kita berada di sini?" Naila terdiam, ia tidak berani untuk menjawab. Melihat diamnya Naila, Fabian semakin mengerti Ia segera berjalan untuk mengambil ponsel Naila yang berada di atas nakas. Melihat tindakan Fabian, Naila sangat panik, ia takut Fabian benar-benar akan membuka ponselnya dan melihat. Ia segera mengejar Fabian untuk menghentikannya. Tapi Naila kalah cepat, hingga ia melihat ponselnya sudah berada digenggaman tangan Fabian. "Tidak, Fabian kembalikan ponselku! Kau tidak berhak membuka ponsel orang sembarangan, itu tidak sopan!" Naila takut Fabian akan melihat pesan yang ia kirim. Fabian tidak mendengar. Ia membuka ponsel Naila dan melihat isi di dalamnya. Ternyata ada satu panggilan tak terjawab di sana. Fabian melihat nomer itu, nomer yang tidak asing di matanya. 'Bukankah ini nomer Veli?' Di sana hanya terdapat nomer tanpa ada nama, Naila tidak memberi nama pada nomer itu. 'Berarti tadi sebelum datang, Veli menghubungi Naila!' Fabian segera membuka aplikasi Wa yang ada di ponsel Naila, ia melihat sebuah pesan dari nomer tanpa nama. Pesan itu bertuliskan, ["Kau jangan membohongiku! Fabian tidak mungkin berada di kamar hotel. Dia bukan pria seperti itu."] Tiba-tiba Fabian menjatuhkan ponsel Naila tanpa sengaja, kedua tangannya terasa lemas, ia tidak bisa memegangnya dengan benar. 'Ternyata benar, Naila yang memberitahu Veli!' Fabian sungguh sangat kecewa kepada Naila. Dirinya sudah berulang kali mengingatkan Naila, jangan sampai Veli mengetahuinya. Sekarang, dia malah dengan sengaja memberitahu Veli. Melihat perubahan dari raut wajah Fabian, dengan takut Naila berkata, "Dari kemarin, dia sudah mengetahui hubungan kita. Bukan ak___” "Diam kau!" Tidak membiarkan Naila melanjutkan kata-katanya, Fabian dengan tegas mengusirnya, "Pergi kau dari sini!" Naila bertanya dengan pelan, "Fabian, kau mengusirku?" Fabian tidak menjawab. Ia segera berjalan dan masuk ke kamar mandi. Naila menatap tak percaya pada Fabian yang kini pergi meninggalkannya. Terdengar suara pintu kamar mandi yang tertutup dengan keras. Brak .... Naila terkejut. Ia tidak menyangka rencanannya akan gagal. Ia berpikir, mungkin jika Veli dan Fabian putus, Fabian akan menjadi miliknya. Tapi, ternyata tidak! "Aishhh ... sial!" Padahal Naila sudah memikirkan hal ini matang-matang. Ia memberi tahu Veli dan sengaja membuka pintu agar Veli bisa masuk ke dalam kamar dan melihat. Ternyata, semuanya tidak berjalan dengan baik. Naila segera berpakaian dan pergi meninggalkan kamar hotel. * Hari-hari Fabian dilewati dengan perasaan yang rumit. Sudah dua hari dirinya tidak bisa menghubungi Veli. Bahkan dia tidak ada di rumah ketika Fabian mencarinya. Hingga hari ke tiga, Fabian mendapat berita yang mengejutkan dari sang ayah. Di ruang kerjanya, Ferdian duduk bersama dengan Fabian di sofa Ferdian berkata, "3 hari lagi Ayah akan menikah. Kami hanya akan datang ke biro catatan sipil untuk mendapatkan akta pernikahan. Tidak akan ada perayaan dan pesta. Kami hanya akan menikah secara resmi. Tidak perlu semua orang tahu. Hanya ketiga sahabat Ayah saja yang Ayah beritahu." Mendengar hal itu, Fabian tidak merespon. Ia tidak perduli, ayahnya akan menikah lagi ataupun tidak. Itu bukan urusannya. Melihat Fabian tidak memberi tanggapan, Ferdian lanjut berkata, "Setelah kami menikah, dia akan tinggak bersama kita di rumah. Kau tidak boleh mengganggunya. Apalagi sampai menggodanya. Karena wanita yang akan Ayah nikahi adalah wanita muda berusia 23 tahun!" "Hah?" Fabian terkejut. 'Bisa-bisanya Ayah mendapatkan wanita muda untuk dijadiakan istri'. Fabian bertanya, "Wanita muda? Hahahha, Ayah sunggu hebat! Dari mana Ayah mendapatkan wanita itu? Jangan bilang, itu wanita dari klub malam. Aku tidak setuju!" Ya, Fabian jelas tidak akan mengijinkan ayahnya menikah dengan wanita sembarangan. "Bukan!" Ferdian menjawab. "Hah, bukan? Lantas dari mana?" Fabian penasaran. "Dia, wanita baik-baik. Dia hampir mati tertabrak mobil sabtu malam kemarin. Tidak sengaja Ayah menolongnya. Jadi, sebagai balasan, dia bersedia menikah dengan Ayah." Ferdian menjelaskan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN