"Udah! tunggu apa lagi? ayo... jalan!" ucap Rudi disana dengan suara yang sedikit meninggi karena Nayla juga masih mematung di tempatnya.
"Jalan kemana sih bang?" tanya Nayla lagi yang kurang tahu.
"Ya ke pintu dapur Alena Nay... memangnya kamu pikir kemana lagi hemmmzz?" ucap Rudi yang saat itu sudah sangat menekan emosinya disana.
"Akh...aku pikir ayo kemana bang!" ucap Nayla yang saat itu mampu membuat Rudi tidak bersuara dan langsung menarik tangan adiknya. Mengajaknya menuju ke arah dapur Alena. Dan saat Nayla akan membuka pintu dapur Alena. Rupanya pintu itu sudah terbuka dari dalam. Alena yang membukanya dan terlihat gadis itu tengah berdiri mematung didepan pintu dapur rumahnya.
"Astaga! kamu ngagetin aku aja tahu nggak!" ucap Nayla pada sahabatnya itu.
"Kalian berisik tahu nggak!" ucap Alena dengan senyumannya yang tersungging.
"Le... siapa itu? apa kamu ketabrak itu orang?" tanya Rudi pada gadis yang sudah ia anggap adik sendiri disana.
"Bukan bang... mereka bukan orang yang nyerempet aku. Nih lihat... aku aja baik-baik saja kan? hemmmz..." ucap Alena saat itu pada kedua sahabatnya.
"Lalu siapa mereka Le?" tanya Rudi dan Nayla secara bersamaan.
"Akh... mereka itu calon mertua aku bang... Nay..." ucap Alena yang tertahan karena ia sudah mendengar suara calon mama mertuanya itu tengah memanggil.
"Iya mah... bentar..." ucap Alena saat itu yang mampu membuat Rudi dan Nayla saling menatap satu sama lain dan melongo di tempatnya.
"Udah dulu ya!" ucap Alena yang lalu segera menutup pintu dapurnya rapat-rapat kembali saat itu. Alena segera bergegas menuju kearah mama dan papa Emilio berada.
"Iya mah... ada apa ya? apa ada yang kurang persyaratannya?" tanya Alena yang merasa sudah memberikan semua persyaratannya tadi pada kedua calon mertuanya itu.
"Sayang... ikut kami pulang ke rumah ya nak... agar kami bisa tenang nak... mama dan papa akan merehap rumah kamu dan mama kamu ini sayang." Ucap calon mama mertua Alena. Dan saat itu terlihat Alena dengan kedua mata yang berkaca-kaca berjalan mendekat kearah calon mama mertuanya disana.
"Kenapa sayang?" tanya wanita itu pada Alena.
"Alena boleh meluk mama sebentar nggak mah?" tanya Alena saat itu. Dan tanpa aba-aba wanita itu pun segera mengambil tubuh Alena kedalam pelukannya.
"Sayang... mama akan selalu ada untuk kamu. Ikut kami pulang ya... kami akan menjagamu nak..." ucap mama dengan kedua mata yang turut berkaca-kaca saat itu.
"Mah... Alena belum resmi menjadi istri Kak Emilio... apa kata orang nanti tentang Alena. Lagian... Alena juga masih ingin mengenang keberadaan ibu disini mah... Jadi... bagaimanapun keadaan tempat tinggal Alena... Alena sangat bersyukur. Disini Alena lewati hari demi hari, waktu demi waktu, dan tahun ke tahun bersama dengan ibu. Jadi... tidak ada alasan Alena pindah sebelum Alena resmi menikah mah... Alena mohon sama mama dan papa agar mau mengerti keinginan Alena ya. Toh juga nggak lama lagi Alena akan menjadi menantu mama dan papa." Ucap Alena saat itu pada kedua orang tua calon suaminya.
Terlihat dengusan panjang beberapa kali dari calon mama mertuanya dan juga calon papa mertuanya saat keduanya saling menatap satu sama lain. Seakan berat merelakan, namun keduanya tidak bisa memaksakan keinginan saat itu.
"Baiklah nak... kalau begitu keinginan kamu... jangan menolak juga keinginan kami ya..." ucap calon mertua Alena saat itu. Lalu terlihat mama Emilio tengah mengeluarkan satu kartu ATM dari dalam dompetnya. Wanita itu lalu mengulurkan kartu tersebut untuk Alena.
"Ini nak, kartu ATM untuk kamu. Kamu bisa menggunakannya kapanpun sesuka kamu." Ucap mama Emilio saat itu. Dan ketika Alena akan menolaknya, mama Emilio sudah menyahutnya duluan.
"Kali ini kamu tidak boleh menolak nak, kalau tidak... kami pasti bakalan sangat sedih...pasword nya, angka delapan enam kali." ucap mama Emilio yang memaksa. Dan saat itu meski dengan berat hati. Alena pun menerimanya.
"Baiklah mah... kalau begitu... Alena bawa ya... Alena terima." Ucap Alena pada calon mama mertuanya.
"Nak... mama harap... kami bisa membahagiakanmu dan membuat almarhumah ibu kamu bahagia disana. Kalau begitu... izinkan mulai detik ini, kami merawat mu. Kami janji akan memenuhi semua kebutuhanmu. Dan kami akan berusaha sebisa kami. Jadi... nikmati hidupmu mulai sekarang. Seolah semua beban sudah berpindah ke kami. Dan... kamu tidak perlu lagi merepotkan diri sendiri, sudah begitu saja ya nak." Ucap mama Emilio yang membuat Alena memaksakan senyumannya saat itu. Lalu gadis itu mengangguk sebagai jawabannya.
Hingga kedua orang tua itu pamit dan pergi meninggalkan rumahnya. Nah... saat itu lah, Nayla dan juga Rudi langsung datang menuju ke rumah Alena.
"Le... gimana ceritanya kamu mau jadi mantu mereka itu? jangan-jangan anak mereka cacat mental ya Le?" ucap Nayla dengan asal-asalannya. Gadis itu asal menebak saja.
"Bukan Nay... buka begitu..." ucap Alena yang menyangkal.
"Lalu?" balas Rudi yang juga ingin tahu.
"Aku tidak tahu awal mulanya gimana. Tapi yang pasti tadi waktu aku pulang dari sekolah... ada dua orang yang menjemput aku. Dan aku dibawa ke rumah mama dan papa. Disana aku di tunjukkan surat wasiat dari ibu... sebelum ibu meninggal bahkan saat aku menyangkal itu tulisan ibu aku. Disana ada tanda tangan ibu yang persis milik ibu. Dan aku tahu tanda tangan ibu itu sangat rumit dan sulit. Lalu mau tidak mau aku pun mempercayainya. Bahkan... ibu sudah memberi tahu keluarga kak Emilio... bahwa aku sekolah dimana, alamat rumah aku mana... dan yang paling penting... foto masa kecil aku yang hanya ibu yang menyembunyikannya pun mereka memilikinya. bahkan... ini tadi mama memberiku kartu ATM untuk segala keperluan aku, mama bilang sudah menjadi tanggung jawab keluarga mereka. Ya... sudahlah kalau memang begitu kenyataannya." Ucap Alena yang menerangkan. Dimana saat itu terlihat Nayla dengan kedua mata yang berkaca-kaca disana.
"Emb... kamu kenapa Nay? tiba-tiba banget deh melo segala!" ucap Rudi yang membuat Nayla segera mengusap kedua pelupuk matanya disana.
"Aku... aku kapan bang? aku punya abang yang nyebelin begini, kapan ada seorang pangeran tampan dan kaya yang menjemput ku sama seperti Alena?" ucap Nayla saat itu dengan sedikit isakan yang sengaja di buatnya.
"Jadi kamu nggak syukur punya abang kayak aku Nay?" ucap Rudi lagi dengan suara meningginya disana.
"Syukur bang... syukur... syukur..." ucap Nayla yang membuat Alena sedikit terkikik disana. Lalu menyadarkan Nayla untuk menanyakan suatu hal yang begitu penting menurutnya.
"Eh Le... emangnya kamu udah ketemu sama calon suami kamu? gimana orangnya? tampan? gagah atau... pendek? jelek? atau apa Ale?" ucap Nayla yang nerocos tiba-tiba.