Bab 5 Gadis kentang.

1004 Kata
Sesaat mama Emilio hanya mengernyitkan dahinya disana. "Nak... yang kamu maksud yang barusan itu tadi?" tanya mama Emil pada calon menantunya. "Iya ma... yang itu tadi." Jawab Alena pada calon mama mertuanya. Dan terlihat wajah wanita paruh baya itu menyunggingkan senyumannya disana. serta menahan tawanya. "Sayang... mama hanya punya satu anak laki-laki nak, yaitu calon suami kamu itu... nggak ada yang lain lagi! berarti... yang kamu lihat itu ya... calon suami kamu! siapa lagi kalau bukan dia." Ucap mama Emil dengan antusiasnya. Ia senang karena calon menantunya itu sudah bertemu dengan anak lelakinya disana. Berbeda dengan mama Nisa yang tengah bahagia. Terlihat Alena seakan tertekan disana. "Hah!! calon suami aku ternyata orang yang sangat gagah. Dari belakang pun begitu kelihatan gagah... apa lagi dari depan!" ucap Alena dalam hatinya yang lalu tersadar oleh sentuhan tangan calon mama mertuanya yang mendarat menarik pergelangan tangannya untuk mengajak gadis itu turun kebawah. "Ayo sayang turun! kita makan sama-sama nak..." ucap calon mama mertua Alena saat itu. Dan Ale pun segera turut apa yang mama Emil ucapkan. Gadis itu pun turut menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar. Dalam otak Alena saat itu masih memikirkan kenapa ibunya bisa mempunyai perjanjian pernikahan dengan orang dari keluarga hebat seperti keluarga Emilio Ezra itu. "Kenapa... orang se sempurna kak Emilio itu bisa mau kepada gadis kentang seperti ku? bukankah... dia mau gadis seperti apapun pasti akan bisa mendapatkannya. Tapi... kenapa keluarga kak Emilio dan juga kak Emilio sendiri mau begitu saja dengan mudahnya menyanggupi keinginan ibu?" ucap dalam hati Alena saat itu. Hingga hari itu berakhir dengan makan malam bersama. Lalu Alena berpamitan akan pulang ke rumahnya. "Sayang... maafkan putra mama ya yang belum bisa mengantarkan mu pulang... soalnya Emilio tadi bilang jika ia tengah sibuk nak... nggak apa-apa kan?" tanya calon mama mertua Alena saat itu. "Nggak apa-apa kok mah... lagian... Alena juga nggak mau ngerepotin kak Emil nya sendiri kok mah..." ucap Alena saat itu. "Oh ya... hari ini papa dan mama sendiri yang akan mengantarkan mu pulang nak... sekalian kita mampir ke rumahmu sembari mengambil berkas-berkas untuk pernikahan kalian." Ucap mama Emilio pada calon menantunya. "Emb... kamu sudah punya KTP nak?" tanya mama Emilio pada Alena. Dan terlihat gadis itu mengangguk sebagai jawabannya. "Sudah mah... baru beberapa minggu yang lalu mah... dan entah mengapa seakan ibu saat itu tahu jika beliau akan meninggalkan saya sendirian mah... ibu meminta saya untuk cepat mengurusi KTP, dan saya... hanya bisa menurutinya saja. Karena saya pikir juga KTP sangat penting." Ucap Alena yang menerangkan. "Baiklah sayang... karena kamu sudah cukup usia untuk menikah... meskipun terlalu dini, namun... bagi keluarga kami lebih baik untuk mengikatmu dengan Emilio lebih awal. Jangan khawatir... mama akan buat Emilio berjanji jika dia tidak akan melakukan sesuatu yang terlalu jauh denganmu nanti sebelum kamu lulus sekolah... atau sampai kalian bisa merencanakannya sendiri." Ucap mama Emilio pada Alena. Dan terlihat wajah Alena kian merona merah saat itu. "Emb... kamu malu ya sayang?" ucap mama yang tengah menggoda calon menantunya. Hingga terlihat papa yang sudah memanggil dari luar. Rupanya papa sudah siap dengan mobil yang sudah terparkir di depan teras luar rumahnya. "Ayo sayang..." ucap mama Emilio pada gadis itu. Dan Alena pun segera bergegas mengikuti calon mama mertuanya berjalan beriringan menuju ke mobil. Kedunya lalu masuk kedalam mobil tersebut. Papa pun lalu menjalankan mobilnya. Membelah jalan raya malam itu, suasana lengang tanpa macet saat itu. "Om... eh papa... apa papa sudah tahu alamat rumah Alena?" tanya gadis itu. pada calon papa mertuanya. "Sudah Alena... kami semua... termasuk calon sumi kamu juga sudah tahu rumah kamu nak... dari almarhumah ibu kamu, jadi jangan khawatir ya..." ucap papa Emilio saat itu dengan jawabannya. Dan Alena hanya mengangguk sebagai jawabannya tanda ia mengerti saat itu. "Persis! apa yang aku alami saat ini kenapa persis seperti di film-film dan kisah n****+ romantis sih? apa ini beneran nyata? hemmmz..." ucap dalam hati Alena saat itu. Sampai mobil yang di kendarai ketiganya berhenti didepan rumahnya. "Nah... sudah sampai nak... ayo turun..." ucap papa Emilio saat itu. Yang membuat mama Emilio dan Alena turun segera dari dalam mobil. "Mari mah... pah... silahkan masuk kerumah Alena yang sederhana ini." Ucap Alena saat itu sembari membuka pintu pagar kawat yang sekelilingnya terbungkus dari kayu. Terlihat sudah usang dan tanpa cat. Sesaat mama dan papa menatap satu sama lain dengan tatapan iba. Lalu menyusul masuk kedalam. Meski rumah yang Alena tempati tampak tua. Namun kebersihannya bisa dipastikan. Karena Alena selalu membersihkannya. Saat ibunya bekerja, hanya itu yang bisa Alena lakukan untuk membantu saat ia pulang sekolah dan di rumah. Tampa keduanya sadari sedari tadi Nayla dan juga kakaknya, si Rudi, ternyata tengah mengintip dari samping rumah gadis itu. "Siapa mereka Nay?" tanya Rudi pada adiknya. "Mana aku tahu bang... itu pasti orang yang sudah nabrak Alena dan mengantarkannya pulang bang... pasti itu. Apa kita harus lapor polisi bang?" ucap Nayla yang langsung mendapat tabokan ringan di lengannya. Rudi mendaratkan tabokannya karena keduanya belum tahu apa yang tengah terjadi. "Jangan ngawur kamu! jangan sok lapor... kita lihat dulu aja apa yang terjadi Nay... gimana?" tanya Rudi pada adiknya. "Gimana cara lihatnya tapi Nay?" ucap Rudi dengan balasannya. Keduanya saling berbisik satu sama lain saat itu. "Ini rumah ada celahnya nggak sih Nay?" ucap Rudi saat itu yang sudah dilanda kepo disana. "Celah? buat apa bang?" tanya Nayla lagi yang tidak mengerti mengapa abangnya itu malah mencari celah. "Kamu ini pura-pura apa gimana sih Nay?! celah ya buat ngintip lah! akh...!" dengus kesal Rudi disana. "Ngapain nyari celah bang? ngapain juga ngintip segala? lewat aja dari dapurnya! aku bisa bukanya bang...!" ucap Nayla yang lagi-lagi membuat tangan Rudi gemas menabok lengan adiknya itu. "Ngomong dong dari tadi! dasar! punya adik satu aja lemot!" ucap Rudi dengan gerutu kesalnya. "Kok jadi aku yang kena tabok sama marahnya abang sih? akh..." ucap balasan Nayla yang merasa apa yang Rudi lakukan terlalu menjengkelkan saat itu. "Kamu tahu nggak? kamu itu sekalu bikin abang jengkel! sekali-kali kek Nay otak nya yang lurus gitu abang naik darah mulu tiap hari ngadepin kamu!" gerutu Rudi lagi disana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN