03. Kesialan Qiana

1395 Kata
"Dimana ada ke kacauan, di situ ada Erlangga" ** "Ikhhh lo mau bawa gue kemana sih?" Qiana terpaksa mengikuti Wiwi yang menariknya ke arah lapangan. "Dasar kudet! Lo enggak tau sekarang pacar lo lagi main basket bareng gengnya Erlangga tau," Selama sekolah di Mutiara, gadis berusia 16 Tahun ini memang jarang melihat para murid cowok bermain basket di lapangan, entah kenapa ia kurang menyukainya. Kalau istirahat ia lebih suka di ruang kelas, di taman atau kantin. Ketimbang melihat para cowok populer yang tebar pesona seperti gengnya Erlangga itu. "Masa, demi apa lo? " "Demi tukang bajigur berubah jadi captain Amerika, pokoknya." "Dih, gaje lo. " "Makanya jangan banyak tanya, ayo cepetan " Wiwi terus menarik tangan Qiana hingga sampai ke sisi lapangan. Dan benar saja saat ini Reynan sedang bermain basket melawan gengnya Erlangga. Lalu Qiana duduk di bagian kursi penonton di sisi lapangan, di sampingnya Wiwi sahabatnya. Permainan cukup sengit antara ke dua tim. Teriakan para gadis yang sedang menonton semakin riuh. Bagaimana tidak, bahwa di lapangan sana ada dua the most wanted guy yang sudah menjadi incaran mereka. Yaitu, Reynan dan Erlangga. Selain itu kehadiran empat cogan gengnya Erlangga menambah warna tersendiri membuat pemandangan semakin segar untuk sekedar mencuci mata. "Ada Qiana tuh!" bisik Arlan tim Reynan. Sejenak Reynan melirik gadis cantik yang duduk di bangku penonton, ia menyunggingkan senyum di sudut bibir menawannya. Keadaan itu tak lepas dari pandangan Erlangga sehingga dengan mudah ia segera merebut bola di tangan Reynan. Sialan... Reynan mengumpat kesal, ketika Erlangga dengan mudah memasukan bola ke dalam ringnya. " SATU KOSONG!" teriak wasit. Reynan mendengus sebal, lalu ia mencoba kembali mengejar bola yang sekarang sedang di tangan Zio. "Makanya fokus giliran kalah aja jelek gitu wajahnya " sindir Zio. Menghadirkan dengusan kesal dari Reynan, "Diem lo! kasih sini bolanya." "Dihh, enak aja!" Zio memberi lemparan palsu hingga Reynan tertipu mengikuti arahnya. Lalu setelah itu Zio melempar bola ke arah Sean, dan dengan senyum kemenangan Sean dari belakang Reynan menangkapnya. Kemudian membawanya lari menuju ring, ahh... s**l keberadaan gadis itu malah membuat seorang Reynan gagal fokus begini. Dan... Bola masuk lagi oleh Aldo... Siall... Double siall.. Reynan terus saja mengumpat kesal, sampai waktu istirahat tiba Reynan masih belum bisa membalas dua poin yang di menangkan lawannya itu. Dengan napas terengah Reynan duduk berselonjoran kaki. "Minum kak! " Reynan melirik sebotol air mineral di sampingnya, ia tersenyum senang gadis itu memberikan perhatian untuknya meski ia malu bahwa ia kalah. "Terima kasih ... " Ray mengambilnya. "Kakak mau ikut turnamen di Mutiara bukan? " Qiana ikut duduk di samping Reynan. "Iya, makanya sekarang latihan sama timnya Erlangga " "Oh.. " Qiana ber oh ria saja. Tiba tiba... BYUUURRR.... sebuah cairan merah menyirami seragam putih Qiana. Terasa dingin dan lengket. Dan yang paling mengejutkan Qiana, bahwa seragam putihnya berubah menjadi merah. Qiana berdiri mengibas- kibaskan tangannya pada seragam yang terkena cairan merah itu. "Lo apa apaan sih!" Reynan membentak kesal pada gadis yang menumpahkan cairan merah itu. Cukup menghadirkan ketakutan dari gadis tersebut, "Maaf kak enggak sengaja, ada bola jatuh kena tangan saya, jadinya minuman saya tumpah, Qiana maaf banget ya." ujar gadis itu panik karena takut pada Reynan yang kini menatapnya tajam. "SIAPA YANG LEMPAR BOLA TADI ?" teriak Reynan ke arah lapangan. "Gue!" jawab Erlangga dengan dingin dan santainya. "LO ENGGAK BISA PEGANG BOLA LO?! " teriak Reynan lagi. " Sorry, enggak sengaja! " Reynan mendengus kesal saja. "Ayo kita ke koperasi." ajak Reynan lembut pada gadisnya. "Sebentar kak, " Qiana berjalan cepat ke arah lapangan. Membuat Rey mengerutkan keningnya, "LO SENGAJA KAN NGELAKUIN ITU!?" tegas Qiana sebal, menatap penuh amarah pada Erlangga yang sedang asik dengan bola di tangannya. "Ngelakuin apa? " Erlangga malah balik tanya dengan cool nya. "Lo sebenarnya kenapa sih, gue ada masalah apa sama lo! " "Enggak ada tuh," Erlangga memainkan bolanya santai sambil melewati Qiana yang jelas-jelas sedang marah padanya. "GUE TANYA, APA MASALAH GUE SAMA LO!?" Qiana sebal benar-benar sebal, karena cowok itu malah cuek tak menganggapnya. "Apa ya?" Erlangga menghentikan permainannya dan memegang bolanya oleh sebelah tangannya dan berjalan mendekat ke hadapan gadis itu. "Gue seneng aja mainin lo!" "BRENGSEKK! " Qiana hendak menampar cowok itu lagi seperti kemarin-kemarin, tapi kali ini Erlangga menangkap tangan mungil itu. Lantas memegangnya erat dengan menatap dalam gadis cantik yang sedang penuh amarah itu padanya. "Bisa enggak tuh bibir jangan kasar-kasar, apa mau gue sekolahin tuh bibir! " ucap Erlangga, menarik tangan gadis itu ke arahnya, hingga Qiana jatuh ke dadanya. Sialan, i***t_ serapah Qiana dalam hatinya. Gadis itu menarik tangannya dan mencoba menyeimbangkan dirinya. Namun, sebelah lengan kokoh itu dengan sigap mengunci pinggangnya kuat. Sehingga gadis itu tetap menempel padanya, ia mendongak menatap wajah tampan di depannya yang begitu menantang dirinya. "Mau? Gue sekolahin tuh bibir?! " desis Erlangga lagi ke telinga Qiana membuatnya merinding. Merasa serba salah karena dirinya yang tidak bisa lepas dari dekapan cowok nakal itu. Qiana akhirnya menundukan wajahnya, tak kuasa membalas tatapan lekat yang seakan membunuhnya itu. Napasnya terasa hampir berhenti ketika jarak mereka semakin menipis saja. "Le-lepasin gue," lirih Qiana. "Huh, kalah kan lo!" bisik Erlangga lagi, tersenyum puas. Sangat senang melihat wajah gadis itu gugup dan kalah olehnya, gadis itu terdiam, mau apa lagi perkataan cowok itu memang benar. Kalau ia sekarang kalah. "Jadi? " "Lepasin gue," gadis itu mendorong d**a cowok itu sekuat tenanganya. "Sudah mengaku kalah? " cowok itu menatap miring gadis yang sedang di dekapannya itu. "Apa maksud lo?" "Jadi masih belum nerima, kalau lo kalah?" Erlangga menelusuri pipi lembut itu oleh punggung tangannya. Membuat Qiana refleks menjauhkan wajahnya. "Lo... " Tiba-tiba "Ngapain lo! " Reynan mendorong Erlangga. "Lo ada masalah apa sama cewek gue? " Reynan berdiri di antara mereka berdua. "Oh lupa gue, kalo cewek kasar ini pacar lo ck... Ck... Bilang sama pacar lo sekolahin tuh bibir! " ujar Erlangga, kemudian pergi begitu saja. "Kamu enggak apa - apa sayang? " Reynan memegeng lembut kedua bahu gadisnya yang kelihatan panik. Qiana mengangguk saja, "Ayo kita ke koperasi! " ajak Reynan melingkarkan lengan kokohnya di bahu gadisnya. -Erlangga- Sepanjang koridor Qiana berusaha menulikan kedua telinganya, bagaimana bisa kalau saat ini para gadis -gadis itu sedang membicarakan dirinya. " Tuh cewe ya gatel banget udah punya pacar juga masih saja godain Erlangga" "Kurang apa coba kak Reynan udah tampan, ketua OSIS, pintar lagi. Dasar serakah tuh cewek" " Iya sih lagian wajahnya biasa aja ko, cantikan juga gue" Dan masih banyak celotehan celotehan yang membuat telinga Qiana sakit luar biasa. Kalo saja ia tidak sedang buru-buru di panggil kepala sekolah, ia pasti sudah labrak tuh cewek-cewek s****n itu. Lagian kenapa ia hari ini s**l banget, udah di siram minuman, udah bermasalah sama si Erlangga yang menurutnya berengsek itu. Dan sekarang di panggil kepala sekolah, deuhhhh lengkap sudah penderitaan Qiana hari ini. Ia hanya berharap bahwa kepala sekolah memanggilnya enggak ada hubungannya sama sekali dengan cowok s****n itu. Semoga saja.... "Masuk Qiana!" ujar kepala sekolah, ketika qiana sudah di ambang pintu. Lalu Qiana pun masuk. "Duduk Qiana!" perintah kepala sekolah. Lalu Qianapun duduk di bangku di depan meja kepala sekolah. "Ada apa bapak manggil saya, apakah saya bermasalah ya pak? " tanya Qiana cemas. "Oh bukan itu, saya manggil kamu karena saya butuh bantuan kamu! " " Bantuan saya?" pak kepala sekolah mengangguk. " Apa yang bisa saya lakukan? " " Begini, ada anak baru yang sudah 3 bulan di sini, dia anak IPS dia nilai matematikanya amat sangat buruk. Saya tahu nilai kamu adalah yang terbaik di IPA, juga matematika kamu sangat hebat. Dari itu saya meminta kamu untuk menjadi tutornya dia! " " Tutor pak !" qiana meyakinkan. " Iya, kamu bersedia kan ?" " Mmmm... Akan saya coba Pak, tapi nama anaknya? " " Kalo enggak salah namanya... Siapa ya? Sebentar saya lihat dulu datanya! " Pak kepala sekolah membuka data di map di depannya. Qiana berharap anak itu bukan anak yang terlalu bermasalah sehingga ia tidak akan terlalu pusing nantinya. " Jadi siapa pak? " tanya qiana lagi. "Erlangga Wijaya, ya namanya Erlangga Wijaya!" "A... apa pak! " Qiana loncat dari duduknya berdiri spontan, membuat kepala sekolah mengerutkan dahinya. Qiana menelan salivanya yang tiba- tiba terasa pahit luar biasa, lebih pahit dari rasanya jus pare. Bagaimana bisa ia sekali lagi akan berhadapan dengan mahluk menyebalkan itu, padahal dia sudah bercita-cita bahwa di masa depannya tidak ada lagi mahluk yang namanya Erlangga b******k ,s****n atau apalah itu. ahh... Qiana malangnya nasibmu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN