04. Bukan urusan lo!

1033 Kata
“Jangan ikut campur, kalau ingin hidup tenang!” *** Qiana bolak-balik di depan ruang kelas IPS, antara masuk ke ruangan itu atau memilijh mengurungkan niatnya dan mengabaikan perintah Pak Kepala Sekolah. Berkali-kali ia menggigit bibir bawahnya sendiri, dan melakukan ritual bodohnya dengan menghitung bolak-balik kancing baju dari atas ke bawah, dari bawah ke atas lagi, sambil berkata, “Masuk, enggak. Masuk, enggak. Masuk, enggak ...?” Namun langkahnya terhenti ketika hitungannya itu berakhir di kata “masuk”. Dengan perasaan terpaksa, gadis itu masuk menuju ruang kelas IPS. “Pasrah gue pasrah!” rutuknya. Qiana terus saja berjalan sambil menunduk tanpa melihat ada siapa di dalam kelas, sampai-sampai ia menabrak d**a bidang di depannya. Harum parfum menghiasi indra penciumannya. Parfum cowok tentunya. Segera Qiana mundur dan menatap orang yang ia tabrak tersebut. “Hai?” sapa cowok itu tersenyum miring, dan menatap manis padanya. s****n! “So-sorry.” Qiana menunduk. Gadis itu memang tidak pernah berkunjung ke kelas lain, selain kelas Reynan. Jadi ia lumayan kikuk ketika berhadapan dengan murid lain, terutama murid cowok. "Hey kalian awas jangan di pintu! " teriak Dion mendorong kedua sahabatnya itu. "Gue mau ke to... Eh ada si cantik! " ini lagi kenapa sih mereka hoby benar godain Qiana, mentang-mentang ganteng. Iksss emang mereka ganteng sih. Qiana lagi-lagi hanya membalasnya dengan senyuman tipis saja. "Nyari siapa cantik? " pertanyaan yang sama dari tiga cowok tampan malah membuat Qiana menelan salivanya yang mendadak kering. Pesona dari ketiga cowok ini ternyata bukan hanya omongan hoax semata, terbukti dengan gugupnya Qiana saat ini. " itu... Anu..." "Anu... Anunya siapa? " tanya Sean ambigu. Pletakkk!!! "Sakit b**o " Sean mengusap kepalanya karena Aldo menjitak kepalanya. "Lagian lo ngomong anu-anuan, dasar otak lo! " "Bukan gue yang ngomong tuh si cantik! " tuding Sean. "Ahh... Pada diem napa si cantiknya malah nambah bingung tuh " ujar Dion. Qiana nyengir kuda itu emang salahnya malah bicara tak jelas. "Wey kalian berisik banget pada ngapain sih di pintu? " Zio nengok penasaran pada ketiga sahabatnya kenapa malah mepet di ambang pintu. "Eh ada Qiana rupanya, mau ngapain ke sini mau ketemu gue ya...? " ujarnya dengan begitu pedenya. Qiana menggeleng. "Lalu gue ya... " akunya Sean. Qiana menggeleng lagi. "Pasti gue kan? " aku Dion. "Lalu siapa dong? " tanya Aldo. "Mmmm... Erlangga! " ucap Qiana ragu ragu. "Ooohhh... Erlanggaaaaa...!!! " ucap keempat cowok itu berbarengan nyaris mengalahkan paduan suara menyanyi lagu indonesia raya di waktu upacara hari senin. Sehingga suaranya nyaring jelas terdengar oleh si empunya nama, membuat cowok tampan yang sedang fokus pada ponselnya melihat sekilas ke arah pintu. Namun dengan mengangkat kedua bahunya masa bodo, ia kembali fokus pada ponsel kesayangannya itu. -Erlangga- Dengan langkah yang berat . Qiana melangkahkan kakinya menuju ke dalam kelas untuk menghampiri Erlangga yang sedang fokus pada ponselnya itu. Duh... Gue mesti ngomong apa sama tuh mahluk.... Dengan menarik napas dalam Qiana berdiri tepat di depan meja cowok itu, bangkunya Erlangga memang berada di bagian belakang. Sehingga di belakang Qiana berdiri sekarang banyak meja-meja yang bisa ia pakai untuk bersandar sekedar menenangkan dirinya yang kacau ketika berhadapan dengan cowok itu. Duhhh... Ayo dong Qiana ngomong... Lirihnya dalam hatinya. "Gue di suruh kepala sekolah jadi tutor lo, jadi kapan lo mau gue ngajarin lo nya? " ujar Qiana to the point saja, ia malas harus berbasa-basi dengan cowok itu. Sejenak Erlangga mengangkat tatapannya dari ponsel ditangannya pada gadis di depannya. " Lo ngomong apa sih? " ujarnya cuek dan kembali fokus pada ponsel di tangannya. Brengsek... Sialan... Nyebelin.. Sabar... Qiana sabaaaarr.. Qiana menarik napas dalam, ia tidak mungkin melawan singa di kandangnya, jalan satu-satunya ia harus menahan amarahnya dari iblis itu. "Pak Kepala sekolah nyuruh gue jadi tutor lo, jadi kap..." "Gue enggak butuh tutor,dan lo enggak usah ikut campur! " tegas Erlangga, membuat Qiana tercekat. "Tapi..." "Gue tegasin sekali lagi! lo enggak usah ikut campur! " Erlangga berubah semakin dingin dan tajam dengan kata-katanya. Ok, Qiana sudah mulai kehilangan kesabarannya, peduli setan kalau saat ini ia sedang melawan singa di kandangnya. Yang penting untuk saat ini ia bisa menyalurkan emosinya yang sudah hampir meluap gara-gara ulah cowok itu. "Eh, gue enggak ikut campur ya gue cuma di tugasin dan kalo..." "Apa imbalannya? Kalo gue mau. Lo,jadi tutor gue? " tempas Erlangga lagi. Imbalan? enggak salah. Hey... Yang harus dapat imbalan itu Qiana bukan dia. Sebal Qiana. "Imbalan apaan sih lo, gue enggak ngerti maksud lo?" "Ya imbalan karena secara tidak langsung lo bakal dekat-dekat sama gue!natap wajah ganteng gue dan nikmatin itu semua. Ah... Jangan- jangan lo sendiri yang usul ke Kepala Sekolah buat jadi tutor gue, soalnya lo tertarik sama gue iyakan? " Qiana mendengus sebal,apa-apaan niat baiknya malah di artikan serendah itu, sudah untung dia mau jadi tutornya geratis lagi. "Apa? Ahahahaha... " Qiana tertawa hambar " lo ngomong apaan sih, lo pikir gue tertarik sama lo jangan mimfi. Lo enggak ada apa-apa nya di banding kak Rey, lo enggak pinter,enggak naik kelas, urakan. Apa yang membuat gue tertarik sama lo! " balas Qiana lantang. Brakkk!!! Tiba-tiba Erlangga menggeprak meja di depannya, hingga gadis di depannya menjengit kaget, ia berdiri dari duduknya keluar dari bangkunya dan menghampiri gadis itu dengan tatapan tajam luar biasa. Apa apaan kenapa dia marah... Qiana mendongak, betapa tingginya cowok yang kini di hadapannya. "Lo ngomon apa? " Erlangga berjalan menedekati gadis itu, dengan tatapan dingin dan tajam. Qiana mundur kebelakang, " kenapa lo bandingin gue sama cowok itu? " Ucapnya lagi terus melangkah maju mendekati Qiana yang semakin mundur hingga kini merapat pada meja di belakangnya. "Gue enggak suka di banding- banding! " ujar Erlangga lagi, semakin menipis jarak di antara keduanya. Qiana gemetar hebat, lututnya nyaris serasa ingin copot. Tatapan cowok itu membuat tubuhnya seketika lemas. Dan kenapa di kelas itu hanya ada mereka berdua saja, oh Qiana lupa bahwa keempat cowok itu telah mengeluarkan semua murid dan menutup pintunya tadi. Sialan... "Gu- Gue, maksud gue..." Qiana membelalak kaget, karena cowok itu secara tiba-tiba meraih pinggang rampingnya dan menariknya padanya. "Sebaiknya lo enggak usah ikut campur cantik, kalo lo mau hidup tenang, kecuali lo mau nyerahin diri lo atau... Mati! " bisik cowok itu di telinga Qiana membuat Qiana membelakan mata cantiknya hingga nyaris loncat keluar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN