Bosnya memang kadang memiliki sifat masa bodoh terkait beberapa hal. Itu bahkan sangat berguna untuk menghadapi hal-hal menyusahkan, seperti misalnya keluarga istrinya. Tapi, apa yang dikatakannya barusan?
Membiarkannya saja?
“Kenapa? Kamu tidak dengar? Aku bilang kalau rusak, ya, biarkan saja. Apa gunanya membuat masalah dari hal yang sudah rusak?”
“Ta-tapi, Kak!”
Alan memotongnya cepat, “Lagi pula, sekarang semuanya masih baik-baik saja, bukan? Jika hanya berandai-andai tidak jelas begitu, sebaiknya gunakan waktumu untuk segera menyelesaikan pekerjaanmu. Kita kekurangan tenaga. Jika tidak bekerja cepat, semua pekerjaan kita akan menjadi lambat. Pembeli bisa kabur ke toko lain.”
Sebenarnya, toko kecil mereka memiliki 5 karyawan tetap. Tapi, entah kenapa, beberapa minggu belakangan ini, satu per satu mereka mendapat masalah. Ada yang resign, ada pula yang meminta izin untuk berhenti sementara.
Untungnya, masalah Faizal hanyalah masalah sepele dan ada Angela yang sempat cuti untuk membantunya di toko minggu lalu.
Entah kenapa, Alan Gu merasa hidupnya semakin banyak masalah akhir-akhir ini. Tapi, dia bersyukur Angela masih selalu setia di sisinya dalam berbagai situasi.
***
Seperti biasa, hari Sabtu adalah hari yang mendapat banyak pesanan. Pendapatan bulanan 20-30 juta per bulan dari toko itu, sebenarnya tidak termasuk pesanan khusus yang kadang-kadang bisa mencapai 2-10 juta sekali pesan. Tapi, tetap saja di mata keluarga Tanoto, hal itu adalah jumlah yang sangat kecil. Dibandingkan gaji Angela yang mencapai ratusan juta per bulan, tentu pendapatan Alan bukanlah apa-apa. Belum lagi jika membandingkannya dengan anggota keluarga lainnya.
Alan Gu bisa dikatakan adalah kasta terendah di keluarga Tanoto. Itu sebabnya dia mudah ditindas dan dihina oleh mereka. Tapi, pria itu sangat tahu diri, makanya merelakan dirinya diperlakukan seperti itu demi tetap bersama wanita yang dicintainya. Bisa diterima sebagai menantu saja dengan latar belakangnya yang memalukan di mata keluarga Tanoto sudah merupakan keajaiban untuknya. Dia tidak mau menjadi tamak dan sombong, karena tahu dia bisa kehilangan semuanya hanya dalam sekejap mata jika mencoba bertingkah arogan.
Itu adalah aturan tak tertulis bagi orang miskin seperti dirinya.
“Selamat siang! Apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya Faizal ramah ketika sedang membereskan sisa pesanan beberapa saat lalu dan bersiap untuk istirahat jam makan siang. Tapi, ternyata ada pembeli tidak biasa yang muncul tiba-tiba di depannya.
Dilihat dari cara berpakaiannya, sepertinya dari kalangan orang kaya.
Butler Anderson memasang wajah dingin dan tegas. Tidak menjawab pertanyaan Faizal yang tampak terbodoh menghadapinya. Mata pria tua itu melirik tajam ke beberapa sudut.
“Di mana tuan muda?” tanya Anderson dengan nada dingin tidak ramah.
Faizal memiringkan kepalanya dengan ekspresi semakin bodoh. Tidak mengerti dengan ucapannya.
“Tu-tuan muda? Ma-maaf. Tapi, Anda bicara apa, ya? Apakah Anda ingin memesan martabak atau donat? Kami hanya menjual itu di sini,” balasnya polos.
Apakah tuan muda yang dimaksudnya adalah nama unik dari jenis makanan tertentu? Bukankah ada makanan yang sengaja diberi nama aneh-aneh untuk menarik perhatian pembeli? Mungkin pria tua itu salah masuk toko. Faizal dengan polosnya berpikir demikian.
Anderson mendengus remeh. “Tidak sopan. Aku tanya sekali lagi, di mana tuan muda? Tolong katakan kepadanya kalau butler Anderson datang menemuinya sesuai janji.”
“Hah?”
Faizal benar-benar kebingungan. Wajahnya benar-benar tidak tahu harus menanggapi apa ucapan pria tua itu.
Jadi, tuan muda itu benar-benar tuan muda? Siapa yang dia maksud dengan tuan muda? Apakah ada pria dari kalangan orang kaya yang sempat datang ke mari membeli jualan mereka, tapi tidak pulang sama sekali? Makanya datang ke toko mereka mencarinya?
Baru saja Faizal ingin menjelaskan, tiba-tiba saja suara motor scooter terdengar mendekat.
“Tuan muda!” seru Anderson riang dan tegas, sorot mata berkilat misterius.
Alan Gu mematikan mesin motor dan perlahan membuka pengait di helmnya. Tidak ada ekspresi di wajah datar dan dingin pria tampan itu. Seolah-olah dia telah menebak kedatangan Anderson hari ini.
Faizal yang melihat adegan itu ternganga tidak percaya!
Tuan muda? Pria itu memanggil bosnya dengan sebutan tuan muda?
Bukankah sebutan itu hanya untuk kalangan orang kaya saja seperti di film-film luar negeri?
Kenapa bosnya mendapat panggilan seperti itu?
Anderson maju mendekat dan segera membungkuk sopan di hadapan Alan yang sudah berjalan masuk ke dalam toko.
“Kita berjumpa lagi, Tuan Muda!”
Alan Gu mengeryitkan kening tak suka. “Aku bukan tuan mudamu. Hentikan semua ini.”
Anderson meluruskan punggung, tersenyum licik misterius.
“Tuan Muda. Sungguh mengecewakan Anda berkata begitu. Tapi, saya akan memakluminya berhubung Anda belum bisa memahami semua kebenarannya dalam waktu singkat. Hilang sejak kecil karena diculik oleh ibu pengasuh Anda, lalu menganggapnya sebagai ibu sendiri, tentu saja akan sulit untuk diterima, bukan?”
Mendengar itu, Alan Gu langsung marah dengan wajah tertahan. “Jangan bicara buruk tentang ibuku.”
Dengusan remeh terdengar dari bibir Anderson. “Dia bukan ibu kandung Anda, Tuan Muda. Kenapa harus menaruh hormat kepada orang yang sudah memisahkan Anda dari keluarga Anda selama bertahun-tahun? Bukankah itu sangat konyol?”
Alan Gu merasa tidak nyaman.
Pada mulanya, dia memang berpikir kalau wanita yang selama ini merawatnya sejak kecil adalah ibu kandungnya. Tapi, lambat laun ketika dia telah bertambah usia dan duduk di bangku sekolah dasar kelas enam, ibunya menceritakan yang sebenarnya kalau dia bukanlah anak kandungnya, melainkan anak yatim piatu yang dibuang oleh kedua orang tua yang tidak menginginkannya. Dengan kata lain, Alan Gu berpikir bahwa dirinya adalah anak haram yang dibuang.
Hal itu dipercayai oleh Alan Gu sampai dia dewasa dan akhirnya mendapat pengakuan lain dari Anderson minggu lalu.
Dia juga tidak ingin mempercayai ucapan pria itu, tapi ketika dia teringat dengan beberapa sikap ibunya yang selalu memperlakukannya dengan sangat baik layaknya seorang majikan alih-alih sebagai putranya, perlahan tapi pasti, Alan mulai mencocokkan benang merah satu per satu.
Contoh paling nyata adalah ketika Alan Gu mulai bersekolah di Sekolah Dasar, dia selalu diremehkan oleh banyak orang. Mulai dari teman sekelasnya, guru-guru, bahkan sampai orang tua murid yang tidak menyukainya.
“Dia bukan anak haram! Dia anak yang lebih suci daripada siapa pun! Dia lebih hebat dan terhormat daripada kalian semua! Kalianlah yang tidak tahu malu!”
“Alan Gu adalah anak baik-baik! Dia tidak sehina yang kalian katakan! Kalian semua tidak tahu apa-apa! Tidak tahu apa pun tentangnya!”
Itu adalah beberapa kalimat yang selalu terngiang di dalam kepala Alan setiap kali ibunya membelanya. Tapi, ketika dia meminta penjelasan terkait ucapannya, ibu Alan pasti akan segera mengalihkan pembicaraan. Lambat laun, karena kasihan melihat ibunya, Alan hanya membiarkannya saja seperti itu. Mengira kalau sikap ibunya hanyalah reaksi alami untuk melindunginya. Namun, sekarang? Perlahan-lahan, Alan Gu memikirkan sesuatu di dalam benaknya.
Setelah perbincangan cukup menegangkan di antara Alan dan Anderson, Faizal yang sangat linglung mendengar semua hal yang terdengar luar biasa layaknya sebuah naskah film dramatis, akhirnya melihat kedua pria itu memutuskan untuk keluar bersama.
“Tolong jaga toko selama aku pergi, Faizal. Jika aku tidak kembali juga sebelum jam 3 sore, kamu boleh menutup toko dan pulang duluan.”
“Ta-tapi, Kak! Apa Kakak akan ikut dengan pria aneh itu?” tanya Faizal tak percaya.
Anderson berdeham tak suka di depan pinttu masuk, membalasnya dengan tegas. “Saya bukan pria tua aneh! Saya adalah butler utama keluarga Gu. Tolong jaga kata-kata Anda!”
Alan menghela napas pasrah melihat kelakuan Anderson yang memaksanya ikut bagaimanapun caranya. Dia lalu melirik ke arah Faizal dan menambahkan, “Satu lagi. Tolong jangan sampai ada yang tahu mengenai hal ini. Utamanya Angela. Aku tidak ingin membuatnya khawatir. Bilang saja kalau aku ada keperluan mendesak. Aku janji tidak akan lama.”
“Ba-baiklah,” kata Faizal tergagap linglung yang sejak tadi masih berdiri di meja kasir.
Anderson segera berjalan ke samping Alan, membungkuk sopan dengan satu tangan mempersilahkannya menuju ke sebuah mobil hitam mewah yang sudah terparkir di luar. “Silakan, Tuan Muda!”
Faizal tercengang kaget melihat mobil yang hanya pernah dilihatnya di TV saat arak-arakan rombongan presiden negara mereka.
Apakah mobil itu anti peluru juga?
Bagaimana bisa bosnya yang katanya seorang yatim piatu dan suka ditindas oleh keluargai istrinya, ternyata adalah anak konglomerat yang telah lama hilang gara-gara diculik oleh pengasuhnya sendiri?
Ini seperti kisah n****+ yang menjadi kenyataan!
Di tempat lain, dua jam kemudian, Angela Tanoto dan beberapa anggota tim kerjanya bersiap-siap untuk berangkat ke sebuah hotel untuk mengadakan pertemuan penting dengan perusahaan lain.
“Hei, lihat! Pria itu dari bagian keuangan. Katanya dia itu masih lajang dan memiliki posisi sangat tinggi. Ada banyak yang menjadi penggemarnya di perusahaan kita. Aku dengar, tipe wanita kesukaannya itu mirip dengan kamu, Angela,” ucap seorang wanita berambut pendek, mencuri-curi pandang ke arah pria berwajah manis yang sedang berbicara dengan seseorang yang tampak penting.
“Hush! Bicara apa? Kamu tidak tahu, ya, kalau Angela sudah menikah?” tegur seorang wanita lebih muda dengan wajah galak. Kartu identitas yang tergantung di lehernya bertuliskan Gabina Thompson. Jelas dia tidak terima Angela dijodoh-jodohkan dengan pria lain sementara dia tahu betul bagaimana rumah tangga rekan kerjanya itu.
Semua orang di rombongan itu nyaris terkejut mendengarnya!