Itu karena mereka berpikir kalau Angela belum menikah sama sekali dan tampak gila kerja. Dia bahkan tidak memakai cincin di jari manisnya, tapi malah di jari tengah. Bagaimana orang tidak akan berpikir dia belum menikah? Itu pun cincinnya sangat sederhana seperti cincin biasa!
Salah paham tersebut juga terjadi karena keluarga Tanoto memperingati mereka untuk tidak mengumbar pernikahan mereka ke publik. Termasuk di tempat kerja Angela yang tentu saja memiliki banyak gosip di antara kalangan pebisnis. Otomatis akan membuat keluarga Tanoto malu jika sampai ketahuan memiliki menantu seperti Alan Gu.
“Ya, ampun! Kamu serius, Angela? Kenapa aku sama sekali tidak tahu kamu sudah menikah? Sejak kapan?” pekik pria bernama Joshua, menatap bingung pada Angela yang hanya bisa tersenyum canggung.
Gabina kembali mewakili Angela. “Tentu saja sebelum bekerja di sini! Kalian saja yang sama sekali tidak tahu karena masing-masing baru datang beberapa bulan setelah Angela bekerja, kan? Selain itu, KTP Angela juga belum diperbaharui, makanya masih tercantum status lajang di sana. Tentu saja itu membuat orang bisa semakin salah paham. Tapi, aku pastikan dia ini sudah menikah, ya! Jadi, jangan menggodanya terus! Satu hal lagi! Suami Angela itu sangat tampan dan memiliki toko kue yang terkenal! Hebat, kan?”
Rombongan itu segera bisik-bisik panas dan terkejut. Sangat tidak menyangka kalau Angela yang menjadi panutan dan idola banyak pria, ternyata sudah memiliki suami dengan standar yang cukup membanggakan. Tentu saja wanita secantik dan sepintar Angela Tanoto harus mendapatkan pasangan yang sepadan, kan?
Angela malu-malu mendengar Gabina yang membanggakan Alan Gu, segera menarik tepi pakaiannya dan berbisik kesal, “Kamu kenapa, sih? Aku sudah bilang jangan menyebut hal itu di depan umum! Bagaimana kalau sampai menjadi gosip yang tidak terkendali?”
Gabina tidak setuju, dia segera menatap Angela dengan menahan sebelah lengannya serius. Dia berbisik kecil hingga hanya mereka berdua yang bisa mendegarnya, “Angela! Aku sudah tidak tahan mendengar semua hal yang terjadi di dalam rumah tanggamu! Bagaimana bisa ibumu dengan tega menampar suamimu di hadapan teman-temannya? Itu sudah keterlaluan! Aku sendiri yang mengetahui semua perlakuan buruk keluargamu sudah sangat marah dan geram, bagaimana mungkin pria dewasa seperti Alan Gu tidak merasakan hal yang sama denganku? Kamu harus melakukan sesuatu agar keluargamu tidak macam-macam lagi dengan kalian! Minimal, kita buat semua orang tahu kalau kamu sudah punya suami sehingga keluargamu tidak akan berani menindasnya sesuka hati!”
Angela berpikir itu adalah ide yang bagus. Tapi, bagaimana dengan Alan?
Jika dia melakukannya secara sepihak, dia takut Alan akan merasa tersinggung dan tersakiti. Terakhir kali dia memberinya hadiah mobil dan komputer canggih. Angela jelas tahu suaminya tidak suka memanjakannya seperti itu, tapi dia masih menahan diri dan memakluminya.
Kalau harus mengumbar pernikahan mereka agar diakui, apakah itu benar-benar bisa menolong mereka berdua? Atau akan menjadi api yang berbalik menyerang mereka sampai hangus? Bagaimana kalau orang-orang malah akan menghina dan memandang sebelah mata suaminya alih-alih merasa simpati?
***
Di mobil sepanjang perjalanan, Angela terus diberondong dengan pertanyaan mengenai pernikahannya dengan Alan Gu. Tapi, dia lebih banyak memilih diam dan hanya tersenyum canggung. Kebanyakan pertanyaan itu dijawab oleh Gabina dengan sangat bangga seolah-olah Alan Gu adalah suaminya sendiri.
“Kalau begitu, berikan kami bukti kalau dia sudah menikah! Aku curiga ini hanya akal-akalan kalian saja karena tidak mau dijodohkan. Angela, kerja gila-gilaan itu tidak bagus. Cobalah untuk memikirkan cinta dan masa depan yang lebih baik. Kamu mau jadi budaknya korporat terus, ya? Aku, sih, tidak sudi!” komentar salah satu wanita yang duduk di baris belakang mobil, menatap Gabina dan Angela secara bergantian.
“Benar! Benar! Coba tunjukkan foto suamimu kalau memang sudah menikah! Kita berteman di Feisbuk, kan? Juga di Wetsap dan Linkstagram. Kenapa aku tidak pernah melihat postinganmu bersama suamimu? Kamu benar-benar bohong, ya? Apakah kami sangat menyebalkan karena selalu menggodamu dengan banyak pria? Angela, kami hanya peduli kepadamu sebagai rekan kerja yang baik!” tambah seorang wanita lagi yang duduk di kursi co-pilot.
Angela tidak nyaman menjelaskannya.
Dia memang nyaris tidak pernah memamerkan suaminya. Kalau pun ada foto atau postingan pasangan, itu hanya foto dan postingan yang identik untuk masing-masing pihak di media sosial masing-masing. Sekali lagi, mereka menghindari gosip karena keluarga Tanoto memperingati mereka sangat keras.
Angela dan Alan sebenarnya tahu kalau keluarga Tanoto hanya tidak mau membuat mereka ketahuan sudah menjadi pasangan sah. Karena tidak mau ribut, terpaksalah keduanya menuruti perintah itu. Lagi pula, menggunggah foto atau kebersamaan mereka tidak begitu penting ke publik. Selama mereka bisa bersama sebagai suami istri, itu jauh lebih penting dna utama.
Sayangnya, pemikiran itu akan segera berubah dalam beberapa menit lagi.
Angela tidak tahu bahwa adanya pengakuan ke publik sebagai pasangan juga merupakan hal paling penting di dunia ini. Bukan hanya sekedar ingin pamer, atau pun memberitahu semua orang mengenai status mereka sebagai pasangan, tapi juga sebagai kekuatan bagi kedua belah pihak jika sesuatu yang buruk telah terjadi.
“Ayo, cepat! Tunjukkan buktinya!” desak seorang wanita yang duduk satu baris dengan Angela dan Gabina di kursi tengah.
“Sabar! Sabar! Angela dan suaminya memang bukan pasangan yang suka mengumbar kemesraan mereka! Aku yakin Angela pasti menyimpan beberapa foto di ponselnya! Ayo, Angela! Tunjukkan kepada mereka betapa tampan suamimu!” ujar Gabina tidak sabaran.
“Gabina!” protes Angela dengan wajah memelas tak berdaya.
Dia hanya ingin menghindari gosip sebisa mungkin, tapi sepertinya akan sulit jika Gabina ikut-ikutan menyudutkannya seperti sekarang.
Karena terus mendapat desakan dari semua orang, Angela tidak punya pilihan lain. “Baiklah! Baiklah! Aku akan menunjukkannya! Tapi, hanya kali ini saja! Suamiku tidak suka digosipkan. Makanya aku menghargai privasinya.”
“Oho! Akhirnya kita bisa melihat pria pilihan Angela seperti apa!”
“Benar! Benar! Kalau dia sungguh sangat tampan. Kira-kira, dia akan setampan apa, ya?”
“Ayo, cepat, Angela! Tunjukkan fotonya!”
Mereka terus saja mendesak Angela hingga membuatnya menghela napas berat sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
“Kalian ini, para wanita kalau membahas soal pria tampan memang paling cepat, ya? Giliran tentang pekerjaan, malah terlihat ogah-ogahan!” celutuk pria yang duduk paling belakang.
“Hush! Diam saja kamu di situ, Milo! Kalau mau naik pamor, kamu juga harus pintar-pintar membuat kharismamu terpancar! Sayang sekali wajah manis seperti dirimu itu harus tenggelam dengan dandanan pekerja elit yang kaku. Kamu terlihat sangat cupu!” tegur seorang wanita di sebelahnya, karena sudah tidak sabar untuk segera melihat foto suami Angela.
Milo Aqua menggerutu dalam diam, memutar bola mata malas dan akhirnya bersandar di tepi jendela mobil dengan helaan napas berat. Sulit untuk menang melawan seorang wanita. Lebih baik diam saja!
“Eh? Ya, ampun. Baterai ponselku habis. Maaf, ya, teman-teman. Nanti saja aku tunjukkan setelah kita selesai dengan pertemuan di hotel,” terang Angela tidak enak hati ketika menyadari ponselnya sudah gelap total.
Semua wanita di mobil itu mengerang kesal karena kecewa. Angela hanya bisa tertawa tidak enak hati. Salah satu rekan kerja Angela berpikir dia sedang berbohong dan mencoba menyalakannya, tapi memang sudah kehabisan daya hingga tidak bisa dihidupkan sama sekali.
“Oh, ya, ampun! Aku benar-benar penasaran seperti apa suamimu, Angela!” pekik wanita yang duduk satu baris dengannya.
Angela hanya bisa tersenyum pahit menanggapinya. Bukan salahnya ponselnya tiba-tiba kehabisan daya, bukan?
***
Tidak berapa lama kemudian, rombongan yang terdiri dari 2 pria dan 5 wanita itu segera tiba di lobi hotel mewah dengan langit-langit tinggi.
Mereka semua baru pertama kali menjejakkan kaki ke hotel tersebut sehingga membuat mereka terpesona tanpa henti.
“Tidak kusangka kalau rekan bisnis kita kali ini adalah sebuah jackpot besar! Mereka bahkan ingin bertemu dengan kita di hotel mahal dan ternama di ibukota!” bisik Valeri dengan setengah terkikik.
“Heh! Tentu saja kita sudah sepantasnya mendapatkan rekan bisnis hebat! Kita sudah mengeluarkan semua kemampuan terbaik kita!” balas Gabina dengan nada sombong, menggosok bawah hidungnya cepat layaknya baru saja memenangkan sesuatu.
Angela tersenyum kecil melihat antusiasme mereka semua. Pertemuan ini akan menjadi titik balik perusahaan mereka. Tapi, yang tidak diketahui oleh Angela bahwa kedatangannya ke hotel itu juga akan menjadi titik balik hidupnya yang luar biasa. Hal yang akan membuatnya merasa ingin menyerah kepada dunia dan ingin mati saja.
Beberapa detik berikutnya, tiba-tiba saja sekumpulan wartawan keluar dari sebuah aula dengan sangat tergesa-gesa. Mereka sangat ribut dan tampak panik ingin saling berlomba menyambut orang penting yang datang ke hotel tersebut.
Jarak aula di mana keluarnya para wartawan itu tidak jauh dari tempat pertemuan rombongan Angela, dan juga tidak jauh dari pintu masuk lobi.
Segera saja, rombongan Angela bisa dengan mudah melihat siapa yang memasuki lobi dengan sekumpulan pria berpakaian hitam yang mengelilinginya sebagai bentuk perlindungan.
“Eh? Ada apa ini? Apakah ada tamu yang sangat penting? Kenapa kita tidak diberitahu terlebih dahulu? Bukankah biasanya pengamanan hotel akan diperketat di mana-mana?” celutuk Milo keheranan.
Joshua menyikutnya sambil menunjuk dengan dagunya. “Sepertinya orang itu tidak perlu keamanan dari hotel. Dia punya keamanan sendiri yang luar biasa.”