Minggu keesokan paginya, Angela sudah menghubungi sahabatnya untuk memeriksa keaslian uang dari butler Anderson.
Di kamar pribadinya, sudah berkumpul tiga orang di sana.
“Gi-gilaaa!!! Ini semua pasti asli, Angela!” pekik Arisa Gunawan yang baru saja selesai memeriksa beberapa lembar uang itu secara acak. Tidak hanya memeriksanya secara manual dengan bantuan rekan kerja yang ikut bersamanya, tapi juga memakai alat khusus.
“Sepertinya, semuanya memang benar-benar uang asli. Jangan cemas. Siapa pun yang memberikan ini, dia tidak berbohong kepada kalian,” lanjut seorang pria muda berwajah manis.
Angela menatap cemas keduanya secara bergantian. “Kalian yakin? Coba periksa semuanya satu per satu. Bagaimana kalau kalian hanya kebetulan memeriksa yang asli saja?”
Arisa dan pria di sebelahnya sama-sama mengerutkan kening.
“Ada apa? Apakah ada masalah?” tanya Angela gugup.
Arisa segera menjawabnya dengan helaan napas berat. “Total uang ini adalah satu juta dollar. Bukan satu juta rupiah, Angela. Sepertinya akan memakan banyak waktu jika kita harus memeriksa semua lembarannya. Mungkin sekitar 3 hari 3 malam. Kamu tahu kalau aku sudah harus bekerja besok, kan? Kalau kamu melakukannya sendirian, memangnya sanggup?”
“Tidak adakah cara lain yang lebih cepat?”
Arisa mengelus dagunya seraya melirik ke arah rekan kerjanya. “Bagaimana, Mike? Apakah ada cara cepat memeriksa semua uang ini?”
Pria bertampang Eropa campuran itu tampak berpikir serius sambil melihat tumpukan uang di depannya. “Tentu saja bisa. Tapi, kita butuh beberapa orang lagi. Minimal bisa menggunakan alat pendeteksi uang. Memeriksanya secara manual satu per satu benar-benar akan sulit dan merepotkan.”
Arisa menghela napas berat untuk kesekian kalinya. Dia menatap Angela dengan cemas. “Kamu dengar sendiri, kan? Menurutku, satu-satunya cara adalah kita memeriksanya sedikit demi sedikit selama beberapa hari. Memangnya, ini uang dari mana, Angela? Jangan bilang kamu korupsi, ya? Apakah ini adalah hasil suap dari orang tentu?”
Ucapan Arisa berhenti sebentar, lalu maju meraih kedua lengan Angela sambil menatapnya serius. “Angela! Aku tahu kalau keluargamu terlilit hutang, tapi cara kotor seperti ini bukanlah gayamu!”
Angela mendengus kesal menatapnya tak percaya. “Siapa yang korupsi? Ini tidak seperti yang kamu pikirkan!”
“Lalu, bagaimana kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?”
Baru saja Angela ingin menjelaskan, tiba-tiba saja terdengar suara benda pecah di lantai bawah disertai dengan suara makian dari Sekar Pramulya.
“Dasar menantu tidak becus! Aku sudah bilang kalau kamu harus berhati-hati saat mengepal di sekitar guci itu! Sekarang, lihat apa yang terjadi? Gucinya pecah! Kamu tahu berapa harga guci itu? 300 juta! Guci itu hanya bisa dipesan khusus di Cina! Tidak sembarangan bisa dibuat begitu saja!”
Mendengar omelan ibunya, Angela segera tertegun kaget.
Bukankah suaminya bilang akan keluar sebentar untuk mengecek toko?
Kenapa dia malah mendengarnya sedang mengepel di lantai bawah?
Apakah dia sudah kembali? Kenapa begitu cepat?
“Tunggu di sini. Aku akan turun sebentar,” ucap Angela pucat, lalu segera berjalan cepat menuju pintu.
“Angela!” tegur Arisa panik, segera mengejarnya tanpa peduli dengan Mike yang terbengong bodoh di tempatnya duduk.
***
Begitu turun ke bawah, Angela membola kaget melihat suaminya ditampar oleh ibunya di depan teman-teman sosialitanya.
“IBU!” teriak Angela marah, berjalan bagaikan badai ke sana.
Alan Gu yang mengira istrinya tidak akan mendengarkan keributan itu segera terkejut dan menunduk malu dengan wajah memerah luar biasa. Sebelah tangannya memegang pipinya yang baru saja ditampar.
Sekar tidak berhenti di situ saja, dia mulai mengomel kembali. Sepertinya tidak mau disalahkan karena telah menampar Alan Gu di hadapan tamu mereka.
“Jangan menyalahkanku! Dia saja yang tidak becus bekerja! Mengepel tumpahan teh saja sampai harus menjatuhkan guci mahal kita? Apa dia itu bodoh? Tidak punya otak?!” gerutunya arogan, membuang muka dengan gaya menyilangkan tangan di dadanya.
Angela mengabaikan alasan ibunya, segera meraih wajah suaminya sambil menatapnya sedih. “Apakah sangat sakit?”
Alan Gu tersenyum kecil, seolah tidak merasakan penghinaan dari ibu mertuanya. “Aku tidak apa-apa. Memang aku yang salah karena tidak hati-hati.”
“Jangan bohong! Bagaimana bisa itu adalah salahmu? Apa masuk akal kalau guci berat dan setinggi itu jatuh karena tersenggol sedikit saja dengan ujung kain pel? Tidak masuk akal! Mereka pasti hanya ingin mempermainkanmu saja!”
Alan Gu terdiam, tapi dia tersenyum lembut yang sedih melihat istrinya ternyata masih mempercayainya kalau dia tidak bersalah.
Seperti yang dikatakan olehnya barusan. Dia memang tidak bersalah. Ibu mertuanya yang secara diam-diam sengaja menjatuhkan guci itu di saat dia lengah. Entah apa maksdunya. Tapi, mustahil Alan Gu menuduh ibu mertuanya tanpa bukti. Lagi pula, kejadian itu begitu cepat sampai dia tidak sadar kalau guci itu sudah jatuh di depannya.
Melihat suaminya diam saja, kemarahan Angela terhadap ibunya semakin menjadi-jadi.
Kemarin saja, sewaktu makan malam, ibunya dengan sengaja mengungkit keberadaaan uang satu juta dollar itu di hadapan semua anggota keluarga.
Saat mereka semua memaksa untuk melihatnya, Angela jelas menolak.
Mungkinkah ini adalah bentuk balas dendam ibunya karena menolak perintahnya?
Kenapa dia harus melampiaskan semua hal kepada suaminya?
Angela sangat marah!
“Ibu! Cukup mempermainkan kami! Jika ibu terus membuat ulah seperti ini, maka aku benar-benar akan pergi dari rumah ini dan memutus hubungan dengan kalian!”
“Kamu! Kamu! Dasar anak kurang ajar! Beraninya mempermalukanku di hadapan banyak orang! Kamu masih saja berani mengancamku akan pergi dari sini? Hah! Kamu sombong! Memangnya kamu bisa benar-benar melakukannya?!” seru Sekar naik darah, menunjuknya dengan sekujur tubuh gemetar luar biasa. Tidak menyangka kalau putrinya yang manis dan penurut, lagi-lagi akan menguji emosinya di hadapan teman-teman sosialitanya.
Sungguh adegan yang memalukan!
Sekar tidak tahan dipermalukan hingga dia tanpa sadar maju dan menamar Angela.
Kejadian itu sangat cepat sampai Alan tidak sempat maju untuk menolongnya.
“Angela!” Suara itu adalah suara yang datang bersamaan dari Alan dan Arisa.
Alan segera memeluknya khawatir. “Kenapa kamu bertengkar dengan ibumu lagi?”
“Kamu pikir aku bisa membiarkanmu dipermalukan terus seperti ini? Aku tidak bisa, Alan! Aku sakit hati melihatmu selalu terluka diam-diam!” ucap Angela gemetar sedih, mulai terisak kecil seraya menatap rapuh suaminya.
“Angela....” gumam Alan dengan wajah semakin khawatir.
Tamu yang berjumlah sekitar 7 orang di sana segera bisik-bisik heboh. Sepertinya, mereka senang melihat adegan persiteruan internal keluarga Tanoto.
Angela yang menyentuh pipinya yang berdenyut perih, menatap ibunya dengan wajah kecewa dan sedih. “Ibu? Apakah harus sejauh ini? Kenapa kalian begitu membenci Alan? Apa salah Alan terhadap kalian?! Aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa? Kenapa, Bu?”
Angela sangat lelah melihat keluarganya selalu saja menghina suaminya tanpa henti. Seolah-olah dia bukanlah manusia yang memiliki perasaan hanya karena dia sangat sabar dan penurut.
Apa yang dikatakan oleh butler Anderson sebelumnya memang benar adanya. Keluarga Tanoto tidak pernah memperlakukan suaminya dengan layak sebagai seorang manusia. Angela mencoba menyangkal hal itu di lubuk hatinya yang paling dalam, karena bagaimanapun, mereka tetaplah keluarganya. Tapi, semakin hari keluarganya berulah, semakin dia tidak tahan dengan kenyataan yang terhampar di depan matanya.
Dengan perlakuan buruk setiap hari seperti ini, bagaimana dia bisa membela keluarganya di hadapan Anderson jika mereka terus memperlakukan suaminya lebih buruk daripada sampah?
Keluarga Tanoto sungguh memalukan!
Angela sangat menyesal telah lahir sebagai putri tertua dari keluarga kejam seperti itu!