Ryota melihat Krystal yang mendiamkannya. Sepertinya gadis itu kesal karena harus berangkat bersamanya.
"Gue akan latihan basket nanti,jadi Lo pulangnya naik taksi!"
"Hem, tau!"
"Inget, jauhin Josh sama Zaki di sekolah. Mereka akan terus bermasalah. Jadi lebih baik gak ikut campur!" Ryota mengingatkan kembali.
Krystal melirik Ryota yang masih sok peduli padanya, padahal mereka sudah tidak lagi berada di rumah.
"Oke, tapi kamu juga harus berhenti mengawasiku!"
Ryota mengerutkan keningnya, dia melihat gadis itu tidak akan menyerah, sebelum dia setuju. "Gue kakak Lo!"
"Tapi kamu gak bersikap kayak seorang kakak!" Krystal menjawab lirih, di rumah besar keluarga Martin, hanya Lionel yang cukup peduli, tapi dia belum melihatnya sejak kemarin.
Ryota mendengarnya, dia sudah berusaha menunjukkan sedikit kepedulian, tapi gadis itu tidak menganggap usahanya. Lagipula, gadis itu juga tidak bersikap seperti seorang adik.
"Arsyla bilang, Lo mau ikut tim inti. Tapi tim putri sudah memiliki anggota lengkap. Mereka juga sudah berlatih lama, lo gak bisa masuk meskipun Lo mau!" Ryota belum tahu seperti apa kemampuan bermain Krystal. "Tapi kalo kemampuan Lo cukup bagus, gue bisa omongin ke pelatih!"
Krystal memikirkan ucapan Arsyla. Pelatih sudah mengakui kemampuannya, dia tidak perlu membuktikan lagi. Jika tim putri setuju mengubah anggota, baru dia bisa masuk.
"Gak perlu. Aku udah gak pengen ikut lagi! Arsyla tahu aku cuma mau jadi tim inti, gak mau jadi cadangan. Tapi kayaknya mereka sulit nerima, jadi gak perlu memaksa!" Krystal bukanlah orang yang suka memaksakan kehendaknya, dia mungkin bisa masuk melalui koneksi Ryota, tapi dia tidak perlu memaksa siapapun. Ada hal lain yang bisa dilakukan untuk mengisi waktunya.
"Nanti temuin gue di lapangan, sepulang sekolah. Denger?"
Krystal tidak tahu apa yang ingin dilakukan Ryota, tapi dia tetap mengangguk.
"Turunlah!"
Ryota ingin merokok sebelum keluar mobil. Dia memperhatikan saat gadis itu keluar mobilnya dengan tidak puas.
Saat itu ponselnya berdering, itu dari temannya. Dia akan menyelesaikan masalah Krystal secepat mungkin.
"Biarkan dia menunggu!"
Menghabiskan sebatang rokok, turun dari mobilnya menuju ruang musik. Disinilah adiknya kemarin menemukan Zaki dan Josh berkelahi. Dia membuka pintu, dah sudah ada beberapa orang di dalam sana.
"Kenapa? Lo kalo mau ngomong ya ngomong aja. Gak perlu ngumpulin kita di sini!" Josh tidak suka dengan hal itu, Ryota memandangnya dengan tatapan merendahkan. Apa yang coba dilakukannya? Ryota hanya anak orang kaya yang kebetulan cukup cerdas, kenapa masih ingin menjadi sok kuat di hadapannya?
Zaki yang terlihat penuh luka lebam dan lemah, hanya diam di pinggir. Dia dibawa kemari oleh temannya Ryota, tapi dia tidak mengetahui apa tujuannya. Setahunya, Ryota bukan orang yang suka ikut campur urusan orang dan tidak akan pernah. Jadi seharusnya ada hal lainnya, hingga memanggilnya juga Josh and the Genk kemari.
"Kalian bisa berkelahi dimanapun. Tapi seharusnya gak disekolah! Bahkan di ruangan ini. Gue harap kemarin adalah terakhir kali!"
Josh tertawa mendengar ucapan Ryota. Dia tidak menyangka Ryota akan peduli dengan perkelahiannya. "Kemarin? Gue gak tahu Lo ternyata sepeduli itu dengan urusan kami!"
Tatapan Josh sangat tajam, dia paling benci orang yang ikut campur urusannya. Terutama jika itu berurusan dengan Zaki. Anak penjahat itu.
"Gue gak peduli!" Ryota melangkah menuju Josh, hingga saat ini mereka hanya berjarak beberapa senti.
Tinggi mereka sama, tapi badan Josh lebih besar. Saat berdiri berhadapan, Ryota akan terlihat lebih lemah. Tapi beberapa orang tahu, Josh bukan lawan Ryota. Latar belakang mereka sama-sama kuat, tapi keluarga Martin masih jauh di depan.
"Krystal tahu Lo sama Zaki berkelahi, dia bahkan pulang terlambat untuk anterin Zaki. Asal lo tahu, keluarga gue hampir panggil polisi karena dia pulang terlambat. Jadi gue peringatin ke Lo, jangan tarik adek gue ke dalam masalah kalian. Dan jauhi dia!" Kalimat terakhir diucapkan Ryota dengan penuh penekanan.
Josh sangat terkejut, kenapa anak baru itu jadi adiknya Ryota. Sejak kapan keluarga Martin memilikinya? Karena keluarganya juga mengenal keluarga Martin, dia tahu pasti hanya ada empat anak di keluarga itu, kenapa sekarang bertambah satu? Apakah Krystal baru saja diangkat oleh keluarga itu?
Kembali fokus ke pokok permasalahan, dia menoleh menatap penuh dendam pada Zaki yang juga sedang melihatnya. Dia tidak menyangka b******n itu cukup beruntung, hingga bahkan Krystal yang menolongnya.
"Gue hanya akan kasih Lo semua peringatan, karena adek gue pulang dengan selamat kemaren. Tapi lain kali, gue bakal benar-benar balas Lo, kalo sampai terjadi sesuatu sama adek gue, karena kebodohan kalian!" Kali ini, Ryota mengatakannya pada semua orang, termasuk Zaki.
Semua orang terdiam, bukan karena benar-benar takut dengan ancaman itu, tapi sangat terkejut dengan fakta, bahwa mereka hampir berurusan dengan keluarga Martin kemarin.
"Santai! Gue sejak awal gak berniat untuk nyakitin adek Lo. Kemarin itu diluar dugaan!" Josh sudah berusaha menjauhkan Krystal dari masalah, karena dia tertarik dengan gadis itu. Tapi tidak menyangka, Krystal masih menemukan Zaki. Dia tidak tahu, apakah gadis itu akan menyalahkannya?
Menatap tajam pada Zaki untuk terakhir kalinya, sebelum dia beranjak pergi bersama teman-temannya. Ryota sedang marah, dia tidak ingin ikut tersulut emosi, jadi lebih baik untuk tidak membuat masalah lebih rumit.
Hanya tinggal Zaki, Ryota dan seorang temannya. Ryota lebih marah pada Zaki, dibandingkan Josh. Dia berjanji akan memukulnya semalam, jadi tanpa banyak kata, dia langsung melepaskan pukulan yang tepat mengenai wajahnya.
"Gue gak pernah peduli dengan Lo dan segala masalah Lo. Tapi Lo berani bikin adek gue anterin Lo, dan dia pulang larut malam sendirian naik motor. Kalo sampai adek gue kenapa-kenapa, gak cuma Lo, tapi semua orang yang terlibat akan terkena masalah b******k!" Ryota menghela napas setelah mengatakannya, karena tidak seperti Josh, Zaki hanya diam saja. Bahkan dalam tatapannya tidak ada emosi yang terlihat. Dia berharap, Zaki memahami ucapannya barusan.
"Adek gak tahu apa-apa. Dia hanya bocah yang ingin melakukan banyak hal, jadi jangan terlalu serius dengan tindakannya. Anggap kalian gak pernah ketemu, berusahalah untuk menjauh, saat bertemu dengannya. Ini yang terbaik buat Lo dan dia!" Ryota menepuk pipi Zaki, meninggalkannya sendirian untuk memikirkan apa yang baru saja dikatakannya.
"Gue sebenernya sama kagetnya sama mereka, gak nyangka anak baru itu adek Lo. Tapi Ryo, gue gak yakin Josh mau dengerin Lo buat jauhin Krystal!"
Ryota mendengarkan ucapan temannya dan setuju. Josh mungkin gak benar-benar menganggap ucapannya. "Setidaknya dia tahu, Krystal bukan gadis biasa yang bisa dia sentuh. Lagian gue belum pernah liat Josh berurusan dengan wanita. Jadi kita pantau aja. Yang perlu gue khawatirkan adalah Zaki. Gue harap Krystal dan Zaki gak pernah ketemu lagi!"
"Yah, Zaki adalah masalah. Situasinya bisa menyeret siapapun untuk ikut terbakar bersamanya!" Mereka tidak bermaksud mengucilkan Zaki, sejak awal mereka hanya menjadi pengamat.
Ryota mengingat adiknya yang cantik tapi menyebalkan, dia hanya bisa menghela napas. Tidak mudah menjadi kakaknya.
_
Mikha terus-menerus menetap Krystal dari waktu ke waktu. Sejak semalam, dia sudah memikirkannya. Pasti ada hubungan antara Ryota dan Krystal, jika tidak, mana mungkin Ryota akan menelpon hanya untuk bertanya tentangnya. Lebih lagi, pagi ini dia melihat Krystal keluar dari mobil Ryota.
"Mikha! Apa yang kamu pikirkan. Ibu sejak tadi bertanya, tapi kamu malah linglung!" Guru Kimia itu melihat kegelisahan Mikha.
Mikha tidak menyangka, jika karena pikirannya yang kacau, dia sampai tidak mendengar ucapan gurunya. "Maaf, buk!"
"Nilaimu masih yang tertinggi, jadi ibu tidak khawatir. Tapi tugas terakhir agak kacau. Kamu melewatkan beberapa proses hingga mempengaruhi hasilnya!"
Mikha tahu, tugas yang kemarin dia kumpulkan tidak dikerjakan dengan baik. Mungkin bahkan bisa dikatakan buruk, guru hanya tidak ingin membuatnya malu.
"Kita akan mengambil nilai hari ini, ibu harap kalian akan mendapatkan nilai memuaskan!" Guru membagikan soal.
Krystal tidak memahami pelajarannya. Dia yakin akan mendapatkan nilai yang buruk, tapi sebisa mungkin mengerjakan soal itu dengan baik.
Dia hampir menjadi yang terakhir mengumpulkan jawaban. Terlihat wajah kusut yang menunjukkan dia sudah berusaha sangat keras.
Saat keluar dari kelas, dia melihat Mikha sengaja menunggunya. "Ada apa?"
"Lo kayaknya kesulitan ngerjain soalnya!"
"Soalnya selalu susah!" Krystal tidak pernah merasa soal-soal itu mudah.
"Gimana kalo kita belajar bareng?" Mikha bisa melihat Krystal agak tertarik.
"Oke, dimana?" Krystal selalu kesulitan memahami pelajarannya, mungkin dengan belajar bersama, dia bisa sedikit lebih mengerti.
Mikha tersenyum puas. Dia akan memberi tahu Krystal posisinya. "Di rumah gue. Ada lima orang lainnya, jadi ada tujuh orang yang akan belajar bersama nanti!"
"Bagus, aku akan ke rumahmu nanti. Beritahu saja alamatnya!" Krystal sedikit menyesalkan dia tidak bawa motor sendiri.