Hukuman untuk Krystal

1949 Kata
Krystal berjalan menuju ruangan baca neneknya, karena menurut pelayan, neneknya sedang menunggunya. Seseorang juga berjalan dari arah lain menuju lantai dua. Dalam beberapa hari, kecuali di meja makan, ini pertama kalinya Krystal melihat dengan Elliot. Dia sempat berpikir, kakaknya itu adalah seorang penyendiri. Apakah Tentara tidak suka mengobrol? Karena dia belum pernah melihat kakaknya mengobrol dengan orang-orang di rumah ini. Keberadaannya benar-benar tidak tersentuh. "Kakak!" Krystal menyapa saat keduanya berpapasan. Elliot juga sudah melihat Krystal sejak lama. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah. Terlihat kusut dan wajah lelah itu benar-benar kentara. "Kamu bisa mandi dan ganti bajumu, baru temui nenek!" Elliot melihat gadis itu agak terkejut. Krystal tidak menyangka kakaknya benar-benar mau bicara dengannya. Hei, ini adalah pertama kalinya. Dia menunduk melihat penampilannya. Tentu saja dia juga agak bau sekarang. "Tapi kata Ryota, nenek sudah menunggu. Dia mungkin khawatir, aku pulang terlambat!" "Aku akan menjelaskan pada nenek. Pergilah mandi!" Elliot masih memandang gadis muda di depannya tanpa ekspresi. Gadis itu sepertinya setuju dengannya. "Dan panggil Ryota dengan benar, meskipun hanya satu tahun, dia tetap lebih tua darimu!" Krystal mengangguk, dia akan memanggil laki-laki pemarah itu kakak, saat dia mau nanti. Elliot bisa melihat ketidaksetujuan gadis itu, berbeda dengan sebelumnya. Sepertinya Ryota harus berjuang lebih keras untuk menjaga adiknya ini. Diantara semua orang di rumah ini, selain neneknya, Ryota lah yang tulus dengan penerimaannya dengan kedatangan Krystal. Hanya saja keduanya selalu berkonflik tanpa dasar. Melihat gadis itu berbalik pergi, dia pun melanjutkan langkahnya menuju ruangan belajar neneknya. Bukan hanya ada sang nenek, ada papa, mama dan adiknya. Dia tidak menyangka akan seramai ini. "Kamu sudah memutuskan untuk kembali ke perbatasan? kenapa sangat cepat!" Esma sudah mendengar dari menantunya, tentang keputusan cucu tertuanya itu. Elliot masih tanpa ekspresi, dia mengangguk yakin. Awalnya dia memang butuh waktu, tapi setelah melihat beberapa hal yang terjadi di rumah akhir-akhir ini, dia memutuskan untuk kembali. Dia bisa melihat banyak hal setelah kedatangan Krystal. Gejolak tersebut menyadarkannya, jika perubahan dalam hidup tidak bisa dihindari. Ada yang datang dan pergi, tidak peduli kita bisa menerimanya atau tidak. "Sayang, nenek bangga padamu!" Esma bisa melihat cucunya sedikit berbeda. Ada keinginan kuat yang terpancar dimatanya. Seperti tahun-tahun sebelumnya. Sepertinya cahaya yang hilang semenjak rekannya meninggal telah kembali saat ini. "Kamu akan berangkat kapan?" Keenan bertanya dengan perasaan puas. Bisa terdengar dari nada bicaranya. Keenan bisa merasakan, semakin bertambah usia, Elliot jadi semakin jauh darinya. Mereka hanya bisa menghabiskan sedikit waktu setiap tahunnya, tapi dia tidak bisa mengeluh tentang itu, putranya itu selalu berkeinginan kuat dan tidak memberinya kesempatan untuk berkomentar. "Minggu depan. Aku masih memiliki hal yang harus dilakukan sebelum berangkat!" Nadine memeluk lengan putranya. "Jaga dirimu, dan kembalilah lebih sering!" "Iya, Ma!" Elliot langsung setuju. "Nenek, tadi aku bertemu dengan Krystal di depan. Tapi melihat wajah lelahnya, aku memintanya untuk bersih-bersih lebih dulu!" Elliot bisa merasakan tubuh mamanya menegang, setelah dia membicarakan tentang Krystal. Tidak bisa dipungkiri, mamanya tidak akan bisa menerima keberadaan gadis itu di keluarga ini. "Pantas saja, tadi pelayan sudah menyampaikan kalau Krystal sudah pulang. Tapi kenapa belum sampai sini!" Esma kembali menunjukkan wajah khawatir. "Maaf, Nek!" "Tidak! Kamu melakukan hal yang benar. Meskipun nenek sangat ingin melihatnya, seharusnya nenek memikirkan Gadis itu pasti lelah!" Esma menghela napas, dia jadi tidak berpikir dengan baik karena perasannya. Seseorang masuk menarik perhatian semua orang, karena tidak lebih dulu mengetuk pintunya. "Maaf, nyonya. Saya sudah mendapatkan identitas dari teman yang diantarkan nona Krystal!" Siska melaporkan pada Nadine, tapi dengan sengaja juga ingin semua orang tahu. Nadine mengangguk dan meminta Siska untuk bicara. Dia datang ke ruangan ini untuk memberitahu mertuanya, kalau mereka bisa menanyakan pada petugas keamanan sekolah dan meminta rekaman cctv. Dia tidak ingin ikut campur dalam hal yang berkaitan dengan gadis itu, tapi setelah melihat rekaman cctv, dia ingin menunjukkan pada mertuanya. Keenan langsung menghubungi pihak sekolah tentang masalah itu. Dia juga ingin tahu, siapa orang yang berani meminta anak keluarga Martin untuk mengantar dan menundanya hingga larut malam. Mereka melihat rekaman cctv yang dikirimkan dan merasa sangat marah. Karena teman itu ternyata laki-laki. Siapa laki-laki pengecut yang berani melakukan tindakan seperti itu? Saat dia akan bertanya pada pihak sekolah, karena mereka pasti akan mengenali siswa mereka sendiri, tapi Nadine menyarankan agar tidak mempersulit pihak sekolah. "Siapa anak laki-laki itu? Dari keluarga mana dia berasal!" Keenan masih tetap tenang, tapi kemarahannya sangat jelas. "Dia putra seorang narapidana. Ini seluruh informasi yang saya dapatkan, tuan Keenan!" Siska memberikan ponselnya, dimana disana ada keseluruhan informasi yang dia dapatkan. Nadine mengangguk puas, gadis seperti itu terlalu bodoh dan tidak layak menjadi bagian dari keluarga Martin. Esma juga merasa terkejut setelah mengetahui fakta tersebut. Bagaimana Krystal bisa bertemu dengan teman seperti itu? Bukan karena dia anak seorang anak narapidana, tapi karena ada banyak catatan perkelahian selama masa sekolahnya. Dia khawatir cucunya memiliki teman seperti itu. Ryota memasuki ruangan yang memang tidak tertutup, dia melihat wajah tegang semua orang. "Ryota, kamu kenal anak ini?" Keenan melemparkan ponsel itu pada Ryota dengan kuat. Ryota terkejut, ponsel itu hampir mengenai kepalanya, tapi untung saja kak El berhasil menangkapnya sebelum ponsel itu sempat menyentuhnya. "Papa!" Ryota takut, dia tidak tahu kenapa papanya sangat marah. Jadi dia mengambil ponsel yang diulurkan kakaknya, melihat siapa yang sedang ditanyakan oleh papanya. Mengerutkan keningnya, dia tentu mengenalnya. "Dia Zaki, Kami satu angkatan. Ada apa?" "Ada apa kau bilang? Bagaimana kau mengawasi adikmu, hingga baru beberapa hari, dia sudah mengenal orang seperti itu!" Keenan tahu Ryota selalu bermain-main, tapi dia tidak mengira anak itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Mendapatkan kemarahan dari papanya, Ryota tidak membela dirinya. Karena dia juga merasa kecolongan, bagaimana Krystal bisa mengenal Zaki? Dan jangan bilang Zaki adalah teman yang diantarkan Krystal? Ah, kenapa dia tidak menyadarinya saat melihat video itu? Banyak pertanyaan di kepalanya. Di saat itu, Nadine menyuruh Siska keluar. Dia tidak ingin diskusi keluarganya didengar orang lain. "Sayang, apakah anak itu berbahaya?" Esma berharap apa tidak akan seburuk yang tertera di ponsel Siska. Karena ini adalah cucu yang akhirnya dia temukan keberadaannya, dia tidak ingin hal buruk terjadi padanya. "Em, dia tidak berbahaya. Tapi memang anak yang bermasalah!" Ryota mengepalkan tangannya, berharap hari esok segera tiba, agar dia bisa memukul laki-laki itu. "Mungkin Krystal belum tahu tentang anak itu. Dia baru beberapa hari di sini!" Elliot menyela mereka, dia merasa mereka semua jadi sangat gugup. Padahal setahunya, papa dan neneknya adalah orang yang tenang. "Yah, pasti cucuku tidak tahu apapun. Syukurlah dia pulang dengan selamat!" Esma menenangkan dirinya, dia tidak ingin terpengaruhi oleh emosi. Pak Lim di luar ruangan mendengar semuanya. Dia juga terkejut. Saat itu dia melihat nona mudanya berjalan mendekat. Tampak jika nonanya baru saja mandi. Nonanya tampak santai, tanpa tahu dia baru saja melewati bahaya. "Nona, masuklah!" Pak Lim tampak bingung saat nonanya tersenyum lebar mengangguk padanya. Sangat kontras dengan emosi orang-orang di dalam ruangan. Krystal melihat ada banyak orang di dalam sana. Dia tidak tahu, apa yang sedang mereka bicarakan sebelumnya. Tapi dari wajah tegang semua orang, mereka tampaknya marah. "Nenek!" Krystal berjalan mendekat pada neneknya dan memeluknya. "Maaf, membuat nenek khawatir. Aku seharusnya bilang lebih awal kalau pulang terlambat!" Ryota menunduk setelah melihat gadis itu bersikap manja pada neneknya. Dia tahu, Krystal sedang membujuk, sayangnya itu tidak berguna lagi, setelah mereka mengetahui tentang Zaki. Memikirkan tentang Zaki, dia kembali merasa marah. "Kenapa kamu pulang terlambat?" Krystal tahu ayahnya sudah mengetahui alasan keterlambatannya, tapi masih bertanya agar dia menjelaskan sendiri. "Aku latihan basket, pulangnya aku melihat seorang teman terluka. Jadi aku mengantarnya!" Krystal melihat semua orang masih diam memandanginya, sepertinya penjelasannya kurang memuaskan. Dia dengan sengaja melirik Ryota, kakaknya itu mendengarkan tapi tidak membantunya bicara. "Aku juga membelikannya makanan dan obat, karena dia mungkin akan demam nanti. Lukanya cukup parah, tapi dia tidak ingin ke rumah sakit!" "Sejak kapan kalian berteman, hingga sepertinya kalian sangat dekat, hingga kau cukup peduli padanya!" Keenan ingin melihat apakah Krystal mengenal temannya itu cukup baik, atau hanya kenal biasa. Karena dua hal itu berbeda. Krystal tidak mengerti, kenapa ayahnya harus menanyakan hal seperti itu. Apakah ayahnya curiga dia berhubungan dengan anak laki-laki dalam artian yang berbeda? "Aku hanya bertemu dengannya dua kali!" "Kenapa kamu mau mengantarnya? Apakah dia tidak bisa pulang sendiri? Dia laki-laki, tapi masih ingin mengandalkan anak perempuan untuk pulang ke rumah!" Elliot tidak tahan untuk tetap diam, dia juga tidak bisa menerima jika ada anak laki-laki yang memanfaatkan adiknya. Tapi Krystal menganggapnya berbeda. Dia merasa semua orang sedang menyudutkannya. Apakah mereka tidak malu menindas gadis kecil ramai-ramai? "Dia berkelahi dengan seseorang. Tidak, kupikir lebih tepat dikatakan dia dipukuli. Dan aku merasa bersalah!" Krystal tidak suka dengan perasaan ditanyai seperti sekarang, tapi dia merasa takut. "Kamu ikut memukulinya?" Ryota bertanya bingung. "Tidak! Kenapa aku memukuli orang?" Krystal merasa situasinya jadi lebih berat. Sepertinya ada kesalahpahaman dan dia harus menceritakan semuanya sejak awal. Dia bercerita mulai dari dia mendengar erangan di lorong sepulang sekolah. Dia yang gagal mengetahui apa yang terjadi, tapi malah dibelikan makanan oleh Josh, sang pelaku pemukulan. Dia bercerita sampai dimana dia membeli obat untuk Zaki. Semua orang memiliki reaksi yang berbeda-beda. Karena mereka tidak menyangka kalau situasinya seperti itu. "Zaki tidak menipumu kan? Apa dia benar-benar terluka parah hingga tidak bisa pulang sendiri?" Esma tidak meragukan ucapan cucunya, tapi dia ragu dengan karakter orang lain. Krystal mengangguk, dia buru-buru mengeluarkan ponselnya. Menunjukkan gambar yang dia ambil untuk bukti pada sang nenek. "Aku tadinya berpikir itu kasus kekerasan, jadi aku memotret untuk mendapatkan bukti. Lihat, dia sangat terluka!" Esma melihat foto itu dengan ekspresi kompleks. Karena anak laki-laki itu tampak menyedihkan. "Anak baik, kamu anak yang pemberani. Tapi, lain kali jangan gegabah. Menolong orang lain harus lebih dulu mementingkan diri sendiri. Atau mungkin kamu yang nantinya bisa terluka?" Esma memahami niat baik cucunya, dia puas dengan bagaimana anak itu memiliki rasa empati yang tinggi. Tapi dia juga tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya. Bagaimanapun, asal-usul anak itu tidak baik. "Jika memang dia tidak salah, kenapa tidak melaporkan pada pihak sekolah?" Nadine tidak puas dengan bagaimana situasi menjadi seperti ini. Anak w*************a itu pandai membujuk. Krystal sebenarnya tidak ingin menjawab, tapi melihat neneknya penasaran, dia hanya bisa menjawabnya. "Meskipun terlihat seperti aksi kekerasan, tapi Zaki bilang itu perkelahian. Meskipun aku mau menjadi saksi, juga memiliki bukti, Zaki tidak berniat melaporkannya!" Krystal tidak sengaja melihat ke arah Elliot. Kakaknya itu juga menatapnya. Elliot tidak menyangka memiliki adik yang pemberani. Untuk ukuran anak remaja yang baru mendapatkan KTP, keberanian Krystal sudah sangat bagus. "Kamu tahu alasan Josh dan Zaki berkelahi?" Ryota menanyakan hal yang sangat penting sekarang. Semua orang menunggu jawabannya. Mereka tidak tahu masalah apa yang terjadi diantara anak-anak muda itu, tapi mereka merasa harus tahu, setelah sampai sejauh ini. "Enggak tau!" Krystal menjawab dengan jujur, dia hanya percaya Josh pasti punya alasan, dan Zaki juga. Dia tidak ingin ikut campur dalam urusan mereka. Ryota sekarang yakin, Krystal tidak tahu apapun tentang Zaki ataupun Josh. Artinya mereka tidak cukup dekat, itu hal yang melegakan. "Jangan dekat-dekat dengan dua orang itu lagi. Kamu mengerti?" Ryota memperingatkan. Krystal tidak suka diatur dengan siapa dia berteman. Tapi karena merasa lelah, dia tidak ingin berdebar. Hanya mengangguk dengan patuh. "Sebagai hukuman karena pulang terlambat dan membuat nenekmu khawatir, kamu tidak boleh naik motor lagi!" Keenan memutuskan dengan tegas. Krystal memalingkan wajahnya pada neneknya, meminta pembelaan. Dia tahu dirinya salah, tapi kenapa semua orang ingin mengambil kebebasannya? "Kamu bisa pergi ke sekolah bersama kakakmu. Nenek akan merasa lebih tenang!" Esma kali ini setuju dengan Keenan. Dia berpikir akan mengizinkan Krystal naik motor lagi setelah anak itu sedikit lebih dewasa. Krystal yang sudah lelah tahu kalau dia tidak bisa membantah. Kekecewaannya dia tunjukkan pada Keenan. Entah kenapa, dia semakin tidak bisa memanggilnya ayah. Laki-laki itu tidak seperti ayah teman-temannya. Nadine tidak puas dengan hasilnya. Sia-sia, dia seharusnya tidak ikut campur sejak awal, jika hanya seperti ini hasilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN