Menunggu jemputan

1496 Kata
Banyak anak yang ingin berteman dengan Krystal. Gadis itu mudah bergaul, karakternya yang ceria menginfeksi sekitarnya jadi lebih hidup . Penampilannya sedikit berantakan, tapi tidak buruk. Pada pelajaran pertamanya, Krystal sudah dimarahi, karena tidak menyimak gurunya malah menggambar. "Kami nanti mau nonton basket sepulang sekolah, kamu mau ikut gak?" Mikha tidak suka orang-orang yang tidak terlihat keren menjadi temannya, tapi anak baru itu cukup keren untuk diajak berteman. "Basket? Aku mau!" Topik yang akhirnya bisa menarik Krystal dari kertas bergambarnya. "Aku jago main basket loh!" "Iyakah? Kamu harusnya ikut tim basket putri. Mereka kemarin baru saja memilih tim inti. Tapi jika kamu tertarik, aku bisa membantu mengajukanmu. Tapi kamu harus benar-benar hebat, jika tidak kamu juga bisa mengisi tim cadangan dulu!" Mikha semakin menyukai Krystal. Krystal melihat anak perempuan lain di sekitar Mikha. Mereka semua bernampilan keren. Sepertinya mereka bermaksud memasukkannya ke circle mereka. "Aku gak mau jadi cadangan. Kemampuanku sangat bagus, cadangan bukan gayaku!" Krystal merasa tidak puas, dia sebelumnya jadi andalan di tim basket sekolahnya. Kenapa dia mau jadi cadangan di sini? Teman-teman Mikha sedikit tidak suka mendengar kesombongan Krystal. Mereka pikir Krystal terlalu melebih-lebihkan kemampuannya. Tapi karena mereka berniat berteman dengannya, tidak ada komentar keluar dari mulut mereka. Mikha hanya tertawa, dia suka kepercayaan diri Krystal. Dia ingin melihat si anak baru ini hanya membual atau memang sehebat itu. "Baiklah. Hari ini kita akan melihat anak-anak basket putra. Aku juga akan mengantarkanmu bertemu dengan kak Arsyla. Dia kapten tim!" Mikha hanya peduli untuk berteman dengan Krystal, karena melihat Krystal gadis cantik dan menarik. Dia tidak akan mau berteman dengan anak perempuan cupu. Krystal sudah banyak dibicarakan oleh anak-anak di sekolah tersebut. Penampilannya yang menarik dan juga wajah cerianya memberikan kesan baik. Tapi ada juga yang tidak menyukainya, beberapa meremehkan, menganggapnya hanya mengandalkan wajah cantik untuk menarik perhatian banyak orang. Ada banyak gadis cantik di sekolah, tapi Krystal sedang menjadi yang paling menarik, karena statusnya sebagai anak baru. "Lo udah denger tentang anak baru. Dia adek kelas kita!" Seorang bicara dengan antusias. Beberapa orang hanya mengabaikannya. Karena mereka sudah melihatnya lebih dulu pagi tadi. "Poin utamanya dia tinggi, badannya proporsional dengan wajahnya yang cantik. Jadi banyak anak laki-laki yang penasaran." "Yang kita liat pagi tadi kan? Dia katanya dari Bali. Anak pantai dong!" "Belum tentu begok! Gak semua anak Bali itu anak pantai!" Seru seseorang sambil menertawakan temannya itu. Jika Krystal melihat mereka, dia akan mengenalinya. Karena dia tadi bertemu mereka setelah dari kantor. Seorang dengan wajah penuh luka lebam mendengar percakapan anak-anak itu. Dia juga langsung tahu siapa anak perempuan yang sedang mereka bicarakan. Karena anak baru itu juga bertemu dengannya pagi tadi. Bahkan mencoba bersikap baik padanya. Tapi mungkin anak baru itu akan menyesalinya setelah tahu siapa dirinya. _ Krystal melihat kakaknya di lapangan basket. Dia hendak memanggilnya, tapi Ryota yang sudah melihat keberadaannya malah langsung memalingkan wajahnya. Seolah-olah tidak mengenalnya. "Ada apa? Kamu mengenal salah satu dari mereka?" Mikha bertanya, karena sempat melihat Krystal akan melambaikan tangan, tapi menariknya lagi. Krystal mendengus, dia kemudian menggeleng. "Enggak, ketekku basah. Aku ingin menganginkannya!" Mikha mengernyit melihat ke arah lengan Krystal yang sedang diangkat. Dan bernapas lega, ternyata Krystal hanya beralasan. Dia tertawa, melihat lagi ke arah lapangan. "Mereka semua sangat keren. Oh, aku suka Ryota. Kamu jangan menyukainya juga! Atau kita akan bermusuhan nanti!" Mendapatkan peringatan dari Mikha, Krystal ingin tertawa. "Gak suka, bukan tipeku! Apalagi yang sok keren disana!" tunjuk Krystal pada sosok Ryota. Mendengar Krystal tidak suka dengan Ryota, Mikha tersenyum senang. Tapi tidak dengan teman-temannya yang lain. Jika bukan Ryota, pasti anggota tim basket yang lain. Mereka punya orang yang mereka kagumi, dan berharap akan bisa dekat. Perasan terancam membuat mereka sedikit waspada. Krystal merasakan sedikit permusuhan dari sekitarnya. Padahal mereka baru mulai berteman beberapa jam yang lalu. Senyum mereka sudah palsu, hanya karena anak laki-laki. Kekanakan! "Mereka mainnya bagus, aku jadi ingin maen juga!" Dia benar-benar sudah ingin ikut main. Tapi pasti tidak diizinkan, karena tim basket putra sedang latihan. "Mereka memang bagus. Terutama Ryota, dia keren banget!" Mikha melambaikan tangannya senang, saat Ryota melihat ke arahnya. Ryota sering melihat ke arah kursi penonton. Dia awalnya melihat salah satu anak perempuan yang familiar, tidak menyangka ternyata Krystal belum pulang dan malah melihatnya latihan basket. Saat istirahat, teman-temannya membicarakan tentang Krystal. Dia tidak melihat gadis itu begitu istimewa, kenapa mereka begitu memperhatikannya? Menegak minumnya, dia hanya mendengarkan perbincangan mereka tanpa niat untuk bergabung. Mengusap keringat dengan handuk kecil, sambil sesekali melirik ke arah kursi penonton lagi. Anak itu sudah menarik banyak lebah. "Eh, tadi kayaknya Josh mukulin Zaki lagi!" "Kenapa lagi mereka? Anak-anak nakal itu kayaknya pilek kalau gak ganggu si Zaki!" Ryota juga tahu tentang perlakuan yang dialami Zaki selama di sekolah. Meskipun mereka tidak pernah berteman, karena pernah sekelas saat kelas satu, jadi dia pun sedikit tahu. "Si Zaki juga kenapa gak pindah sekolah aja sih. Betah amat, dihajar sama si Josh dan para anjingnya!" sanggah teman dekat Ryota. Dia sebenarnya juga tidak suka melihat keberadaan Zaki di sekolah ini. Ryota dulu sempat berteman dengan Zaki, meskipun tidak terlalu akrab. Melihat anak itu sering menjadi sasaran kebencian juga tidak membuatnya senang. Tapi dia juga tidak berniat untuk berdiri membelanya, perasannya murni karena kemanusiaan. Dia tidak memiliki ikatan emosi apapun terhadap orang-orang tidak relevan. _ Ketika anak-anak sedang membicarakannya, Zaki saat ini sedang menyalin catatan di perpustakaan. Dia tidak masuk ke kelas hari ini, karena wajahnya penuh lebam. Guru akan mempertanyakan dari mana luka itu berasal. Setelah itu, jika dia mengatakan ada anak yang merundungnya, guru hanya akan memberikan peringatan. Sangat sia-sia, jadi lebih baik jika dia menghindari guru. Saat itu sudah hampir sore, perutnya sangat lapar. Dan saat ini dia harus segera pergi ke tempat kerja. Pekerja paruh waktu sepertinya tidak boleh melakukan kesalahan kecil sedikitpun. Atau dia mungkin akan kehilangan pekerjaan itu. Menyeret kakinya keluar menuju gerbang, dia melihat si anak baru yang sedang bicara dengan Ryota. Anak baru itu sepertinya ingin naik mobil Ryota, tapi Ryota menolaknya. Karena setelah itu Ryota membawa mobilnya meninggalkan halaman sekolah, dan si anak baru terlihat marah. Dia pikir anak baru itu sedikit berbeda, tapi ternyata sama saja. Di hari pertama, sudah langsung mendekati Ryota, idaman banyak anak perempuan di sekolah ini. Krystal juga merasakan ada orang lain, saat menoleh dia melihat sosok akrab. Tersenyum lebar, dia melambaikan tangannya. "Kamu juga belum pulang? Eh, lukamu tidak terlihat membaik. Kamu gak obatin?" Luka memar seperti itu harusnya dikompres, dan beberapa luka lainnya bisa dikasih salep. Masih ada plaster di wajah anak laki-laki itu, sepertinya belum diganti. Zaki tidak berminat untuk menanggapi. Kepedulian anak baru itu membuatnya tidak nyaman. Sepertinya anak baru itu belum tahu siapa dirinya. Merasa diabaikan, Krystal hanya berdiri diam saat Zaki berjalan melewatinya. Anak laki-laki itu tampan tapi tidak setampan Ryota. Zaki sedikit lebih baik maskulin, tapi hanya itu saja. Tidak cukup untuk menarik perhatian anak perempuan. Tapi Krystal tertarik, wajah dinginnya itu memberikan perasaan gelisah. "Boleh bareng gak?" Padahal dia tidak tahu dimana rumah anak laki-laki tersebut, hanya berpikir mereka akan cepat akrab jika pulang bersama. Zaki mengerutkan keningnya, dia tidak tidak menyangka anak baru itu akan mengatakan kalimat seperti itu. Mereka bahkan tidak saling tahu nama masing-masing, kenapa anak baru itu begitu mudah mengajak orang lain pulang bersama? Dia akhirnya mengerti apa yang baru saja terjadi, sepertinya si anak baru itu juga mengatakan hal yang sama pada Ryota. "Aku jalan kaki!" "Hah?" Krystal hampir mengira dia salah dengar. Kemudian dia melihat anak laki-laki itu akan pergi begitu saja. Menyesal, seharusnya dia tadi menerima tawaran Mikha untuk pulang bersama. Tapi dia malah menunggu Ryota, dan pada akhirnya dia ditinggalkan. Mana dia juga sudah bilang pada sopirnya akan pulang bareng kakaknya. Sekarang dia harus kembali menghubungi sopirnya untuk menjemput. "Aku lagi nunggu jemputan!" Zaki tidak mengerti apa maksud si anak baru itu. Tapi dia sama sekali tidak menghentikan langkahnya menuju gerbang. Anak baru itu mudah sekali bicara dengan orang lain. "Kamu pulang ke arah mana?" Krystal tidak mau menunggu sendirian, jadi dia mengikuti langkah kaki Zaki dan mencoba memintanya untuk menemaninya sebentar. Nanti dia bisa meminta sopirnya mengantar anak laki-laki itu juga. Zaki ingin mengabaikan si anak baru itu, tapi anak baru itu malah mengikutinya. Dia benar-benar tidak mau mendapatkan masalah baru. "Tunggu aja di pos penjagaan!" "Oh!" Krystal melihat kalau anak laki-laki itu tidak suka dengannya. Kalimat terakhir itu benar-benar menghentikannya. Zaki merasa anak baru itu tidak lagi mengikutinya. Sepertinya dia tadi agak keterlaluan. Tapi mereka tidak saling mengenal, akan lebih baik jika anak baru itu tidak mengajaknya bicara lagi di masa depan. Saat sampai di gerbang, Zaki berhenti di pos penjagaan dan bicara pada satpam, agar melihat si anak baru itu yang akan menunggu jemputan. Bagaimanapun ini hari pertamanya di sekolah. Dia melanjutkan langkahnya menuju jalan raya. Tapi baru beberapa langkah, dia kembali menoleh ke belakang. Mengingat pada ekspresi anak baru yang mencoba bicara padanya seolah mereka adalah teman. Dalam hidupnya, dia selalu memiliki masalah. Tidak ada kebaikan yang menghampirinya. Dan ini pertama kalinya dia merasa kebaikan memang tidak cocok untuknya. Mengeraskan hatinya, menatap langit penuh kekecewaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN