Daniel sedang sibuk dengan segala macam rancangan yang akan segera launching dalam waktu dekat ini. Beberapa gambar berserakan di atas mejanya, memijat keningnya yang mulai berdenyut, benar-benar semuanya harus selesai dalam waktu dekat. Pria itu bukan hanya pusing memikirkan tentang pekerjaan, tetapi juga memikirkan perangai istrinya yang semakin kesini semakin begitu sangat keterlaluan sekali.
Pikirannya kembali teringat pada sosok gadis yang beberapa hari ini memenuhi hati dan pikirannya. Sudah dua hari berlalu sejak mereka bertemu sore hari itu dan Daniel menceritakan semua tentang kehidupan rumah tangganya, mereka belum bertemu kembali. Pria itu begitu sangat sibuk, sehingga tak bisa menyempatkan waktu untuk datang ke toko kue milik, Nara.
Nara, gadis yang berhasil membuat hatinya menghangat setiap kali bertemu dan bayangan wajah cantik juga tatapan mata teduhnya itu berhasil membuatnya tak mampu berpaling. Senyuman di wajahnya, benar-benar menyejukkan hati dan juga tatapannya seakan memberikan cinta yang nyata.
Daniel merasa gila dengan perasaannya sendiri, tak menyangka jika pria itu akan masuk ke dalam sebuah lingkaran cinta yang tak tahu harus kemana menujunya. Pria itu menjadi sedikit tidak waras, karena selalu melihat bayangan Nara disetiap sudut ruangannya itu.
“Argh! Nara … kenapa wajahmu selalu memenuhi pikiranku. Bahkan, berkas-berkas ini saja, tercetak wajahmu yang cantik.”
“Nara … apakah mungkin aku sudah mulai merasakan jatuh cinta padamu?”
“Aku … aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Sekalipun, aku jatuh cinta pada Mira, tapi rasaku padanya dan padamu … itu sangatlah berbeda.”
“Semua ini … memang sangat membingungkan sekali.”
“Ya Allah, sebenarnya hatiku ini kenapa?
Merasa tak bisa mendapatkan jawaban dari apa yang dicemaskan olehnya itu. Akhirnya, ia kembali fokus pada pekerjaan terlebih dahulu. Semuanya semata-mata agar semua pekerjaan yang saat ini masih berserakan pun, selesai dalam tepat waktu.
Sore harinya, karena kemarin terlalu sibuk dengan segala macam pekerjaan dan demi untuk melepaskan rasa rindu yang kian membara, Daniel mengendarai mobilnya menuju ke toko kue Nara. Ia tak sabar rasanya untuk melihat gadis itu dan bercengkrama bersama dengan gadis cantik yang selalu meneduhkan hatinya.
Sesampainya di toko, Daniel lebih dulu mengambil tempat di sudut ruangan karena melihat kondisi toko yang begitu sangat ramai. Ia tak ingin mengganggu gadis itu dulu, karena saat ini banyak sekali pelanggan yang datang dan membeli berbagai macam aneka kue yang disediakan. Dari posisinya, Daniel bisa melihat dengan jelas gadisnya yang begitu sangat ramah pada pelanggan dan juga selalu tersenyum manis.
Setiap kali melihat senyumannya, pria itu merasa seperti ada getaran yang tidak biasa di dalam hatinya itu. Sungguh, dia benar-benar merasa sangat bahagia setiap melihat gadis itu tersenyum manis dan berbicara lembut. Entah mengapa, hati Daniel selalu menghangat jika melihat hal tersebut. Anehnya, ia tak pernah merasakan hal ini bersama dengan istrinya. Selalu merasa ada yang berbeda saja ketika bersama dengan gadis itu dan istrinya.
Entahlah, Daniel sendiri tak bisa mengerti dengan apa yang dirasakan olehnya itu. Mungkin, semua ini juga terjadi karena ada penunjang dari istrinya yang tak pernah memperlakukannya dengan baik. Selalu saja keras dan kasar, maka dari itu saat bertemu dengan Nara yang penuh dengan kelembutan … pria itu merasa seperti ada sesuatu yang berbeda di dalam hatinya.
Satu persatu pelanggan toko kue Nara, sudah selesai dengan belanjaannya dan mereka pun pergi dari toko. Gadis itu melihat Daniel yang sedang berada di sudut ruangan, langsung menghampiri dan memberikan senyuman manis pada pria itu.
“Mas, sudah lama?”
“Ya, lumayan. Tadi kamu sedang melayani pelanggan. Jadi, aku duduk di sini.”
“Ya Allah, maaf ya, Mas. Jadi menunggu lama.”
“Tidak masalah. Aku masih siap menunggumu kok,” kelakarnya.
“Ih, Mas … apaan sih? Menunggu apa coba?”
“Ya menunggu apa saja, deh,” jawab Daniel merasa salah tingkah karena di tatap sedemikian rupa oleh gadis itu.
“Dasar. Oh iya, mau beli kue atau ….”
“Kalau bisa membeli kamu, aku akan membeli kamu untuk menemani di sisa waktuku.” Daniel kembali berkelakar membuat Nara terbelalak dan memukul lengannya.
“Mas, ih. Berhenti bercanda dong.”
“Hehe, maaf ya.”
“Jadi, Mas ke sini mau apa?”
“Loh ya mau beli kue dong. Sekalian ketemu kamu juga.”
“Mau kue apa? Aku ambilkan atau aku temani?”
“Temani saja, sekalian rekomendasikan kue mana yang enak dimakan saat bersantai.”
“Baiklah. Ayo!”
Nara dan Daniel jalan berdampingan menuju ke rak-rak kue yang sudah kembali penuh itu. Gadis itu mengambil beberapa rekomendasi kue yang enak dan bisa dimakan saat bersantai. “Mas, kenapa kamu sering datang kemari?”
“Untuk membeli kue. Memangnya, untuk apa lagi?”
“Tapi, kamu sering menghabiskan waktu di toko kue ini cukup lama. Memangnya, istrimu tidak mempersalahkan hal itu, Mas?”
“Haha ….” Daniel tertawa terbahak-bahak, mendengar pertanyaan sederhana tapi mampu membuat perutnya geli.
“Mas, kok tertawa?” Nara menoleh ke belakang, menatap bingung ke arah Daniel yang masih tertawa terbahak-bahak. “Aku sedang tidak bercanda, Mas.”
“Iya, maaf. Tapi aku merasa ada candaan di pertanyaanmu itu, Nara.”
“Hei, tapi aku tidak niat bercanda.”
“Iya … iya … aku tahu …. Nara, memang sejak kapan wanita itu peduli padaku?”
“Ya mana kutahu, Mas. Aku kan hanya bertanya.”
“Dan aku menjelaskan, wanita itu tidak pernah peduli apapun yang menyangkut aku. Dia, sibuk dengan urusannya sendiri dan aku? Haha, mungkin bisa dikatakan … hanya pajangan semata.”
“Mas.” Nara menatap pria itu dengan tatapan yang sulit sekali dijelaskan dengan kata-kata. “Jangan bicara seperti itu, mana mungkin seorang suami hanya dijadikan pajangan di rumah saja ….”
“Ya memang seperti itu, Nara …. Dia hanya menjadikan aku pajangan, sedangkan dia sendiri sibuk dengan pekerjaan yang tak jelas kapan waktunya.”
“Aku sendiri … sudah merasa lelah jika mendebatkan tentang waktu bersama dengannya.”
“Mas … maaf, aku tidak bermaksud ….”
“Tidak masalah, karena kamu tidak salah. Aku saja yang salah dan bodoh, karena terlalu mencintai wanita yang ternyata mungkin tak pernah mencintaiku.”
“Aku … aku terlalu … ah sudahlah.”
“Sabar ya, Mas. Semoga Mbak Mira segera menyadari, bahwa apa yang dilakukan olehnya itu salah.”
“Sepertinya, itu adalah.hal yang sangat mustahil, Nara.”
“Mas … tidak ada yang mustahil di dunia ini. Selama kita meminta pada Gusti Allah, minta saja untuk bisa kembali dilembutkan hati Mbak Mira agar lebih bisa menghargai Mas Daniel sebagai suaminya.”
“Aku tahu, memang tidak ada yang tidak mungkin. Tapi, aku tahu betul bagaimana perangainya, Nara. Jangankan untuk bersikap lembut, menyambutku saat pulang kerja saja, tidak pernah.”
“Selama ini, yang menyambut aku saat pulang ke rumah adalah Mbok Yum, asisten rumah tangga kami.”
“Mas … sabar, ya. Tapi, aku rasa … mungkin rasa sabar juga sudah tak bisa lagi dirasakan olehmu. Karena, sudah bertahan sampai sejauh ini saja, itu sudah hebat. Artinya, Mas Daniel selalu memberikan kesempatan padanya agar bisa lebih baik.”
“Namun … mungkin memang belum waktunya dia berubah, Mas.”
"Kau yakin, kalau dia akan berbuah, Nara? Aku sendiri ... merasa tidak yakin."