Jantungnya terus berdegup kencang seiring laju mobil yang kian melambat. Sampai di depan pagar, mobil berhenti dan Bu Waskito turun dengan sangarnya. Yah, sangar dalam pandangan Niar yang sedang menghindar dari harus ke-gap dan meminta izin telat membayar uang sewa kos saja sih.
Dalam pandangan orang lain, Bu Waskito pastilah tampak sebagai wanita anggun dan lemah lembut yang masih cantik meski di usianya yang sudah bersnjak lansia dan bahkan keriput telah muncul di mana-mana. Maksudnya, orang akan langsung tahu bahwa wanita itu sangat cantik dulu di masa mudanya.
Niar merasa ia akan ketahuan. Sambil terus merapatkan diri ke dalam perdu sampai tubuh rampingnya hampir mencapai pagar, ia berkomat-kamit berdoa agar tak sempat terlihat oleh sang ibu kos.
Tiba-tiba ... krosaakkkk. Perdu yang ditekannya terlalu dalam itu seakan melakukan perlawanan balik mengikuti hukum gaya pegas, sehingga menjatuhkannya ke luar ke badan jalan dan terpampang nyata di hadapan mobil Bu Waskito.
"Alamaaaaak!" umpatnya lirih sambil menepuk kening, heran dengan kemalangan-kemalangan yang menimpa hidupnya belakangan ini.
"Niar!" seru Bu Waskito, menatap terkejut sekaligus heran dengan kemunculan Niar yang tiba-tiba dan dengan cara lumayan aneh itu.
"Eheheee, Bu Waskito. Anuu, Niar lagi bersihin itu tadi kayak ada benalu dikit di balik perdu. Kucabut aja mumpung belum nyebar ... benalunya, eheee," terbata Niar mencoba mencari alasan yang paling masuk akal menurutnya, meskipun rasanya masih kurang masuk akal juga sih, kalau dipikir-pikir lagi.
Bu Waskito memasang wajah yang tetap heran tetapi kemudian mengabaikan keanehan Niar. Ia menyambut tangan Niar yang terulur hendak bersalaman mencium tangan kanannya. Itu rutinitas setiap penghuni kos yang kesemuanya adalah mahasiswa itu setiap kali kedatangan beliau.
"Kamu rapi banget untuk ukuran seorang Niar. Mau kemana memangnya?" tanya Bu Waskito yang ternyata cukup perhatian juga terhadap anak-anak kosnya. Buktinya ia meski cuma sesekali saja berkunjung ke situ, sudah mengenali beberapa kebiasaan Niar. Entah itu karena dia memang perhatian, atau karena Niar memang terlalu mencolok untuk diabaikan.⁸
"Niar ada interview, Bu. Mau melamar kerja," jawabnya cepat agar perhatian beliau segera teralihkan dari alasan absurdnya tadi.
"Lho, kamu nyari kerja part-time?"
"Iya, Bu. Buat tambahan. Aduh, ini jamnya udah mepet lagi, Bu," ucapnya sambil berlagak melihat ke arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Ya udah, sana berangkat cepetan. Semoga lancar, Niar." Bu Waskito menghalaunya untuk segera berangkat.
Kegirangan, Niar spontan mencium lagi tangan kanan Bu Waskito dan mengucapkan salam dengan berteriak sambil berlari.
"Huuuft, syukurlaaah ... selamat kali ini." Niar mengembuskan napas lega dan berhenti berlari. Ia berjalan pelan-pelan sambil berpikir kira-kira seperti apa pekerjaan di florist.
Tanpa sadar, ia telah berada di depan Fairy Florist, sebuah toko bunga yang lumayan besar di daerah Lowokwaru, di tengah kota Malang. Malang memang adalah kota hujan yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam. Hasil bumi kota Malang sudah pasti berlimpah baik buah-buahan, sayur-mayur maupun aneka jenis bunga.
Oleh sebab itulah, usaha-usaha semacam florist, dan fresh fruits and vegetables corner di kota Malang termasuk bisnis yang potensial. Selain bahan baku yang mereka ambil dari pedesaan tergolong harga terjangkau dan mudah didapat, bila dijual di perkotaan menjadi bernilai jual tinggi karena kelas pembelinya yang paling banyak adalah orang-orang kota yang daya belinya juga tinggi.
Hanya dengan merubah packagingnya menjadi lebih layak jual dan sesuai dengan selera orang-orang kota kemudian memaksimalkan sisi promosi maka sudah hampir pasti bisnisnya akan laku keras dan berhasil mendulang sukses.
Dengan mengumpulkan segala keberanian dalam dirinya, Niar memantapkan hati dan tekadnya untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam florist tersebut. Memang tampak sebuah pamflet bertuliskan lowongan tertempel di pintu masuk utamanya yang terbuat dari kaca berpinggiran kayu.
Ia berhenti sejenak untuk membaca pamflet tersebut.
JOB VACANCY
We're hiring you to join our team in Fairy Florist.
Required position : - shopkeeper (part time with rolling shift)
"Wah, cocok banget nih, buat aku," gumam Niar lirih. Tak membuang waktu, ia segera melangkah masuk dan menemui seorang pramuniaga berseragam kaos pink berkerah kuning dengan simbol FF di bagian d**a celemek yang dikenakan. Diperhatikannya ada beberapa penjaga toko lain yang berseragam serta mengenakan celemek yang sama. Pasti agar saat melayani pembeli yang mencari bunga hidup, pakaian mereka tak kotor terkena tanah dalam polybag.
"Selamat sore, Mbak." Dihampirinya salah seorang pramuniaga yang berada terdekat dengan pintu masuk utama.
"Sore, ada yang bisa dibantu?" jawab si gadis muda berambut ikal pendek dan memakai bandana dengan keramah-tamahan khas pramuniaganya.
"Saya mau coba melamar kerja ...,"
"Oooh, iya, Mbak. Silakan langsung naik saja ke lantai atas, nanti ada ruangan bertuliskan Office. Nah, di situ nanti ketemu sama Mbak Vivid, yang akan interview," sela sang pramuniaga dengan sigap memberi petunjuk.
"Oh, oke, baik. Terima kasih, ya, Mbak," jawab Niar sambil membalas senyuman dari si gadis ikal. Bergegas ia menaiki tangga dan di lantai atas yang ternyata ada beberapa ruangan, ia mencari-cari yang bertuliskan office di pintunya. Ruangan itu terbuka. Tampak ada seorang wanita muda berkacamata dengan rambut digelung ke atas tengah merapikan berkas-berkas di mejanya.
Niar mengetuk pelan pintunya, hanya agar yang di dalam sadar bahwa ada orang di luar ruangan. Tanpa mendongak, wanita tersebut langsung berkata, "Silakan masuk dan duduk di situ." Jari telunjuknya yang memegang pulpen menunjuk ke arah kursi di hadapan mejanya.
Niar pun melangkah masuk dengan pasti dan segera duduk. Ruangan itu penuh dengan beberapa lemari berisi pajangan contoh-contoh hasil karya dekorasi bunga, buket, dan rangkaian bunga untuk beragam tema acara yang dimasukkan dalam pigura dan dipasang di dinding seantero ruangan. Masing-masing pigura berisi judul tema dan style dekorasi serta tanggal pembuatannya.
Beberapa piagam penghargaan dari perserikatan UKM Malang juga terpampang di pigura yang ditata berjejer di atas lemari berkas di sisi ruangan sebelah kiri. 'Wah, bukan florist abal-abal, nih,' batin Niar terkagum atas banyaknya pencapaian yang diraih oleh Fairy Florist.
"Nah, selesai! Maaf ya, harus nunggu sebentar. Sekarang bisa kita mulai interviewnya," ucap wanita muda berpenampilan modis itu seraya menatap Niar dengan intens.
Niar memasang senyum terbaiknya, berharap kesan pertama yang didapat dari dirinya adalah tepat seperti yang dicari oleh management florist tersebut. Bagaimana pun, kesan pertama selalu menjadi poin penilaian yang penting untuk menentukan lolos tidaknya calon pegawai dari tes interview. Setidaknya hal itu telah dipelajarinya dari beberapa materi persiapan menghadapi interview saat masih belajar di SMK dulu.
"Baik, Mbak. Silakan perkenalkan diri sambil saya periksa cv-nya?"
Diserahkannya cv yang sedari tadi digenggam erat di atas pangkuan. Kemudian dengan setegas mungkin, Niar memperkenalkan dirinya,
"Nama saya Yunaniar Nurindra Dewi. Usia 22 tahun. Asal dari kota Jombang. Saat ini sedang kuliah di UNEMA semester 3 jurusan Ekonomi Mikro. Dan di Lowokwaru ini saya kos di daerah Merjosari. Dua blok saja dari Fairy Florist." Sippp, batin Niar dalam hati. Dalam satu tarikan napas ia lancar mengucapkan perkenalannya dengan lengkap dan padat.
* * *