Karyawan Florist

1039 Kata
Perhatian wanita di depannya itu tampak begitu terfokus kepada cv yang tengah dibacanya. Namun, rupanya ia juga mendengar dan menyimak dengan jelas segala yang diucapkan Niar barusan. Saat ia mendongak, ucapannya kemudian membuat Niar sedikit tergagap menjawab karena sungguh pertanyaannya di luar dugaan. "Sudah punya pacar?" "Eh, be-belum, sih. Tapiii ... apa itu signifikan dengan lowongan kerja yang akan saya lamar ini, Mbak?" Seketika kegugupan melanda Niar. Astaga, tak cukupkah ia jadi bulan-bulanan di keluarga besarnya dan juga sebagian tetangga di kampung perihal ia yang belum punya pacar juga? Masa' sih mau ngelamar kerja aja juga sampai harus ada kualifikasi sudah punya pacarnya. Ia mengomel sendiri dalam hati. "Hahaha, nggak lah. Sory, itu hanya sekedar intermezzo biar nggak terlalu tegang, oke? Jangan dianggap serius, santai saja. Ini kan juga bukan pekerjaan kantoran yang menuntut keseriusan banget. Meskipun sama-sama tetap harus disiplin, lho. Kalau itu udah harga mati." "Huuuft ... intermezzo, toh," gumamnya lirih. Ngagetin aja, deh, batin Niar lagi. Ia menenangkan dirinya sendiri untuk beberapa saat demi menghilangkan kegugupan sesaat yang timbul oleh pertanyaan absurd barusan. "Nah, saya jelaskan sebentar, ya. Kami membuka lowongan ini memang kebanyakan sambil ingin membantu para mahasiswa di sekitar daerah ini untuk mendapatkan kerja part-time. Karena itu, pengaturan jadwal shift juga bisa saling berkoordinasi dengan tim karyawan lain, sebisa mungkin yang paling nyaman dan tidak bentrok dengan jadwal kuliah masing-masing." "Mengenai gaji pokok, kami pakai standart UMK yang berlaku tetapi dihitung harian. Jadi, gajinya mengikuti berapa hari masuknya. Lalu, akan ada bonus yang diberikan bila mencapai target penjualan atau pendapatan orderan, ya. Dan itu tiap karyawan  beda, tergantung gigih atau tidaknya." "Terus, untuk mekanisme pekerjaannya nanti akan dijelaskan juga oleh Mbak Fina, dia kepala operator di bawah. Urusan bawah semua dia yang handle, ya. Silakan, cv nya sudah saya terima. Kamu temui Mbak Fina di bawah." Wanita muda itu mengulurkan tangannya mengajak bersalaman, "Eeeh, maksudnya saya sudah diterima, Mbak?" Niar bertanya demi memastikan keragu-raguannya. "Iya. Kamu diterima. Selamat bergabung dengan Fairy Florist, Yuna." Sambil menampilkan senyum lebar, wanita yang kalau dibaca dari tanda tangannya di dokumen tadi bernama Vivid S. "Terima kasih banyak, Mbak Vivid," ucap Niar hampir terlonjak saking girangnya. Akhirnya ia dapat juga pekerjaan. Yuhuuuuyyy, ia bersorak dalam hati dan berjanji akan mencium pipi kiri kanan sahabatnya--Siska--dan mentraktirnya makan cilok nanti setelah gajian pertama. Ia pun pamit undur diri dari ruangan tersebut dan kembali turun ke lantai bawah untuk mencari orang bernama Mbak Fina yang disebut tadi. Saat di tengah tangga, diedarkannya pandangan ke seantero ruangan dan dengan sekali tebak, ia yakin yang bernama Mbak Fina pasti yang terlihat paling tegas dan berwibawa di antara pramuniaga lainnya. Sesosok wanita berusia sekitar tiga puluh tahunan yang berpenampilan biasa saja tetapi kharismanya nampak keluar dari sikap dan pembawaan serta cara berjalannya yang anggun dan penuh kepastian.   Didekatinya wanita itu yang sepertinya tengah memindah-mindahkan beberapa buket bunga di display paling pojok ruangan. “Mbak Fina?” sapanya setelah sampai tepat di sebelahnya.   “Iya? Oh, kamu karyawan baru itu, ya? Ayo ikut saya sebentar.” Tanpa basa-basi, Mbak Fina langsung mengajak Niar masuk ke sebuah ruangan untuk memberikan seragam dan perlengkapan kerjanya.   “Nah, ini dia semua yang kamu perlukan untuk kerja di sini. Selain itu, hanya dibutuhkan kedisiplinan dan keuletan yang akan menyelamatkan karirmu. Oh ya, kata Mbak Vivid tadi, kamu mulai kerja hari ini juga atau kapan?” Diserahkannya seperangkat dalam kotak kardus kecil kepada Niar sambil bertanya.   “Saya bisa mulai hari ini juga, Mbak, kalau diperkenankan,” jawab Niar penuh kepastian.   “Oh, baguslah. Silakan berganti seragam dulu. Saya tunggu di sana tadi ya, nanti saya jelaskan apa saja tugasmu.” Sambil berkata begitu, Mbak Finna berlalu dari ruangan kecil itu dan melangkah cepat kembali ke tempatnya semula.   Berkali-kali Niar bergumam penuh syukur atas diterimanya ia di pekerjaan itu. Setidaknya ia akan dapat penghasilan sendiri sehingga bisa segera melunasi biaya kuliah dan juga bayar uang sewa kos. Oh, betapa beruntungnya hari ini. Selain kejadian dengan Bu Waskito yang di luar perkiraannya tadi, sih.   Berganti seragam dengan cepat di kamar mandi, disimpannya baju pribadinya ke dalam kardus tempat seragamnya tadi. Ia juga mengenakan celemek yang sama dengan yang dipakai karyawan lainnya. Mematut diri sebentar di depan kaca yang terletak di kamar mandi dan merasa sudah oke, ia pun segera berjalan menghampiri Mbak Fina lagi. Wanita itu tampak sedang menginstruksikan sesuatu kepada pramuniaga berambut ikal yang menyambutnya saat di depan tadi.   Ditunggunya barang sebentar sambil netranya asyik mengawasi segala kesibukan di florist ini. Ternyata tidak hanya sekedar menjual bunga saja. Justru yang paling banyak dikerjakan oleh para karyawannya di sana adalah merangkai atau mendekorasi bunga dengan berbagai macam model sesuai orderan pelanggan yang masuk. Dering telepon di meja sudut ruangan membuat Mbak Fina meninggalkannya bahkan sebelum sempat berbicara sepatah kata pun. Wanita itu berbicara di telepon beberapa saat sebelum kembali kepada Niar. "Oke, siapa tadi? Yuna, ya ... sudah pernah di florist sebelumnya?" Niar membiarkan saja dirinya dipanggil Yuna karena memang hanya orang-orang yang sudah kenal dekat saja yang memanggilnya dengan Niar. "Emh, ini pertama kali saya kerja part-time Mbak. Masih kuliah," jawabnya sambil berjalan mengikuti Mbak Fina yang terus menyusuri display-display bunga seantero toko. "Ooh, oke. Gak apa, belajar dari awal ya. Ini aku kasih list harga bunganya. Untuk nama-nama bunganya sendiri sudah tahu, kan? Sebenarnya florist itu pekerjanya wajib penyuka bunga,sih. Yaaah paling tidak dalam jiwanya memiliki ketertarikan dan keterikatan terhadap bunga, sehingga dalam merawatnya, merangkainya, itu pakai hati. Bukankah semua pekerjaan kalau dikerjakan dengan hati akan maksimal hasilnya, betul, tidak?" Mbak Fina yang ternyata suka sekali berbicara dengan cepat dan tanpa jeda itu panjang lebar menjelaskan kepada Niar tentang seluk beluk bisnis florist. "Saya suka bunga, Mbak. Meskipun untuk nama-namanya nanti saya akan lebih cari tahu lagi lebih banyak. Karena saya hanya tahu beberapa yang umum saja. Sepertinya masih banyak bunga di display yang saya belum kenali namanya, eheheee ...," tukas Niar menjawab pertanyaan Mbak Fina dengan jujur. "Berarti kamu awalnya melamar ke sini bukan karena mencintai bunga, gitu?" Mbak Fina sampai berhenti berjalan dan menoleh menatap lekat mata Niar untuk mencari tahu kebenaran. Niar tersipu dan bingung mau menjelaskan sejujurnya atau harus berbohong sedikit demi mengamankan posisinya. Ia benar-benar butuh pekerjaan ini dan kalau karena jawabannya nanti ia harus batal bekerja maka itu akan sangat menyulitkan. * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN