“Sebentar, sayang.” “Kenapa?” Tak menjawab dengan kata, gue mendekap Zia begitu saja. Ia tersentak, berusaha mendorong gue. Namun, semakin ia berusaha, semakin erat gue menahannya. “Bee, malu ih! Banyak orang tuh! Kita bisa kena pasal mesra-mesraan!” “Sebentar aja.” Zia mendengus. Namun ia tak lagi berontak. Justru kedua tangannya menepuk-nepuk punggung gue. “Kamu capek banget ya?” tanyanya. “Sudah ngga. Terima kasih sudah datang, sayang.” “Hmm.” Lebih dari 20-detik. Harusnya, efek jitu dalam menyembuhkan luka lebih powerful kan? I really hope so. Gue pun mengurai pelukan, memasang senyuman termanis untuk Zia. “Boleh ngga sih kalau senyum kayak gitu cukup kamu kasih ke aku aja?” tanyanya lagi. “Ke Mami ngga boleh?” “Aku ralat! Selama makhluk itu cewek, berarti ke aku, Mami, Te