Sebuah Fitnah Kecil

1071 Kata
"Kemana saja kalian baru pulang sekarang!" Sentak inaq dengan wajah geramnya yang telah menunggu di depan pintu rumah mereka. Saiqa mulai khawatir kalau ia dan sang kakak kemungkinan akan mendapatkan hukuman. "Maaf bu tadi Zie di panggil guru jadi telat pulang!" tutur Zie menjelaskan. "Saiqa masuk dan makan lah!" perintah Inaq pada Saiqa yang memberikan isyarat dengan menunjuk ke dalam rumah. Gadis kecil itu pun menurut dan masuk ke dalam rumah dengan kepala tertunduk sekalipun ia akan membela sang kakak itu juga tidak bisa dia lakukan, anak kecil sepertinya tidak bisa melindungi kakaknya. "Sementara kamu pergi ambil air dan isi semua gentong yang ada di belakang! Itu adalah hukam untuk mu, aku yakin kamu di panggil guru mu karena kamu sudah berbuat salah bukan. Untung kamu masih di kasi izin untuk pulang. Seharusnya aku tidak perlu repot-repot menyekolahkan mu yang bodoh itu." Cerca inaq pada anak lelakinya itu. Hal yang sudah biasa terjadi buat Azie akan mendengarkan ocehan san ibu setiap kali ia mengatakan kalau guru memanggilnya. Ibunya akan selalu berpikiran kalau Zie melakukan sebuah kesalahan, ya di mata ibunya Zie hanya melakukan hal buruk di sekolahnya. Hanya saja Zie akan mengabaikan ocehan ibunya itu. "Baik inaq." Jawab Zie seraya menghampiri ibunya lalu meraih tangan wanita itu dan menciumnya punggung tangan ibunya. Setelah itu ia berlalu pergi meninggalkan inaq yang masih saja menggerutu sendiri tak jelas di luar sana. "Kakak baik-baik saja?" tanya Saiqa pada sang kakak yang sudah menunggu di pintu kamar mereka. "Ya dek, kakak baik-baik saja. Kamu mah berlebihan, sudah kakak mau shalat dulu bentar. Kamu sudah shalat?" tanya Zie pada gadis kecil itu yang kini sudah berganti pakaian. Saiqa hanya tersenyum lebar seraya menampilkan gigi putihnya yang rapi. "Belum kak, nungguin kakak." Jawabnya. "Ya sudah kakak wudhu dulu ya." Setelah meletakkan tas lusuhnya Zie pun meninggalkan kamar itu untuk mengambil air wudhu di kamar mandi belakang rumahnya. Tak lama ia pun kembali ke kamar dan menjadi imam untuk shalat zhuhur bersama adiknya. "Kak, Iqa bantuin ya ambil airnya?" ucap Saiqa setelah mereka selesai shalat. "Tidak perlu, kamu tidur saja istirahat. Nanti kalau sudah besar baru kamu bantuin kakak ya!" tolak halus sang kakak. "Ya sudah." Saiqa pun hanya bisa mengikuti perintah sang kakak dengan wajah cemberutnya. Setelah membereskan sarung dan sajadahnya anak lelaki itu pun kini berangkat ke tempat sumber air bersih warga untuk mengambil air sesuai permintaan ibunya dengan membawa dua ember besar yang biasa ia gunakan. Ia akan mengisi penuh dua gentong besar itu dengan air. Karena kebiasaan ini lah Azie mendapatkan lengan yang kuat karena setiap hari di latih membawa beban di kedua tangannya dengan berjalan kaki sejauh puluhan meter. Dan di dalam perjalanan pulang itu lah ia kembali teringat akan ucapan guru yang memanggilnya tadi setelah semua anak keluar dari ruang kelasnya. "Bapak terima laporan kalau kamu merokok di saat jam istirahat tadi di belakang gudang sana. Kamu tahu apa hukuman untuk anak yang melanggar aturan dan kamu tidak sayang dengan masa depan mu masih usia semuda ini kamu sudah berani merokok?" Ucap wali kelasnya itu yang langsung melontarkan tudingan pada muridnya begitu saja. Seorang guru laki-laki dengan tampang yang sungguh menyeramkan. Zie tidak langsung membela dirinya bahkan ia mengeluarkan kata-kata yang sungguh di luar pikiran sang guru. "Lantas bapak percaya begitu saja dengan laporan yang bapak terima?" Ucap Zie dengan lantang tanpa rasa ragu. "Kamu itu berani sekali berbicara seperti itu pada guru mu." Ucap pak Agus yang berkumis tebal itu. "Kenapa saya harus takut pak, saya hanya bertanya tentang kebenaran laporan yang bapak terima? Apa laporan itu juga disertai dengan bukti yang bisa membenarkan kalau saya ini merokok?" ucap Zie lagi tanpa rasa takut. Sang guru tidak bisa berkata apa-apa, dan kini pria berkumis itu hany memandangi wajah anak kecil itu dengan teliti, mencari celah kebohongan yang di sembunyikannya dari sorot mata tajamnya. Tapi sayang guru itu tak menemukan adanya kebohongan dan ketakutan di sorot manik mata coklat anak itu. "Bapak hanya menerima laporan saja tanpa bukti jadi sekarang bapak akan buktikan itu. Berikan tas mu, letakkan di sini!" perintah pak Agus seraya menunjuk ke atas mejanya. Zie pun melakukan dengan patuh, ia mulai mengeluarkan isi tasnya, tapi yang ada hanya beberapa buku tulis dan dua pulpen. Tak sampai di situ karena merasa tak puas dengan apa yang di lihatnya, pak Agus pun mengambil alih tas siswanya itu lalu menggeledahnya sendiri ke dalam tas lusuh itu untuk beberapa saat. Raut wajahnya terlihat kecewa karena tadi ia langsung menghakimi Zie begitu saja. "Liat kan pak tidak ada apa-apa, sebatang korek saja tidak ada di sana." Ucap Zie merasa puas karena apa yang di tuduhkan padanya tidak terbukti. "Kemari kamu dan berdiri di sini!" perintah pak Agus lagi yang kini menyuruh Zie berdiri di sampingnya. Zie pun menurut dan pak kumis itu mulai menggeledah pakaian muridnya. "Sekalian saja bapak melepaskan seluruh pakaian saya kalau bapak masih saja tak percaya! Bapak tidak akan menemukan apa-apa di pakaian saya" tegas Zie lagi yang kini sudah merasa jengkel dengan kelakuan gurunya itu. "Diam kamu!" sentak pak Agus untuk beberapa saat ia akhirnya menyerah. "Besok kamu tidak perlu masuk sekolah karena bapak memberikan hukuman pada mu untuk sementara." Lanjutnya lagi. "Atas dasar apa bapak memberikan saya hukuman? Saya tidak bersalah kenapa saya harus mendapatkan hukuman sementara." tanya Zie tak terima. "Kamu tetap menerima hukuman sampai bapak benar-benar menemukan bukti kalau kamu tidak bersalah." Ucap pak Agus lagi dengan nada yang lebih tinggi. Zie hanya bisa menghela nafasnya. "Terserah bapak lah, kalau sampai saya tidak terbukti bapak harus minta maaf pada saya!" Zie juga tak menyerah untuk mempertahankan dirinya. "Kenapa saya yang harus minta maaf pada mu?" tanya pak Agus heran. "Karena bapak sudah menuduh saya dan melakukan hal yang buruk pada saya dengan menggeledah seluruh pakaian saya. Bukan kah itu termasuk hal yang tak pantas?" tutur Zie. "Kamu benar-benar ya!" pak Agus pun mulai geram dan tak terima atas ucapan muridnya itu. Zie tak mempedulikan ucapan gurunya itu dan merapikan pakaian serta memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas ranselnya itu. "Kalau sudah tidak ada lagi yang bapak ingin sampaikan, saya permisi pulang dulu pak. Karena adik saya sudah menunggu terlalu lama. Dan satu lagi pak jangan pernah melupakan kata-kata bapak sendiri yang mengatakan jangan menuduh orang sembarangan tanpa ada bukti yang kuat!" pesan Zie yang langsung keluar begitu saja meninggalkan gurunya itu yang sedang menatap tajam tak percaya padanya. Wajah sangar sang guru pun keluar. "Dasar pak kumis kurang kerjaan, memberikan hukuman seenaknya!" Gerutu Zie dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN