Mencari Gara-gara

1009 Kata
Azie pun terus melanjutkan pekerjaannya, sampai lah ketika ia hendak mengisi ember air yang terkahir. Tiba-tiba ada beberapa anak yang merupakan teman sekelasnya tengah berdiri di pinggir sumur sumber air itu bersama dua teman lainnya. Dia adalah Rayyan anak saudagar tanah kaya raya yang ada di kota tempat tinggalnya. "Sepertinya aku tahu siapa yang memberikan laporan palsu itu pada pak kumis. Pasti anak itu biang keroknya." Gumam Zie dalam hati seraya terus berjalan mendekati mereka dengan acuh, ia tak mau memperdulikan anak-anak itu terutama Rayyan. Azie tak ingin membuang waktunya untuk meladeni anak-anak kaya yang selalu bersembunyi di balik kedudukan orang tuanya itu. Karena jika meladeni mereka dan terjadi apa-apa dengan anak-anak manja itu maka dirinya akan mendapatkan masalah besar. "Heh anak miskin, ngapain kamu ambil air di sini! Bisa tercemar air ini nanti jika tersentuh oleh tangan kotormu itu!" Ucap Rayyan dengan nada mencemoohnya seraya melemparkan sebuah batu kecil ke arah ember yang Azie bawa. "Kalau sampai kamu berani melempar batu itu padaku, maka habislah wajah mulus itu!" batin Azie yang sempat terkejut karena mendapati serangan tiba-tiba. Namun Azie tetap diam seraya meletakkan ke dua embernya di tanah dekat sumur itu. "Wah berani sekali kamu mendiamkan aku ya. Kamu tidak tahu siapa aku? Kamu mau cari gara-gara ya, seharusnya kamu takut pada ku! Sekarang berlutut di hadapan ku dan memohon ampun!" Titah Rayyan lagi dengan sombong dan angkuhnya, raut wajah seakan-akan merendahkan temannya itu. Dua temannya lain pun tertawa, tentu saja menertawakan Azie. "Cih, untuk apa aku harus berlutut di hadapanmu." Gerutu Azie dalam hati. Masih dalam keadaan tenang, Azie mulai menjatuhkan timbanya ke dalam sumur dan mulai menarik talinya perlahan mengangkat air yang sudah terisi dalam ember timba itu. Mendengar celotehan Rayyan membuat telinga Azie terasa sakit saja, ia pun menggosokkan telinga kanannya dengan telapak tangan kanannya setelah menumpahkan air ke dalam salah satu embernya. Sementara itu dua teman Rayyan yang sedari tadi berdiri dekat bos kecilnya itu langsung mendekat pada Zie. "Kamu tuli dan bisu ya sampai tak mendengarkan apa yang tuan Rayyan katakan?" ucap salah satu anak yang badannya lebih gendut seraya mendorong lengan kiri Azie. Untung saja tali timba yang baru saja ia lemparkan kembali ke dalam sumur tak terlepas olehnya. Zie masih tetap dalam diam, seraya kembali menarik tali timba berisi air dan mulai menumpahkannya lagi ke dalam embernya. Baru satu embernya terisi anak yang berbadan kurus kering seperti lidi itu malah menendang ember Zie namun anak lelaki itu tetap tak peduli. Ia kembali melakukan hal yang sama, mengulangi kegiatannya yang tadi mengisi embernya kembali. Merasa Azie tetap mengacuhkan mereka, membuat Rayyan dan dua anak lainnya merasa geram, sungguh Zie juga sudah tak tahan dengan kelakuan mereka hanya saja ia masih menahan diri untuk tidak menggebuki mereka yang sok seperti raja itu. "Tuan Ray, sepertinya anak miskin ini butuh pelajaran!" seru yang si kurus yang kini sudah memegangi lengan serta kiri Zie dan temannya yang gendut memegangi lengan serta bahu kanan Zie. Anak yang bernama Rayyan itu pun mulai mendekat, Zie hanya tersenyum sinis. "Berani sekali kalian menyentuh tubuh ku!" ucap Zie dengan geram. "Kami juga merasa jijik menyentuh tubuh kotor mu ini, tapi karena kamu berani melawan jadi kamu harus menerima pelajaran berharga dari tuan kami!" Sentak si gendut. Bisa-bisanya tempa itu benar-benar sepi tak ada yang lewat maupun mengambil air sama sekali, dan hanya ada keempat bocah itu saja di sana. "Berhentilah merendahkan diri mu sendiri!" perintah Rayyan dengan sombongnya. "Seharusnya aku yang akan memberikan pelajaran berharga untuk anak-anak tak berguna seperti kalian. Bisanya hanya menindas kami yang kalian anggap miskin ini!" ucap Zie mulai geram, bahkan kini rahangnya mulai nampak mengeras. "Wah berani sekali kamu berkata seperti itu pada tuan Rayyan kami." Ucap si kurus yang kini sudah memukul kepala Zie. Rayyan pun tertawa mendengar ancaman untuk dirinya itu. "Dasar bocah perik." Gumam Rayyan seraya mendekati Zie dan melayangkan sebuah pukulan ke arah perut anak itu dengan tangan kananya. "Dia benar-benar berani memukuli ku seperti ini. Liat saja kalian apa yang kalian lakukan maka itu yang akan kalian dapatkan!" gumam Zie dengan suara lirihnya tak terdengar sedikit pun suara rintihan kesakitan dari anak itu dan hal itu membuat Rayyan dan teman-temannya mulai emosi karena anak miskin yang mereka pikir lemah itu ternyata tak sesuai dengan bayangannya. Mereka tadinya berpikir Zie akan menangis dan memohon pada mereka untuk berhanti memukulinya tapi walaupun sudah di pukuli Rayyan sekuat tenaga di perutnya Zie tidak mengeluarkan suara kesakitan sedikit pun. "Tidak cukup kah kalian membuatkan ku masalah hari ini, aku sendiri bahkan tidak pernah mencari masalah dengan kalian!" ucap Zie dengan penuh penekanan. Rayyan dan kedua temannya tertawa mendengar ucapan anak itu. "Itu karena aku sudah bosan melihat wajah lusuh mu itu berada di hadapan ku." Lagi-lagi Rayyan merendahkan Zie. "Sudah cukup perlakuan merendahkan orang lain!" ucap Zie yang kini menarik kuat lengannya dari dua bocah di sampingnya itu. Ia pun berhasil membebaskan diri dan melayangkan sebuah pukulan di kepala anak berbadan kurus tersebut seperti yang dilakukan sebelumnya pada Zie. "Dasar badan lidi lebih baik kamu tak usah ikutan cari masalah dengan ku!" ucap Zie anak itu pun meringis kesakitan seraya menggosok kepalanya yang sakit. Sementara anak yang berbadan gendut itu baru Zie mengacungkan tangan saja ia sudah sangat ketakutan. Rayyan yang akan kembali memberikan Zie serangan pun tak berhasil dilakukan anak orang kaya itu karena Zie menahan tangannya dan memberikan pukulan di perut anak manja itu. "Bodoh sekali kalian memegangi anak kotor ini saja tak bisa!" protes Rayyan pada kedua temannya seraya memegangi perutnya yang sakit. Rayyan pun berlari meninggalkan dua temannya dan juga Azie begitu saja setelah mendapatkan pukulan dari lawannya. "Lihat tuan kalian yang sombong itu saja sudah meninggalkan kalian di sini. Apa kalian juga masih mau merasakan hadiah dari ku!" ucap Zie dengan tatapan tajamnya pada dua bocah itu seraya mengepalkan tangannya dan memukulkannya ke telapak tangan yang satunya lagi. Melihat hal itu dua bocah itu pun berlari menyusul tuannya. "Dasar pengecut, baru begitu saja kalian sudah lari dan ketakutan!" ucap Zie dengan senyum penuh kemenangan. Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya, karena perutnya juga sudah mulai berdemo minta di isi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN