Terlambat Pulang

1045 Kata
Seminggu telah berlalu dengan sangat baik tentu bukan tanpa masalah. Kehidupan dua anak kecil itu selalu dalam kisah yang tidak mengenakan hampir setiap harinya. Hanya saja mereka tak akan terlalu menghiraukan hal itu. Dan saat ini jam sekolah sudah usai untuk kelas satu, namun Saiqa tak langsung pulang begitu saja ia tidak seberani itu untuk berjalan sendiri pulang ke rumah. Jadi gadis kecil itu akan menunggu sang kakak pulang juga agar mereka bisa pulang bersama. "Kamu tunggu kakak di sini saja ya, dan jaga rombong es ini!" perintah Azie pada adiknya seraya menyerahkan rombong es yang masih berisi sekitar 15 biji es lilin jualannya. Saiqa hanya menganggukkan kepalanya seraya duduk di bangku panjang yang ada di depan perpustakaan sekolah itu. Bel masuk pun berbunyi tanda jam istirahat ke dua telah habis. Hampir dua jam lamanya Saiqa menunggu sang kakak di sana. Karena tak ada yang ia kerjakan akhirnya ia tertidur pulas di bangku panjang itu dari satu jam yang lalu. Tanpa ia sadari ada beberapa anak-anak nakal dari kelas lain yang sudah lebih dulu keluar kelas menghampiri gadis kecil itu dan mengambil es jualan kakaknya diam-diam. Petugas perpustakaan yang ada di dalam ruangan tentu tak melihatnya karena Saiqa berada di pojok tembok sana. Tapi ternyata keberuntungan dan kemalangan gadis kecil itu datang di waktu yang bersamaan. Salah seorang siswa yang sekelas dengan kakaknya yang melihat aksi teman-teman nakalnya itu, sehingga ia meletakkan uang pecahan sepuluh ribuan sebanyak dua lembar di dalam rombong es yang di jaga Saiqa. "Dek bangun dek!" Azie menggoyang goyangkan tubuh adiknya. "Dek ayo bangun!" Sekali lagi ia melakukan hal yang sama namun adiknya tak juga bangun. Akhirnya Azie memutuskan untuk menggendong adiknya itu. Dengan perlahan ia mengangkat tubuh kecil itu menyandarkan kannya di tembok lalu ia berjongkok di hadapan adiknya dan menaikkan tubuh adiknya ke punggungnya. Tak ada yang keluar dari bibir mungilnya, ia pun kini berjalan dengan perlahan seraya memegangi tubuh sang adik agar tidak jatuh dengan satu tangannya lagi membawa rombong es dagangannya. Setelah setengah perjalannya menuju rumah Saiqa pun terbangun. Gadis kecil itu mengucek kedua matanya. Ia sadar kalau saat ini berada dalam gendongan belakang kakaknya. "Kak turunkan aku!" Gumam Saiqa. "Oh kamu sudah bangun. Biar saja tetap di sana, pegangan yang erat sebentar lagi kita juga sampai rumah." Tutur Zie. "Tidak kak, biar Iqa jalan sendiri saja. Kasian kakak harus keberatan gendong Iqa." Ucap Saiqa memaksa. "Tidak dek, tubuh mu bahkan hanya seberat permen gula kapas!" Seloroh Zie pada adiknya. Sejujurnya anak lelaki itu tak ingin sang adik melihat mata merahnya karena ia pasti akan terus mengeluarkan pertanyaan tentang hal apa yang sudah membuat Azie menangis seperti itu. "Ih kakak mah malah ngeledek. Sudah Saiqa mau turun!" Saiqa pun menggoyangkan tubuhnya mulai memberontak memaksa untuk di turunkan dan Azie pun akhirnya menurut dari pada nanti adiknya terjatuh. Namun lelaki kecil itu tak berani menatap wajah adiknya. "Kakak kenapa lama sekali pulang? Saiqa jadi tertidur kelamaan nunggu kakak di sana." Tanya Saiqa seraya melihat ke wajah sang kakak yang bahkan menghadap ke arah berbeda. "Kakak di panggil pak Guru tadi jadi kakak telat pulang!" Jawab jujur Zie pada adiknya. "Kak Iqa di sini, tapi kenapa kakak bicara hadap sana?" Protes Saiqa seraya menarik lengan kakaknya. Tapi karena tak di hiraukan akhirnya Saiqa pun berjalan cepat memutar tubuh sang kakak dan di saat itu lah ia melihat mata kakaknya memerah. "Kakak sudah nangis?" tanya Saiqa. "Gak dek. Kakak gak nangis." Jawab Zie. "Itu kenapa mata kakak merah. Bukan kah kakak sendiri yang bilang pada Saiqa untuk tidak menangisi hal yang tidak penting lalu kenapa kakak sekarang menangis hanya karena menggendong Saiqa?" tutur Saiqa dengan polosnya. "Ya ampun dek kakak bukannya menangis apalagi hanya karena alasan menggendong tubuh kecil mu yang seringan gula kapas." Seloroh Zie sekali lagi. "Terus kenapa mata kakak merah?" tanya gadis kecil itu lagi. Liat kan dia tak akan menyerah sampai berhasil mendapatkan jawabannya. "Tadi terkena debu dek jadi gatal terus kakak kucek-kucek eh malah merah begini." Azie pun akhirnya berbohong ia tak mungkin menceritakan apa yang telah terjadi padanya hari ini di jam pulangnya yang terlambat. "Yakin karena itu?" Saiqa masih tetap menyelidik menatap tajam ke dalam mata bulat sang kakak lelakinya itu. "Yakin lah, memangnya kenapa sih. Sudah yuk kita pulang saja. Nanti terlambat lagi bisa di marah sama inaq dan amaq!" ajak Azie yang langsung menggenggam dan menarik tangan mungil adiknya menyusuri jalanan di wilayah pinggiran di siang hari itu. "Dek tapi kenapa rombong ini terasa ringan ya?" tanya Azie heran setelah menyadari rombong yang di bawanya beratnya sudah tak sama seperti ketika ia menitipkannya pada Saiqa. "Tidak mungkin berkurang lah beratnya kak. Orang tadi gak ada yang beli kok." Jawab Saiqa. Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Bu Rohmi, sementara matahari sudah sangat terik di atas sana. "Kamu tunggu kakak di sana ya, kakak mau kasi Bu Rohmi rombongnya dulu!" pinta Zie seraya menunjuk ke arah pos ronda yang ada di depan rumah Bu Rohmi. "Ya kak." Jawab Saiqa. Di saat berjalan sendiri lah Azie mengecek rombong es nya itu ternyata benar isinya sudah habis dan ia hanya menemukan dua lembar uang di sana. "Siapa yang sebenarnya melakukan hal seperti ini pada ku. Aku tidak pernah mencari musuh, tapi kenapa ada orang yang begitu membenci ku sampai-sampai melakukan hal seperti ini!" Gumam Zie dalam hati seraya mengambil uang itu. "Assalamualaikum Bu ini es nya sudah habis." Ucap Zie pada Bu Rohmi yang kebetulan ada duduk di teras depan rumahnya. "Ya Allah Gusti, kenapa kamu telat sekali pulang nak. Tadi inaq mu sampai ke sini mencari mu. Saya kan sudah pesan kalau memang belum habis ya gak apa-apa di kembalikan saja nak jadi kamu tidak perlu sampai pulang telat seperti ini!" Tutur Bu Rohmi panjang lebar dengan wajah cemasnya. "Maaf Bu saya memang telat pulang dari sekolah karena guru memanggil saya untuk berbicara di kelas. Ini es nya Alhamdulillah sudah habis." Zie meletakkan rombongnya lalu mulai menghitung uang untuk di berikan pada Bu Rohmi sebagai bayaran es yang telah habis terjual. Dalam setiap sepuluh ribu rupiah es lilin Zie mendapatkan untung tiga ribu rupiah saja. "Ini uangnya Bu kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum." Pamit Zie setelah menyerahkan uang receh hasil penjualannya. Zie pun kembali melanjutkan perjalanannya untuk menemui sang adik yang sudah menunggunya di luar sana dan langsung pulang ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN