Pembuktian Dimulai

1509 Kata
Rumah berlantai dua itu tampak menyeramkan dan angker. Begitu banyak ilalang yang sudah menutupi sebagian taman di depan yang menyatu dengan halaman utama. Mobil yang kini terparkir di depan gerbang, keempat pria itu tinggalkan dalam keadaan mesin mobil mati —agar tidak terlihat oleh orang yang lewat dari kejauhan. Rafael yang berjalan paling belakang, berusaha menempelkan tubuh dengan kedua temannya yang membawa tubuh Della. Sedangkan gadis itu masih berusaha berontak. Niat buruk keempat pria yang sudah ia ketahui, ditambah tujuan mereka ke sebuah tempat yang sangat menakutkan menurutnya, membuat ia terus meronta dan minta supaya dibebaskan. Namun sayang, mulut Della yang dibekap tidak membuatnya bisa berteriak meminta tolong pada siapa pun. Juga area yang sepi di sekitar rumah kosong itu membuat Della hanya bisa meneteskan air mata seolah tanda jika dirinya benar-benar ketakutan sebab tidak ada siapa pun yang akan menolongnya. “Mau di bawa ke mana? Gila! Ini rumah bener-bener nyeremin tahu!” seru Rafael yang kini ikut berhenti sebab Naufal dan Daniel yang mendadak menghentikan langkah ketika mereka sudah berada di dalam ruangan yang sepertinya adalah ruang tamu. Naufal melihat sekitar. Keadaan ruangan yang gelap sebab lampu yang belum mereka nyalakan, membuat pria itu berusaha kuat melihat dengan jelas. “Kayanya itu kamar bukan sih?” tunjuk Naufal. “Kamar tamu biasanya ada di lantai bawah ‘kan?” lanjutnya sembari meminta Heri untuk menyalakan senter dari ponselnya. “Yakin listriknya masih nyala?” tanya Heri ketika Daniel meminta untuk mencari saklar. Ketiga temannya menggeleng. “Ya udah sih, kamu coba nyalain aja dulu. Ini gelap banget!” seru Naufal keburu kesal. Sebab jujur saja ia takut dengan keadaan rumah kosong itu. Heri segera mengikuti permintaan sang kawan. Dipencetnya tombol saklar yang ada di dekatnya. Berharap jika listrik masih tersambung ke rumah yang sepertinya sudah lama ditinggalkan tersebut. “Taraa!” seru Heri senang. Pihak terkait ternyata masih belum memutuskan aliran listrik ke rumah kosong yang mereka pijak saat ini. Tak terkecuali ketiga temannya yang lain, yang juga terlihat bahagia begitu lampu di ruangan tersebut menyala. Cukup untuk membuang rasa takut yang saat ini benar-benar mereka rasakan. “Udah, ayo cepat! Jangan lama-lama. Kita langsung eksekusi aja!” seru Naufal yang sepertinya sudah tidak mau berlama-lama di dalam rumah tak berpenghuni tersebut. Tubuh Della yang tadi sempat ikut terdiam, kembali bergerak. Ia benar-benar takut ketika Naufal dan Daniel menyeret tubuhnya ke sebuah kamar. Kembali Heri mencari tombol saklar di kamar. Tampak sebuah ruangan yang begitu kotor —yang mengeluarkan aroma debu, langsung menjadi sajian utama keempat pria yang kini berdiri mematung di ambang pintu. “Kok malah pada diem! Ayo, cepetan!” Naufal kembali mengingatkan teman-temannya. Saat Naufal akan melepaskan pegangan di tangan Della, gadis itu seperti sudah bersiap hendak membebaskan diri. Tapi sayang, gerakannya sangat mudah terbaca. Hingga kemudian Naufal malah dengan sengaja menampar pipi gadis itu lumayan kencang. Mengakibatkan bunyi tamparan yang memenuhi ruangan, juga menyisakan tanda kemerahan di pipi gadis tersebut. Ketiga temannya cukup terkejut dengan aksi kasar yang Naufal lakukan. Melihat pria itu yang menatap Della dengan pandangan tajam, membuat ketiganya hanya bisa diam. “Jangan macam-macam kamu! Aku enggak akan segan ngelakuin hal yang lebih kasar dari apa yang aku lakuin barusan. Ngerti!” Rasa amarah yang sudah membumbung di hati Naufal karena perasaan cinta yang Stefany tolak, membuat ia tak lagi berpikir jernih. Baginya saat ini, syarat yang diminta oleh sang pujaan hati harus ia selesaikan sekarang dan segera. Della masih meneteskan air mata. Ditambah rasa nyeri yang kini sebelah pipinya rasakan, membuat gadis itu akhirnya mencoba bicara. “Apa salah saya? Kenapa kalian membawa saya ke sini?” Daniel yang masih memegang lengan Della, melirik pada Naufal yang masih menatap tak berkedip. “Salah kamu karena kamu adalah perempuan yang kami temui pertama kali saat kami sedang membutuhkan.” Tak mengerti dengan ucapan Naufal, Della hanya mampu menggeleng. “Kamu enggak perlu tahu dan mengerti apa yang aku katakan barusan. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah ikuti semua perintah kami. Itu kalau kamu mau nurut dan enggak berpikir untuk lari dari kami.” “Enggak. Saya enggak mau!” teriak Della, yang sepertinya tahu apa tujuan Naufal dan kawan-kawannya membawa dirinya ke rumah kosong tersebut. “Sa-saya enggak kenal kalian, untuk apa saya mengikuti semua permintaan kalian? Enggak! Lebih baik kalian bebasin saya sekarang!” lanjut Della mulai histeris. Namun, kali ini ia harus kembali berhadapan dengan seorang laki-laki muda yang sedang gila karena cinta. Naufal yang berharap usahanya kali ini berhasil, mendekat dan meremas lengan Della kencang. “Ikuti perintahku sekarang kalau kamu enggak mau mati di sini sia-sia!” Ancaman Naufal jelas hanya sebuah gertakan semata. Pria itu mana berani membunuh seseorang demi untuk memenuhi persyaratan yang sebetulnya mudah saja ia lakukan tanpa harus melakukan hal gila semacam itu. Pada dasarnya Della adalah seorang gadis yang baik. Mendapat perlakuan kasar dari Naufal, membuatnya mendadak tak bisa melawan sebab rasa takut yang menggelayut. Sungguh ironi, di saat gadis itu digembleng dengan sikap dan disiplin dari seorang ayah yang seorang aparat kepolisian, justru Della tumbuh dan besar menjadi seorang gadis yang lemah lembut. Della akhirnya bisa dikondisikan dengan gertakan Naufal yang malam itu bak setan berwajah manusia. “Buka baju kamu!” perintah pria itu sekarang. Dengan sebuah jentikan jari telunjuk, Naufal meminta Heri atau Daniel untuk bersiap dengan kamera yang akan merekam semua aksinya malam itu. Tetesan air mata pada wajah Della kembali menjadi pemandangan mengharukan saat ini. Tapi bagi Naufal, hal itu sama sekali tidak membuatnya bersimpati. “Cepat!” teriaknya kemudian sebab Della yang tetap bergeming di posisinya. Daniel sudah melepaskan pegangan di lengan Della. Sekarang gadis itu berdiri mematung di tengah ruangan kamar dengan kedua kaki yang menempel pada ujung tempat tidur yang tertutup kain. “Buka!” teriak Naufal membuat Della berjengit. Perlahan Della menggerakkan tangannya. Ragu, enggan, takut, dan panik, adalah gambaran perasaan gadis itu sekarang. Tapi, demi menatap wajah Naufal yang terus melotot ke arahnya, Della akhirnya membuka satu per satu kancing kemeja agar keluar dari lubangnya. Naufal terus melihat aksi Della yang tampak dramatis karena keengganan yang ia rasakan. Namun, akhirnya kemeja itu terbuka juga setelah Della berhasil membuka semua kancingnya. Di tempat lain, Daniel dan Heri sudah memegang ponsel masing-masing untuk merekam. Memposisikan benda pipih tersebut di depan Naufal dan Della yang berdiri saling berhadapan. Sedangkan Rafael bertugas untuk mengawasi sekitar. Memeriksa kalau-kalau ada orang yang melihat mereka berada di sana. Atau mungkin ada yang merasa terganggu dengan perbuatan mereka di rumah tersebut yang tentu saja tanpa permisi. Masih dengan lelehan air mata, Della terus saja menunduk. Ia sepertinya enggan mengangkat wajahnya yang —cantik, untuk melihat ke arah kamera ponsel yang sudah mulai merekamnya. Saat tak ada suara yang memenuhi area ruangan, Naufal mulai bergerak maju. Lelaki itu tampak mengulurkan tangan, lalu menurunkan kain yang menutupi kedua bahu dan tubuh si empunya, sampai jatuh ke lantai yang berdebu. Saat ini tampak tubuh Della yang hanya mengenakan bra, masih menutupi area sensitifnya. Gemetar gadis itu terlihat nyata di dalam video. Baik Daniel atau Heri, sama-sama saling memandang, takjub. Tubuh gadis itu sesuai dengan wajah si pemiliknya. Putih dan mulus. Padahal itu belum terlihat semuanya. Saat Naufal hendak melakukan hal lain —setelah melepas kemeja Della, gadis itu sontak mengangkat kedua tangan dan menutupi tubuh bagian atasnya, malu. Tapi, lelaki itu tetap melanjutkan niatnya. Tak peduli dengan apa yang menghalanginya sekarang, tiba-tiba Naufal semakin mengikis jarak lalu mendaratkan ciuman di bibir Della. Gadis itu sempat kaget dan terbengong. Namun kemudian, ia memberontak ketika tersadar jika ciuman pertamanya direnggut paksa oleh laki-laki yang tidak ia kenal. ‘Lepaskan!’ teriaknya di sela ciuman yang Naufal lakukan. Namun, yang terasa pada diri Naufal, apa yang terjadi saat ini adalah, Della yang menggeram karena menikmati ciuman yang ia lakukan tersebut. Ketika ada gerakan di mana Della ingin menarik mundur kepalanya, Naufal malah menahan tengkuk lehernya dan membuat ciuman itu semakin liar dan penuh nafsu. Della terus berontak. Air matanya terus meleleh membasahi wajahnya yang juga sudah berpeluh. Tampak kedua tangan yang mengepal marah, memukul membabi buta pada d**a dan pundak Naufal. Tapi, semua yang Della lakukan malah dianggap sebuah tantangan oleh lelaki itu. Dengan gerakan cepat, Naufal berhasil melepas kaitan bra di belakang tubuh Della. Membuat gadis itu malah menempelkan dadanya pada d**a Naufal agar tubuhnya yang polos tidak terlihat. Reaksi Della dianggap lain oleh Naufal, hingga kemudian lelaki itu pun kembali berbuat lebih. Celana yang Della pakai, tak luput dari serangan lelaki itu. Entah bagaimana caranya, Naufal yang memiliki talenta dalam bidang olahraga —motor, mampu membuat Della benar-benar telanjang dengan kedua tangan yang —entah kapan bisa melepaskan semua kain yang menutupi tubuh gadis itu. Dalam tegukan saliva dan tatapan tak berkedip tiga laki-laki lain yang menonton, apa yang terjadi saat ini pada Naufal dan Della, tak ubahnya bak scene adegan panas dari sebuah film dewasa yang pernah keempatnya tonton. Naufal tidak tahu apakah yang ia lakukan sekarang akan sesuai dengan permintaan Stefany. Tapi, sebab pikirannya yang tidak berpikir panjang tersebut, malah membuat ternodanya seorang gadis yang tidak tahu menahu atas masalah yang sedang lelaki itu hadapi. Della benar-benar dilecehkan di malam sial itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN