Tempat Tujuan

1244 Kata
Fredella Adeeva Ulani yang kini berusia 19 tahun itu merupakan putri seorang anggota kepolisian. Della merupakan mahasiswa di salah satu universitas cukup bergengsi di kota Jakarta. Dia seorang gadis cantik baik hati, lemah lembut, tapi pendiam. Malam ini Della tengah mengikuti acara di kampus sampai tak terasa malam telah tiba. Dia pulang sendirian dari kampus dan tak pernah menyangka dirinya akan ditangkap oleh sekelompok pria yang keluar dari sebuah mobil. Della yang sedang berjalan sendirian itu tiba-tiba ditangkap dan diseret masuk ke dalam mobil. Della terus memberontak, tapi tenaganya tak sebanding dengan para pria itu. Gadis malang itu juga terus berteriak meminta tolong, tapi dengan sigap orang-orang yang menculiknya membekap mulutnya hingga suaranya pun tak bisa keluar. Tak ada seorang pun yang mengetahui proses penculikan itu atau datang untuk menolong Della. Di dalam mobil, Della dipegangi oleh dua orang pria yang duduk di kiri dan kanannya. Mulutnya masih dibekap oleh salah seorang dari kedua pria itu sehingga Della masih belum mampu mengeluarkan suaranya. “Fal, bagaimana? Lumayan cantik kan mahasiswi yang kita dapatkan ini?” tanya Heri pada Naufal yang hingga detik ini hanya diam membisu. Pria itu tengah menelisik gadis yang sebentar lagi akan membantunya membuktikan pada Steffany bahwa dia bukan lagi anak remaja selainkan pria dewasa yang sudah tahu cara memperlakukan seorang wanita. “Menurutku dia cantik, Fal. Cocok untuk dijadikan partner-mu nanti.” Daniel ikut berkomentar. Naufal pun hanya mengangguk karena setelah dia perhatikan gadis yang nekat mereka culik itu memang cantik. Tubuhnya langsing dengan rambut panjang sebahu yang dibiarkan tergerai. Jika ditilik dari perawakannya dan dia yang masih seorang mahasiswi sepertinya gadis itu masih seumuran dengan dirinya yang sekarang berusia 19 tahun. Hanya saja gadis muda seperti Della bukan tipe wanita yang disukai Naufal karena pria itu lebih tertarik pada wanita seperti Steffany yang lebih tua darinya, menawan dan seksi tentu saja. “Ya, lumayan. Lagi pula aku akan menggunakannya hanya untuk pembuktian itu.” “Ya, tapi kamu jangan berlebihan. Aku jadi khawatir kamu kesetanan setelah melihat kecantikan mahasiswi ini,” goda Rafael yang ikut bergabung dalam pembicaraan. Naufal mendengus. “Mana mungkin. Dia bukan tipe wanitaku.” “Ah, benar juga. Tipe wanitamu kan sekelas Steffany.” Suara tawa pun menggelegar dari dalam mobil, semua menertawakan Naufal. Sedangkan Della kedua matanya mulai berkaca-kaca, mendengar percakapan pria-pria itu, dia semakin ketakutan. Tahu persis sesuatu yang buruk sebentar lagi akan menimpanya. “Di mana kita akan beraksi? Seharusnya di tempat sepi supaya tidak ada orang yang melihat,” tanya Heri. “Tentu saja harus di tempat yang sepi. Jangan sampai ada yang melihat aksi kita ini, apalagi sampai melihat aku terlibat, nanti nama baikku tercemar, itu akan sangat buruk untukku.” Naufal menyahut dengan histeris karena dia takut bukan main tindakan mereka yang bisa dikatakan sebagai kejahatan ini akan diketahui orang lain. Jika sampai dirinya sebagai pembalap motogp diketahui terlibat skandal ini maka karirnya sebagai pembalap mungkin akan berakhir padahal prestasi Naufal sedang berada di puncak. “Iya, iya, tenang saja. Yang mengetahui kejadian ini hanya kita berempat saja. Kamu tidak usah takut atau cemas. Rahasiamu aman, Kawan.” Daniel yang kali ini bersuara, meyakinkan Naufal bahwa tak ada yang perlu ditakutkan karena semua pasti baik-baik saja sesuai dengan rencana mereka. “Ya, aku percaya pada kalian karena itu aku mengikuti saran kalian ini,” sahut Naufal tampak yakin ketiga temannya tak mungkin mengkhianati dirinya. “Ah, kalau tidak salah di sekitar sini ada rumah kosong yang sudah tidak berpenghuni. Katanya sih semua penghuninya tewas karena dibunuh perampok.” Rafeal dengan semangat memberikan informasi itu. “Benarkah? Jangan-jangan rumah itu berhantu karena semua penghuninya mati terbunuh?” Daniel yang bertanya. “Dari rumor yang beredar sih memang begitu. Rumah itu sangat angker semenjak tragedi pembunuhan itu. Pernah ada satu keluarga yang nekat membeli rumah itu dan tinggal di sana, hasilnya mereka hanya mampu bertahan satu bulan tinggal di rumah itu karena setiap hari diganggu hantu penghuni rumah.” Rafael kembali memberikan informasi menyeramkan yang membuat semua orang bergidik ngeri. “Terus kenapa sekarang kamu menceritakan tentang rumah berhantu itu?” tanya Naufal walau tampaknya dia sudah bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Rafael. “Tadi kan kamu bertanya di mana kita akan beraksi, harus di tempat yang sepi supaya skandalmu ini tidak diketahui orang lain, kan? Karena kalau kita pergi ke hotel tidak mungkin. Jadi kurasa rumah kosong itu merupakan pilihan yang tepat.” “Yang benar saja. Aku tidak mau masuk ke rumah berhantu,” tolak Naufal mentah-mentah. “Kamu ini katanya ingin membuktikan pada Steffany kalau kamu bukan anak remaja lagi tapi pria dewasa, kurasa ini juga pembuktian bahwa kamu sudah dewasa. Bagaimana bisa dikatakan pria dewasa kalau masuk ke rumah berhantu saja kamu takut?” Heri yang mengatakan ini membuat Naufal tertegun dalam diam karena perkataan pria itu mempengaruhi hati dan perasaannya. “Nah, aku setuju dengan Heri. Masuk ke rumah berhantu itu juga bisa dijadikan pembuktian kalau kamu bukan anak remaja, tapi pria dewasa.” Bahkan Daniel pun ikut mendukung. “Tapi kenapa kita harus pergi ke rumah kosong? Pasti di sana kotor sekali. Kenapa kita tidak pergi ke rumah salah satu dari kalian saja?” Naufal menatap satu demi satu wajah ketiga temannya, berharap salah satu dari mereka ada yang menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat mereka beraksi nanti. “Kenapa tidak di rumahmu saja? Kenapa harus di rumah kami?” Rafael yang bertanya. Naufal pun berdecak. “Kalian kan tahu rumahku jauh, bukan di Jakarta. Di Jakarta ini aku tinggal di mess bersama timku. Mana mungkin aku bisa menggunakannya.” Naufal pun mencoba menjelaskan kondisinya karena dia memang bukan berasal dari Jakarta. Selain itu, profesinya sebagai pembalap motogp membuatnya harus ikut bersama timnya bepergian keluar negeri. Bisa dikatakan dia sangat jarang berada di Indonesia dan kebetulan sekali beberapa hari kedepan dia bisa menetap di Jakarta karena jadwal balapan belum dimulai dan masih ada waktu untuk beristirahat. “Rumahku juga sama. Aku juga seorang pembalap sepertimu, jadi aku juga tinggal di mess bersama timku.” Rafael ikut menimpali. “Kalau aku juga tidak bisa karena di rumahku ada orang tua dan adik perempuanku.” Kali ini Heri yang menyahut. Tatapan Naufal pun tertuju pada Daniel yang belum memberikan jawaban apa pun. Daniel berdeham. “Aku juga tidak bisa karena …” “Ya sudah, kita pergi ke rumah kosong berhantu itu saja,” sela Naufal cepat karena tak ingin mendengar alasan Daniel yang tampaknya akan menolak juga untuk memberikan rumahnya sebagai tempat untuk mereka beraksi. “Kamu yakin kita mau ke rumah berhantu itu?” tanya Daniel. Naufal pun memutar bola mata. “Ya, mau bagaimana lagi. Tidak ada pilihan lain karena rumah kalian tidak bisa. Kita pergi ke sana saja.” “Ok, kalau begitu sudah diputuskan kita akan pergi ke rumah kosong berhantu itu. Rumahnya sudah dekat dari sini.” Yang menyahut dengan penuh semangat itu adalah Rafael yang senang karena saran darinya akhirnya diterima dan disetujui Naufal. Hingga perjalanan mereka pun berakhir ketika mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan rumah berhantu yang menjadi tujuan mereka. “Rumahnya seram sekali,” ucap Heri sambil bergidik ngeri. “Kamu yakin kita akan masuk ke dalam, Fal?” Naufal menelan ludah sebelum akhirnya anggukan diberikannya. “Ya, tidak ada pilihan lain selain rumah ini. Ayo kita masuk ke dalam dan bawa gadis itu.” Setelah itu keempat pria itu pun turun dari mobil, membawa paksa Della yang sudah meneteskan air mata karena takut bukan main. Entah bagaimana nasib gadis malang itu sebentar lagi?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN