Semua orang juga tahu kalau penyesalan itu datangnya selalu belakangan. Yang datang duluan itu reservasi -- Abiyaksa kurniawan --
***
ABIYAKSA K
Abi sadar gadis yang sedang berbincang akrab dengan pria matang yang tak dikenalnya itu, bukan lagi kekasihnya. Jadi, apa dia berhak memiliki rasa cemburu kala melihat senyum yang dulu menjadi favoritnya tersebut, sekarang diberikan kepada pria lain? Tentu saja jawabannya tidak. Dia sudah mengingatkan hatinya berkali-kali--dari pertama melihat Naya bergabung dengan menggendong seorang bocah. Pria itu nampak sudah matang, mungkin sudah berumur pertengahan 30 an. Dari caranya bersikap, pakaian, dan barang yang lelaki dan putri kecilnya itu pakai, Abi bisa memastikan pria itu mapan secara finansial. Jam tangan patek yang melingkar di pergelangan tangan pria itu, semakin menegaskan semuanya. Naya memiliki masa depan cerah bersama pria yang ditebaknya berstatus duda, melihat dari putri kecilnya yang begitu lengket dengan Naya. Kalau masih ada ibunya, tidak mungkin seorang anak bisa sedekat itu dengan perempuan lain. Hatinya sedikit nyeri. Ia mengalihkan pandangannya ketika Naya tiba-tiba menoleh ke arahnya, dan memberikan senyum ... culas?. Abi mendesah, Naya sangat marah padanya, dan dia memang pantas menerima kemarahan itu. Dia sudah merubah Naya, gadis yang dulunya sopan, tidak pernah mengeluarkan kata-kasar itu, bahkan sekarang sanggup mengatainya dengan kata makian.
Beribu kata maaf yang ia sampaikan pada Naya, tidak mampu meluluhkan hati gadis itu. Hati gadis itu kini sekeras batu, dan semua karena dirinya.
Sungguh dia menyesali semuanya. Dulu, saat dia memutuskan untuk berhenti menulis surat untuk Naya, dia pikir itu yang terbaik untuk mereka berdua. Saat itu hidupnya berat. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan hubungan percintaannya dengan Naya. Berpikir bahwa Naya pasti akan melupakannya perlahan-lahan, dan memulai hubungan dengan pria lain. Naya bukan gadis jelek, dia manis, apalagi saat tersenyum, jadi gadis itu pasti tidak akan kesulitan mendapatkan ganti dirinya. Dhani, contohnya. Pria itu sudah menyukai Naya dari awal tahun pertama Naya masuk kuliah. Namun, saat mengetahui Naya sudah berhubungan dengannya, pria itu memilih mundur. Tapi sekarang, dia bisa melihat dengan jelas tatapan Dhani pada mantan kekasihnya itu masih sama seperti dulu. Cinta itu masih ada, dan mungkin kini lebih subur. Apalagi saat melihat aksi Dhani ketika melepas jaket yang dipakainya, untuk dia gunakan menutupi kaki jenjang Naya, seolah pria itu tidak rela ada mata-mata lain yang melihatnya.
Yang terlambat Abi ketahui, adalah kenyataan bahwa gadis itu masih setia menunggunya. Berpegang pada janji yang Abi ucapkan, dan tuliskan di beberapa suratnya. Ketika bertemu kembali untuk pertama kali, hati Abi mencelos melihat tatapan terluka di mata Naya--saat dia mengetahui hubungan mereka sudah tidak ada lagi. Air mata gadis itu menyakitinya, membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak setelah hari itu. Sandra, istrinya, sempat bertanya kenapa ia sering terbangun di malam hari, dan dia hanya bisa beralasan--insomnianya sedang kambuh. Mungkin karena sedang banyak kerjaan.
Ketika tadi matanya menumbuk penampilan berantakan Naya, yang anehnya malah terlihat sexy di matanya, otaknya bahkan sempat berpikir untuk mengiyakan permintaan Naya. Permintaan agar dia menceraikan istrinya, supaya Naya mau memaafkannya. Bukankah setelah itu, dia bisa kembali merengkuh Naya? Gadis itu masih mencintainya.
Genggaman erat di tangan kanannya, menyadarkan Abi dari lamunannya. Ditolehkan kepalanya ke kanan untuk mendapati wajah penuh tanya sang istri.
"Kenapa?" tanya Abi lirih. Sandra tersenyum masam, lalu mendekat ke telinga Abi untuk berbisik.
"Itu mata dijaga. Jangan ngelihat milik orang lain terus," sindir sang istri membuat tubuh Abi menegang. Dia tidak menyadari bahwa ternyata Sandra memperhatikannya. Satu lagi kesalahan yang ia buat saat ini. Secara tidak sadar, ia sudah mulai menyakiti istrinya--Sandra.
***
Waktu berjalan cepat, dengan perbincangan mengenai bisnis yang Ia dan teman-temannya sedang bangun. Para pria berkumpul terpisah dari para wanita, dan saat itulah Abi diperkenalkan pada pria asing itu oleh Bimo.
"Yang ini namanya Abi, Mas. Dia baru balik ke sini setelah lama di Aussie," jelas Bimo. Pria itu tersenyum lalu mengangsurkan tangannya yang langsung ia sambut.
"Saya Malaka. Panggil saja Alka." Abi tersenyum sambil mengangguk kecil.
"Abi ini mantan terindah Naya, Mas," lanjut Bimo dengan cengirannya--membuat Abi meringis tak enak hati. Pria itu terlihat kaget. Sepasang matanya membesar sesaat--sebelum akhirnya kembali seperti semula. Mungkin Naya memang belum menceritakan tentang dirinya pada pria itu.
"Tapi, saya calon masa depannya." Dhani menyeringai ke arah Abi lalu menepuk bahu pria yang duduk di sebelahnya tersebut.
"Thanks Bi, udah ngelepas cewek itu." Tatapan Dhani melembut, ketika pandangannya dia alihkan ke arah kumpulan lima orang wanita yang juga terlihat sedang asyik mengobrol di meja panjang. Beberapa saat mata para pria itu tertuju ke meja panjang. Tentu saja ke arah subyek yang berbeda, kecuali Abi, Dhani dan Alka yang melihat ke satu subyek. Cewek dengan rambut yang saat ini sudah tergerai berantakan karena tertiup angin. Bahkan angin juga tak mau kehilangan kesempatan untuk membelai gadis itu. Abi mengalihkan perhatiannya pada sosok Sandra yang duduk di depan Naya. Dia kembali mengingatkan hatinya agar tidak teralih pada mantan kekasihnya. Namun, lagi-lagi pandangannya berpindah ke gadis yang sedang tertawa lebar menanggapi celoteh gadis kecil yang duduk di meja menghadapnya. Gadis kecil itu kini bahkan menciumi pipi Naya, dan membuat tawa Naya semakin keras. Tawa yang sangat disukainya--bahkan hingga sekarang.
"Bro, saingan kamu berat tuh. Sepertinya Naya sudah jatuh cinta pada Mekka lebih dulu." Bimo tergelak ketika tatapan menusuk Dhani menyambanginya.
"Support kenapa sih, Bim. Kamu kan tahu aku udah ngedeketin dia dari tahun kapan," keluhnya. Bimo kembali tergelak.
"Yah ... bersaing secara sportif aja, Dhan. Aku pasti dukung kok. Tapi siapa pun yang nanti Naya pilih, aku pasti dukung juga. Siapa tahu entar justru si Naya berakhir dengan Igor. Ya nggak, bro..." Bimo mengalihkan tatapannya pada Igor dengan dua alis terangkat. Igor tertawa keras.
"Awak nggak akan bersaing dengan sahabat sendiri bro. Jangan sampai gara-gara cewek persahabatan hancur. Ya gak, bro." Igor tersenyum pada Dhani.
"Tapi kali ini awak dukung Mas Malaka," lanjut Igor dengan tawa khasnya yang melengking, membuat Dhani mengangkat cangkirnya. Hampir saja dia melempar Igor dengan cangkir yang masih terisi kopi setengah. Pria itu, Malaka hanya tersenyum dengan gerak elegan yang entah mengapa membuat Abi merasa panas. Merasa kalah telak dari pria itu. Bimo yang duduk di sisi kirinya, memeluk bahunya dari samping,
"Penyesalan itu datangnya memang selalu terlambat, bro," bisik pria itu.
"Kamu udah melewatkan cewek se-special Naya. She is worth the wait. pasti kamu menyadarinya sekarang." Bimo melepaskan pelukan di bahunya, sambil berucap tanpa suara "You lost the best." Lalu tersenyum. Senyum yang terlihat mengejek di matanya. Abi merasa darahnya mendidih. Kembali pandangannya terlempar ke arah cewek itu. Kanaya putri, mantan kekasihnya--mantan terindahnya.
Abi tahu, Bimo yang adalah tunangan sahabat Naya itu, pasti juga marah padanya. Dia pasti tahu semua kisah Naya bersamanya. Bimo bahkan juga terkesan menyayangi Naya. Mungkin karena sudah terlalu mengenal Naya, hingga rasa peduli itu muncul. Bimo sempat bilang padanya beberapa hari sebelum acara pertunangannya. Saat mereka bertemu untuk makan siang, bahwa baginya, Naya bukan hanya sahabat calon istrinya, bukan juga hanya sabahat untuknya. Tapi bagi Bimo dan Erika Rahayu, sosok Naya sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Naya adalah saudara bagi mereka berdua.
Abi mendesah, matanya masih memperhatikan meja panjang tak jauh di depannya. Semua orang juga tahu kalau penyesalan itu datangnya selalu belakangan. Yang datang duluan itu reservasi ... keluhnya dalam hati.
Melihat Naya yang sekarang lebih matang, wajah cantik cenderung manis hingga tak bosan untuk dilihat. Serta bentuk tubuh yang membuat banyak pria akan rela berlutut di depannya. Haruskah ia kembali berusaha? Haruskah ia melepas Sandra agar bisa kembali memeluk gadis itu? Mungkinkah kisahnya bersama wanita itu akan bisa terjalin lagi? Ketika otaknya kembali, maka Abi sudah bisa menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalanya.