Naluri melindungi

2197 Kata
"Hem ... bilang enggak enggak. Mulai perhatian, 'kan, Lu!" Lucky sama sekali tidak menghiraukan cibiran Arga yang tersenyum lebar menatap kepergian sang teman akrab, lelaki itu bergegas mengambil mobilnya di parkiran agar tidak terlambat menjemput Mika tentu saja dia tidak ingin gadis itu pergi lagi dengan teman temannya apa lagi dia sudah berpesan pada Mas Dwi untuk tidak menjemput gadis itu siang ini. Akan tetapi di jalan Lucky malah merasa bingung harus minta maaf dulu atau memarahi Mika dulu. "Semua ini terjadi karena kesalahanku, jadi aku harus minta maaf lebih dulu. Kalau aku memarahinya bisa jadi dia tambah meledak," gumam Lucky yang lalu berkonsentrasi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju sekolah Mika. . "Mika, kamu udah minta jemput sopir?" tanya Siska saat ketiga gadis itu berjalan menuju gerbang sekolah, spontan Mika menepuk keningnya karena ia lupa memberi tahu Mas Dwi untuk menjemputnya. "Lupa, aku telepon dulu, deh!" ujar Mika sambil merogoh tasnya mencari di mana dia menyimpan ponselnya. "Kelamaan, Mik, kamu ikut aku aja. Aku anterin sampe rumah," Siska, Mika tidak menjawab karena sedang berusaha menghubungi Mas Dwi. "Enggak diangkat lagi," gumam Mika karena Mas Dwi tidak juga menjawab panggil teleponnya. "Ya udah, pulang sama Siska atau sama aku aja. Asal jangan nginep lagi aja, kasian Om Lucky nanti kangen lagi!" Mika berdecak kesal mendengar ledekan Ica seolah mereka tidak pernah bosan melakukan hal itu, mereka baru saja keluar dari gerbang sekolah beriringan dan Siska langsung menyenggol lengan Ica yang berjalan di sampingnya lalu menggedikkan dagu ke arah parkiran agar Ica menatap ke arah yang sama, Ica mengulum senyum. "Tapi kayaknya enggak perlu nginep lagi juga Om Lucky udah kangen!" timpal Siska sambil menahan tawa. "Apaan, sih, kalian. Hobi banget ngeledekin aku, waktu itu kalian enggak berhenti ngeledekin aku sama Yogi, sekarang ngeledekin aku sama Om Lucky!" protes Mika sewot karena tingkah kedua sahabatnya itu, memang di antara mereka bertiga hanya Mika yang tidak memiliki kekasih hingga ia selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya itu. "Kita enggak lagi ngeledekin kamu Mika, tuh, kamu liat!" jawab Ica sambil menggedikkan dagu agar Mika menatap Lucky yang sedang berdiri di samping mobilnya sambil menatap mereka bertiga. "Hah?" Spontan Mika membuka mulutnya secara tidak sadar melihat Lucky ada di sekolahnya. "Hah heh hah heh! Samperin sana, kasian cowok ganteng kepanasan!" Siska menyenggol bahu Mika menyadarkannya dengan apa yang harus ia lakukan. "Ganteng tapi Om Om!" jawab Mika lirih. "Om Om tapi ganteng!" jawab Siska dan Ica kompak, lalu keduanya tertawa kecil melihat Mika yang berjalan mendekati Lucky. Kedua gadis itu terperangah melihat Lucky membukakan pintu mobil untuk Mila bahkan sebelum Mika sampai di dekatnya, menurut mereka itu sangat manis. "Om Lucky ngapain di sini?" tanya Mika yang masih saja bersikap ketus, gadis itu bahkan masih enggan beradu tatap dengan Lucky. "Jemput kamu lah, udah jelas jelas Om juga bukain pintu buat kamu," jawab Lucky sambil memberi isyarat dengan tangannya agar Mika masuk ke dalam mobilnya, Mika hanya meliriknya sekilas. "Mas Dwi ke mana, kok, bukan Mas Dwi yang jemput Mika?" tanya Mika datar. "Om sengaja suruh Mas Dwi buat enggak jemput kamu hari ini karena Om yang mau jemput kamu, ada yang mau Om omongin," jawab Lucky, Mika hanya diam tidak merespon apapun. "Ayo masuk," ajak Lucky, Mika kembali menoleh ke arah teman temannya dan mereka berdua sudah tidak ada di tempat semula, maka yang Mika lakukan adalah memasuki mobil itu. Lucky menutup pintu mobilnya setelah Mika masuk lalu berjalan memutar untuk memasuki mobil dan membawa Mika pergi dari sekolah yang sudah mulai sepi. Mika hanya diam, melipat kedua tangannya di bawah dadaa, pandangannya lurus ke depan dengan tas sekolah berada di pangkuannya. "Mika, Om minta maaf. Om ngaku salah karena kemarin enggak makan bekal yang kamu bikinin," ucap Lucky terdengar tulus meski tetap tegas bahkan terkesan kaku, Mika hanya sekilas menatapnya lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan. "Enggak apa-apa, enggak penting juga, 'kan," jawab Mika datar membuat Lucky yakin jika gadis itu belum bisa memaafkannya. "Jangan ngomong begitu, Mika, Om jadi tambah merasa bersalah. Om bener bener minta maaf, kemarin itu Om sibuk banget, sampe enggak sempet makan siang. Terus temen Om dateng kata dia daripada makanan itu enggak kemakan lebih baik dia yang makan. Ya udah Om kasihin aja," terang Lucky panjang lebar, tetapi Mika merasa enggan mendengarnya mengingat ucapan Ica dan Siska kalau pacar Lucky yang memakannya membuat Mika semakin sebal. "Iya, Mika tau, kalau orang lagi pacaran pasti apa aja dikasih. Sampe makanan yang udah susah susah Mika buat juga Om kasih. Mika 'kan, enggak penting," jawab Mika sewot. "Tunggu, tunggu. Maksudnya? Pacaran?" tanya Lucky sambil menatap Mika penuh tanda tanya lalu kembali fokus pada jalanan. "Yang makan makanan Om Lucky kemarin itu pacar Om, 'kan!" tuduh Mika sewot dan dia sendiri tidak tahu mengapa dirinya bisa bersikap demikian, ia bahkan tidak sadar menunjukkan kekesalan pada Lucky karena hal itu. "Arga? Masa Om pacaran sama bapak beranak satu? Biar jomblo Om masih normal, Mika!" jawab Lucky tegas, spontan bibir Mika melengkung sempurna mendengar jawaban Lucky ternyata dugaan Ica dan Siska tidak benar. Atau mungkin lebih tepatnya Mika tersenyum karena mendengar Lucky yang mengakui dirinya masih jomlo. "Pokoknya Om minta maaf soal bekal itu," sambung Lucky, Mika mengulum senyumnya. Berlagak cuek dan belum bisa memaafkan Lucky. "Sebagai permintaan maaf, Om traktir kamu makan siang, deh. Kamu mau makan apa?" tanya Lucky sambil menatap wajah Mika yang sudah terlihat lebih baik, tidak sejudes tadi. "Enggak mau. Aku, 'kan, usah susah susah masak sendiri malah Om kasihin orang lain, aku baru mau maafin Om Lucky kalau Om Lucky masakin aku buat kita makan," jawab Mika. "Oke, tapi enggak sekarang. Om enggak bisa istirahat lama lama, harus kembali ke kantor. Nanti malem aja Om masaknya, sekarang kita makan di luar aja, ya?" tawar Lucky Mika mengangguk pelan. "Tapi bukan berarti aku udah maafin Om Lucky, ya." Lucky mengulum senyum mendengarnya, dasar anak anak! "Iya, Om tau. Tapi seharusnya kamu juga tau kalau kamu juga harus minta maaf sama Om," kata Lucky yang sudah memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah makan. "Kok, aku? Emang aku salah apa?" tanya Mika ringan tanpa rasa bersalah, tidak menjawab Lucky malah keluar dari mobilnya lalu memutar untuk membukakan pintu bagi Mika. "Kita ngobrol di dalem," kata Lucky saat Mika keluar dari mobilnya lalu menutup kembali pintu itu dan berjalan dengan Mika mengikuti. . "Kamu bener bener enggak sadar udah bikin kesalahan apa?" Lucky terlihat gemas pada Mika yang kembali menanyakan untuk apa dia harus minta maaf, mereka berdua duduk berhadapan di sebuah rumah makan menunggu makanan yang sudah mereka pesan. "Kamu pergi, sampe malem enggak pulang pulang. Hape kamu enggak aktif, Om panik nyariin kamu, Mika," jawab Lucky dengan gemas, melihatnya Mika hanya mengerjap ngerjapkan mata. Dalam hati mengakui kalau Lucky memang menggemaskan. "Aku udah telpon Mbak Kus, Om Lucky aja yang keburu panik," jawab Mika ringan. "Tapi kamu enggak bilang sama, Om," jawab Lucky sambil menatap wajah Mika. "Kenapa aku harus bilang?" tanya Mika sambil balik menatap Lucky seolah mengajak lelaki itu saling adu kuat tatapan. "Karena ... ya, Om harus tau, Mika. Om harus jagain kamu," jawab Lucky melembutkan nada bicaranya. "Sekarang Om tau, 'kan, rasanya enggak dihargai. Enggak dianggap, itu juga yang Mika rasain. Apalagi tau kalau Om Lucky berusaha bohongin Mika, Mika enggak suka dibohongin," jawab Mika juga dengan suara lembut tetapi begitu mengena di hati Lucky. Memang benar saat ada yang bilang, tidak perlu berusaha membohongi seorang wanita, karena wanita itu pintar. Dia bisa merasakan sedikit saja kebohongan yang kamu lakukan. Lucky merasakannya sekarang. "Iya, Om tau kamu melakukannya untuk menghukum Om karena itu. Om, 'kan, udah minta maaf," jawab Lucky yang sudah merasa kalah walau dalam hati berusaha menyangkal. Dirinya? Kalah dari seorang wanita? Bukan. Bahkan dia bukan wanita, dia remaja wanita. "Jadi kalau begitu, buat apa Mika minta maaf?" Mika membalikkan keadaan sambil tersenyum penuh kemenangan, senyuman itu berubah saat seorang pramusaji datang membawa makanan yang mereka pesan. "Selamat menikmati, kak," ujar pramusaji berbaju hitam putih itu. "Terima kasih," ujar Lucky dan Mika bersamaan. "Ya udah, kita makan aja. Enggak boleh bahas sebuah masalah di depan makanan," ujar Lucky, Mika menganggu setuju lalu mulai menyantap makanannya. "Gimana sekolah kamu?" tanya Lucky, membuat Mika yang sedang mengunyah makanannya lantas menatapnya. "Biasa aja, emang kenapa? Om nanyanya kaya Mama Papa, deh!" jawab Mika, Lucky menahan tawa mendengar protesnya. "Ya udah, Om tanya yang beda, ya. Kamu udah punya pacar berapa?" tanya Lucky sebelum menyuap makanannya, pertanyaan itu malah membuat Mika batal menyuap makanannya. "Kok, nanyanya malah begitu. Itu mirip pertanyaan Mommy!" jawab Mika, Lucky malah makin tertawa. "Ditanya protes terus, Om harus hanya apa, dong!" kata Lucky sambil tertawa kecil. "Ya tanya apa, kek. Mau enggak jadi pacar aku misalnya," jawab Mika ringan membuat Lucky yang sedang menyedot minumannya tersedak hingga terbatuk-batuk, kini malah Mika yang tertawa. Gadis itu bangun dari duduk dan menepuk nepuk bahu Lucky. "Udah, Om, kalau masih perlu waktu buat berpikir enggak usah kasih jawaban sekarang juga enggak apa-apa," ujar Mika, ia tertawa geli mengatakan candanya itu. "Udah, udah! Enggak lucu!" Lucky meminta Mika kembali duduk sambil menahan tawa. "Enggak lucu, sih, ketawa. Udah, Om, ketawa aja. Bilang iya juga enggak apa apa." Mika semakin senang meledek Lucky karena geli melihat ekspresi wajahnya. "Mika!" Lucky memelototi gadis yang masih saja tertawa itu. "Ayo abisin makanannya terus Om anter pulang. Waktu istirahat kerja Om udah hampir habis ini," kata Lucky sambil melihat alat penanda waktu yang ada di pergelangan tangannya. "Iya, dikit lagi," jawab Mika yang lalu kembali fokus pada makannya meski kadang kadang melirik wajah Lucky sambil mengulum senyum. "Ica bener, Om Lucky emang ganteng," bisik Mika dalam hati. "Iya, Om emang ganteng, tapi enggak usah dilirik terus, ntar mata kamu bintitan," sindir Lucky yang seolah bisa membaca kata hati Mika. "Dih, ge-er!" sembur Mika yang sudah selesai menghabiskan makanannya. "Ayo pulang." Lucky tersenyum lebar mengikuti langkah Mika meninggalkan meja yang kini dihuni oleh piring dan gelas kosong. * Dita Andriyani * "Inget, ya, Om Lucky punya janji sama Mika malam ini. Enggak boleh lupa atau Mika enggak akan maafin Om Lucky lagi," ancam Mika sebelum turun dari mobil Lucky yang mengantarnya hanya sampai depan gerbang rumah karena dirinya harus segera kembali ke kantor. "Iya," jawab Lucky datar, Mika malah mengerucutkan bibirnya karena Lucky hanya sesingkat itu memberinya jawaban. "Bye Om Lucky," ujar Mika sebelum turun dari mobilnya, Lucky bahkan tidak sempat menjawab lelaki itu segera memacu mobilnya karena sudah terlambat ke kembali ke kantor. . "Heh! Ke mana aja Lu sampe telat balik?" Lucky yang merasa terkejut spontan meninju bahu Arga yang tiba tiba menyenggol bahunya, lelaki itu mengikuti langkah Lucky menuju ruang kerjanya. Memang Lucky melihat semua rekan kerjanya sudah kembali ke meja dan melakukan pekerjaan masing masing. "Ngapain, Lu ngikutin gue? enggak ada kerjaan?" tanya Lucky pada Arga yang mengikutinya bahkan sampai ke mejanya. "Lagi nunggu data nasabah di print," jawab Arga yang lalu duduk di tepi meja Lucky, sementara Lucky langsung menyalakan komputernya. "Gimana makan siangnya sama gadis tersayang Lu itu?" tanya Arga, Lucky agak mendongak agar bisa menatap wajah sahabatnya itu. "Dari mana Lu tau gue ngajak dia makan?" tanya Lucky. "Alah, udah apal gue, Lu pasti jemput dia, ngajak makan baru nganterin dia pulang, iya, 'kan!" Lucky hanya mencibirkan bibirnya membenarkan tebakan Arga. "Tapi dia belum mau maafin gue tentang bekal itu," ujar Lucky tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputernya. "Ah ... ini gara gara Elu makan bekal itu, sih!" Lucky mengeplak tangan Arga. "Gue lagi!" protes Arga suaranya bahkan sampai menarik perhatian rekan kerja yang lainnya. Lucky sama sekali tidak memperdulikan mereka. "Dia mau maafin gue dengan satu syarat." Tanpa diminta Lucky bercerita, mereka memang biasa berbagi segala cerita. "Dia minta apa?" tanya Arga penasaran menatap Lucky dengan pikiran messum nya. "Enggak kayak yang Elu pikirin!" Lucky memelototkan matanya pada Arga, tahu apa yang lelaki itu pikirkan. "Dia minta gue masak, gantiin makanan yang udah susah susah dia bikinin buat gue." Arga tertawa. "Dasar bocah, minta sesuatu dari cowok seganteng Elu cuma begituan! Minta cium, kek. Minta grepe, kek!" "Ga, please, deh. Jangan pernah bicara tentang Mika begitu, gue enggak suka!" Tegas Lucky sambil menatap serius wajah Arga. Arga hanya diam, lalu berganti posisi menu menumpukan kedua tangan di meja dan menatap Lucky tidak kalah seriusnya. "Luck, percaya, deh ama gue. Kalau naluri melindungi Elu udah muncul begini nanti pasti bakal berkembang jadi naluri mencintai," kata Arga yakin, Lucky malah menggelengkan kepala sambil berdecak lalu kembali menatap layar komputernya. "Dibilangin enggak percaya! Yakin, gue!" gerutu Arga sambil berlalu meninggalkan Lucky, kembali pada pekerjaan yang sudah menunggunya. . Lucky menghela napas panjang, meregangkan otot otot tubuhnya dengan mengangkat tangannya tinggi tinggi ke udara. Tiba-tiba saja pikirannya melayang tertuju pada Mika, sedang apa gadis itu sekarang? Lucky mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, lalu membuka aplikasi berbasis telekomunikasi berwarna hijau berharap dari sana ia bisa melihat aktifitas terbaru Mika. Karena seperti pada umumnya seorang wanita Mika kerap kali mengunggah kegiatannya di media sosial. Benar saja dugaannya, Lucky tersenyum lebar melihat foto yang baru saja Mika unggah di story'nya, beberapa foto gadis cantik itu di kamarnya. Tiba-tiba ponsel yang sedang Lucky gunakan untuk melihat foto-foto Mika itu berdenting tanda ada sebuah pesan yang ia terima. Senyum Lucky semakin lebar karena itu pesan dari Mika. [Jangan diliatin terus foto aku, Om. Nanti jatuh cinta!]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN