Makan malam

2154 Kata
[Jangan diliatin terus foto aku, Om. Nanti jatuh cinta!] "Gimana dia bisa tau? Ah, pasti asal tebak tuh bocah!" gumam Lucky yang ibu jarinya memang tadi sengaja ia tempelkan di layar ponsel yang menampakkan foto Mika, tapi tidak mungkin juga Mika bisa mengetahui hal itu. [Dih, ge-er! Cuma sekali lewat aja.] Balas Lucky cepat, tentu saja dia tidak akan mudah mengakui apa yang Mika katakan, bisa tambah kege-er'an itu anak. [Iya juga enggak apa-apa, Om.] [Jangan lupa Om Lucky ada janji sama aku!] Lucky menggelengkan kepala menyadari kecerewetan anak itu. [Iya.] Hanya balasan singkat yang Lucky kirim itu pun tidak lagi Mika balas, lalu ia kembali menyelesaikan pekerjaannya tentu saja ia juga ingin cepat pulang untuk menunaikan janjinya pada Mika karena jika tidak sudah pasti gadis itu akan terus menagihnya. Sementara di kamarnya Mika mengatupkan bibir sebal. "Iya." "Cuma iya balesnya! Basa basi dikit, kek. Dasar cowok kaku kayak duit angpao lebaran!" omel Mika sambil melempar ponselnya ke atas ranjang. * Dita Andriyani * "Mika mana, Mbak?" tanya Lucky yang agak sedikit terlambat pulang, lelaki itu berjalan memasuki dapur sambil membawa beberapa kantung plastik berisi belanjaan, Lucky tidak tahu bahan masakan apa saja yang ada di rumah maka dari itu ia putuskan untuk berbelanja bahan makanan yang akan ia buat. "Ada di kamarnya, Mas," jawab Mbak Kus yang sedang duduk santai di kursi kayu yang ada di dapur. "Mbak Kus enggak usah masak makan malam buat saya sama Mika. Saya yang akan masak buat dia," ujar Lucky sambil membuka kancing lengan kemejanya lalu menggulungnya sebatas siku. "Hah? Mas Lucky mau masak, memang bisa?" tanya Mbak Kus, wanita berusia lebih dari empat puluh tahunan yang sudah bekerja selama tiga tahun di rumah itu, tugasnya hanya memasak dan mengurus pakaian saja karena untuk bersih bersih rumah dan halaman ada pekerja khusus yang datang dua hari sekali, tentu saja mereka bekerja di bawah pengawasan Mbak Kus dan security rumah, hingga semuanya dijamin aman. "Bisa dong, Mbak. Sebelum tinggal di sini saya, 'kan, tinggal sendiri jadi udah biasa masak. Lagi pula sejak kecil saya juga udah terbiasa hidup mandiri," jawab Lucky yang sudah mulai mempersiapkan apa yang akan dia masak. "Oh, ya sudah kalau begitu saya ke belakang dulu, nanti kalau Mas Lucky perlu bantuan panggil aja," pamit Mbak Kus. "Iya, Mbak," jawab Lucky tanpa menatapnya. "Oh, iya, Mbak. Mika enggak punya alergi makanan, 'kan?" Lucky tersenyum lega saat melihat Mbak Kus menggelengkan kepalanya. Lucky sibuk dengan kegiatannya memasak beberapa menu makanan yang ia pikir akan Mika sukai. . [Mik, jalan, yuk.] Pesan yang Mika dapat dari Siska, membuat gadis itu mengerutkan keningnya. [Enggak jalan sama cowok kamu?] Mika menanyakan hal yang membuat keningnya mengerut. [Jalan ama doi malem Minggu, Mika sayang. Malem ini aku kasihan sama jomblo aku kayak kamu, makanya aku ajak kamu jalan.] Mika memiringkan bibirnya merasa kesal membaca pesan yang justru berisi ejekan dari sahabatnya itu. Jangan lupakan emoticon menjulurkan lidah yang membuat kekesalannya semakin lengkap. [Ngeledek aja terus! Aku sumpahin putus kamu sama si Eldo!] Balas Mika sambil menahan tawa geli, pasti Siska langsung mengamuk jika mereka sedang bersama dan mendengar Mika berkata demikian. [Eh, jangan doa sembarangan, dong! Enggak kasian kamu kalau aku patah hati?] Benar saja, Mika tertawa membaca balasan Siska. [Biarin!] Balas Mika ia sertai pesan itu dengan banyak emoticon menjulurkan lidah. Siska membalasnya dengan stiker panda yang sedang menangis. [Gimana jadi jalan enggak?] Tanya Mika di bawah stiker panda itu. [Enggak, aku ada acara penting.] Balas Mika, ia mengetahui jika Siska membalas pesannya lagi tetapi ia langsung keluar dari chat room-nya saat mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya. Lagi pula sudah dapat Mika tebak jika pesan yang Siska kirim adalah rentetan pertanyaan ada acara apa dirinya, bersama siapa dan pertanyaan sejenisnya. "Iya, sebentar," pekik Mika agar seseorang yang berada di luar kamarnya itu tidak terus mengetuk pintu, gadis cantik itu turun dari ranjang dengan tetap menggenggam ponselnya yang masih beberapa kali berbunyi tetapi tidak ia pedulikan. "Om Lucky, mau ke mana?" tanya Mika begitu membuka pintu dan melihat lelaki itu di hadapannya, ia terlihat tampan dengan celana jeans panjang dan sweater berlengan panjang yang ia tarik sebatas siku. "Kamu yang bilang kita ada janji dan Om enggak boleh lupa, tapi ternyata kamu sendiri yang lupa," jawab Lucky sambil menatap Mika dari ujung kaki ke ujung kepala, gadis itu hanya mengenakan piyama terusan di atas lutut dengan gambar boneka, sebuah bandana berbahan bulu dengan pita besar di atas kepalanya membuat wajah cantik Mika jelas terlihat tanpa ada anak rambut yang menghalangi. "'Kan, kita janjiannya makan di rumah Om Lucky yang masak," jawab Mika bingung. "Iya, Om udah masak, ayo kita makan," jawab Lucky bangga, Mika mengulum senyum. "Kenapa senyum senyum begitu?" tanya Lucky melihat Mika yang tengah memperhatikan penampilannya. "Cuma makan di rumah aja keren banget, pasti mau caper sama Mika, ya?" ledek Mika sambil mengacungkan jari telunjuknya di depak wajah Lucky. Lucky berdecak mendengar ledekan Mika membuat gadis itu semakin tertawa geli, lelaki itu berjalan meninggalkan Mika yang langsung mengikuti langkah setelah menutup pintu kamar. "Kamu baru sadar kalau Om Lucky selalu keren?" tanya Lucky untuk berkilah jika dia memang sengaja berpenampilan rapi malam ini. "Enggak, biasanya kalo di rumah Om Lucky cuma pake kolor sama kaos oblong," jawab Mika yang mengekori langkah Lucky ke meja makan. "Tapi apapun yang Om pake, Om tetap keren!" jawab Lucky sombong, lelaki itu mengerutkan keningnya saat tidak mendengar Mika yang langsung protes seperti biasanya. Merasa aneh Lucky lalu membalikkan badannya dan melihat Mika yang tengah berdiri di dekat meja makan dengan wajah yang agak tercengang. "Om, ini ... beneran Om Lucky yang masak?" tanya Mika sambil menatap berbagai menu yang tertata cantik di atas meja, berbagai menu dengan plating yang menarik layaknya makanan yang tersaji di restoran. Wajar saja jika Mika menyangka Lucky tidak memasaknya sendiri. "Eh, maksudnya apa? Kamu ngira Om Lucky bohong?" tanya Lucky tidak terima dengan kecurigaan Mika. "Om Lucky 'kan, emang suka bohong," jawab Mika ringan merasa tersindir Lucky tidak jadi marah. "Iya, 'kan, cuma kemarin. Udah minta maaf juga, 'kan. Udah menuruti apa yang kamu mau juga, ini." Lucky menunjuk semua makanan yang ia buat. "Tapi Mika enggak yakin ini masakan Om Lucky sendiri," jawab Mika sambil melipat kedua tangannya di depan dadaa. Lucky meraup wajahnya dengan kedua tangan, mungkin ini karma karena kemarin dia juga sempat menuduh Mika tidak memasak sendiri bekal untuknya. "Kalau enggak percaya, Mika boleh tanya Mbak Kus, deh, tadi Mbak Kus liat Om bawa belanjaan terus sempet liat Om masak juga. Makanya jangan diem di kamar terus, jadi tau apa yang terjadi di dalem rumah," jawab Lucky lembut, Mika tersenyum lebar. "Iya Mika percaya, Mika cuma bercanda." Lucky menghembuskan napas lega. "Ayo makan," ajak Mika bersemangat lalu duduk di sebuah kursi dan Lucky duduk di hadapannya. "Eh, tunggu ... tunggu!" seru Mika membuat Lucky yang sudah siap mengambil makanan berhenti. "Mika foto dulu buat instastory." Lucky menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Mika. Lucky hanya diam membiarkan Mika mengambil beberapa foto piring berisi makanan yang ia buat dari beberapa sudut, tetapi bukan makanan itu yang Lucky lihat tetapi wajah Mika dengan berbagai ekspresi menggemaskannya. "Eh, Mbak Kus. Tolong fotoin kita dong," pinta Mika saat Mbak Kus tiba tiba lewat di dapur yang berada dekat dari meja makan itu. "Iya Non," jawab Mbak Kus sambil menerima ponsel yang Mika berikan, ponsel mahal yang sudah on camera itu ia arahkan pada Mika yang duduk di sebelah Lucky. Lelaki itu agak terkejut saat tiba tiba Mika bergelayut manja di bahunya sambil tersenyum lebar ke kamera, maka tidak ada yang bisa Lucky lakukan selain melakukan hal yang sama. . "Om Lucky, kok, masak sebanyak ini?" tanya Mika menatap ada empat menu di atas meja hingga meja yang tidak terlalu besar itu hampir penuh karena piring saji yang lebar lebar. "'Kan kamu yang minta, Om sengaja masak banyak selain buat kamu ada juga buat Mbak Kus, Mas Dwi dan Pak Darma," jawab Lucky, Mika hanya mengangguk anggukan kepala sambil menikmati makanan yang menurutnya sangat enak itu. "Om Lucky kok pinter masak?" tanya Mika lagi gadis itu terlihat begitu mengagumi apa yang Lucky lakukan. "Sejak kecil Om sudah biasa mandiri, Mika jadi memang Om sudah bisa masak sejak dulu," jawab Lucky, seketika ada atmosfer berbeda yang terasa. "Mommy pernah cerita sama aku tentang orang tua Om Lucky dan Mama Celine. Aku ikut sedih karena Mama Om Lucky meninggal sejak Om Lucky kecil," ujar Mika, Lucky hanya tersenyum. "Tapi itu semua adalah hal yang membuat Om Lucky bisa sekuat sekarang, tidak ada hal yang sia-sia. Ketika kamu menapaki jalan yang penuh dengan kerikil, memang saat itu telapak kakimu terasa sakit tetapi kamu harus tau jika setelahnya kerikil-kerikil itulah yang membuat telapak kakimu lebih kuat." Mika mengangguk paham. "Tadinya aku pikir, Om Lucky cuma mau masakin aku omelette kornet kayak yang aku bikin kemarin," ujar Mika sambil tertawa kecil Lucky tahu gadis itu segaja mengalihkan perhatian agar tidak lagi membicarakan hal yang menyedihkan. "Om selalu berusaha melakukan yang lebih baik Mika, jika ada yang memberi Om Lucky telur, maka Om akan memberikannya daging ayam," jawab Lucky sambil menyuapkan potongan ayam saus mentega pada Mika, gadis itu menurut membuka mulutnya lalu tersenyum manis sambil mengunyah makanan yang menurutnya sangat enak. "Jadi kalau ada yang sayang sama Om, pasti akan Om Lucky bales dengan lebih sayang?" tanya Mika, Lucky terdiam memikirkan jawaban yang pas. "Kalau ada yang memperlakukan Om dengan baik, tentu Om akan memperlakukannya dengan baik. Tapi kalau sayang, itu 'kan, sebuah perasaan, enggak bisa dipaksakan," jawab Lucky sambil menikmati makanannya. "Itu alasannya Om Lucky masih ngejomblo?" tanya Mika lagi, Lucky menggaruk keningnya merasa jika kecerewetan Mika sudah mulai kambuh. "Atau enggak ada yang sayang sama Om Lucky, ya? Makanya Om Lucky enggak tau bisa bales perasaannya atau enggak?" sambung Mika sambil menahan tawa, Lucky hanya tersenyum. "Sayang tau, Om. Kegantengan dan masa muda Om Lucky hilang sia-sia karena ngejomblo terus." Lucky tertawa kecil mendengarnya. "Siapa bilang masa muda harus dinikmati dengan pacaran, Mika. Apalagi gonta ganti pacar," jawab Lucky. "Oh, jadi Om Lucky mau langsung nikah? Tapi emang ada perempuan yang ujug-ujug diajak nikah, nanti kalo Om Lucky dapetnya perempuan yang enggak baik gimana, jangan beli kucing dalam karung lah, Om." Lucky semakin tertawa geli karena Mika yang tiba-tiba mendadak sok tua seperti itu. "Kamu sendiri, kenapa belum punya pacar? Enggak ada yang naksir ya di sekolahan?" tanya Lucky sambil tersenyum. "Enak aja, banyak kok yang naksir aku. Tapi aku enggak mau, aku sayang sama diri aku sendiri." Lucky mengerutkan keningnya mendengar jawaban Mika. "Maksudnya?" tanya Lucky, kini ia sudah bersandar santai di kursi karena sudah menghabiskan makanannya ia hanya tinggal menunggu Mika selesai dengan makanan-makanannya tetapi Lucky tidak tahu kapan makanan itu akan habis jika Mika terus saja berceloteh. "Ah, Om Lucky enggak usah sok polos, deh. Apa sih yang dipengenin cowok kalo pacaran, pelukan, ciuman, grepe grepe body, bahkan sampe celap celup. Aku enggak suka," jawab Mika santai, Lucky tersenyum lebar mendengar jawaban Mika, gadis itu memang benar jujur dan apa adanya dan yang membuat Lucky lebih senang dia adalah gadis yang bisa menjaga diri. "Ya, bener apa yang kamu bilang," jawab Lucky membenarkan. "Om tau enggak, aku putusin pacar aku setahun yang lalu karena apa?" Lucky menggeleng tetapi terlihat antusias mendengar apa yang akan Mika ceritakan. "Aku ceritain tapi jangan bilang Mama atau Papa, ya," pinta Mika, Lucky hanya memberi isyarat dengan tangan yang seolah sedang mengunci mulutnya. "Aku tuh, pacaran sama cowok dari sekolah lain. Aku enggak pernah mau diajak ngapa-ngapain sama dia. Terus, pas ada acara pensi di sekolah aku, aku liat motor dia di parkiran belakang. Siska liat dia ke belakang aula, eh, ternyata dia lagi maen sodok sodokan sama Kakak kelas aku. Pas aku pergokin bukannya udahan dia malah ngajakin aku gabung, ya udah aku tendang aja burungnya yang siap terbang," terang Mika sambil menahan tawa sedangkan Lucky yang sejak tadi mendengarkan dengan serius sudah tidak kuasa menahan tawa, lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Kenapa kamu bilang burungnya siap terbang?" tanya Lucky di sela tawanya. "Ya orang udah enggak dikandangin, berarti udah siap terbang dong. Mana serem lagi burungnya!" jawab Mika sambil bergidik ngeri lalu tertawa geli, mendengarnya Lucky tertawa semakin kencang dia sampai memegang perutnya yang terasa keram. "Kamu sakit hati? Kamu pacaran, artinya kamu sayang, 'kan, sama dia?" tanya Lucky serius setelah keduanya berhenti tertawa. "Awalnya ia tapi inget kelakuannya semua sayang itu berubah jadi benci dan jijiik," jawab Mika ringan, gadis itu sudah menyelesaikan makannya lalu meneguk air putihnya sampai tandas tidak bersisa. "Mika, kenapa kamu berani cerita begini sama Om Lucky tapi tidak pada orang tua kamu?" tanya Lucky serius sambil menatap wajah Mika. "Karena ... aku nyaman sama Om Lucky," jawab Mika, Lucky hanya diam tidak mengerti maksud dari kata nyaman yang Mika maksudkan. "Aku ke kamar dulu, ya, Om. Terima kasih makanannya. Aku minta maaf kemarin malam udah bikin Om Lucky cemas dan nyariin aku," kata Mika sambil berdiri lalu tanpa menunggu jawaban dari lucky gadis itu meninggalkan meja makan. Meninggalkan Lucky yang masih duduk dengan perasaan ... entahlah ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN