4. Lamaran Ke Dua

1624 Kata
Rakandaru tetap menemui kekasihnya meski dia harus menikahi Aruna, bahkan sampai sekarang dia belum menceritakan semua masalahnya pada Bianca. Rasanya dia belum siap jika harus kehilangan gadis itu, dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Bianca saat tahu dia akan menikahi gadis lain. "Kamu ngapain bawa bunga segala, kamu lupa kalau aku adalah pemilik toko bunga..?" ucap Bianca yang merasa lucu saat melihat kekasihnya datang membawa bunga "Bunga yang cantik untuk seseorang yang sangat berharga dihidup ku" ucap Rakandaru sambil menyerahkan setangkai mawar putih pada Bianca yang mana langsung diterima Bianca dengan tertawa senang Senyum ini, tawa ini, ingin selalu Rakandaru lihat. Biarkan dia memanfaatkan waktu yang masih tersisa diantara keduanya. Karna jika nanti waktunya tiba, dia tidak akan lagi bisa menikmati semuanya. "Oh ya, kamu sudah makan belum,? Tadi aku masak soto loh" "Sudah, tadi kebetulan ada meeting di luar jadi sekalian makan siang bersama" jawab Rakandaru dengan tersenyum manis, dia merapikan beberapa rambut kekasihnya yang keluar dari ikatan dengan menyelipkan di belakang telinga "Kalau gitu aku ambilin pudding aja ya,, kebetulan tadi aku juga buat pudding.." Setelah mendapat anggukan dari kekasihnya, Bianca segera melangkahkan kakinya memasuki rumah dan meninggalkan Rakandaru sendiri. Tak lama kemudian dia membawa pudding yang dia janjikan tadi, lalu mereka berdua asik mengobrol hingga pada saat Bianca memperlihatkan berbagai macam tema pernikahan membuat Rakandaru tertegun. Dia langsung teringat rencana pernikahannya dengan Aruna, tepatnya nanti malam dia akan secara resmi melamar Aruna. Sesuai kesepakatan mereka pada sidang itu, masalah yang terjadi antara dia dan Aruna akan disembunyikan dan yang tahu hanya dia, Aruna, Mami nya, dan juga Reziena, bahkan Papi nya pun tidak tahu. Nanti malam dia akan melakukan sandiwara yang sudah direncanakan oleh mamanya, yaitu berpura-pura menintai Aruna hingga dia memutuskan untuk melamar gadis itu. "Sayang, kok kamu malah melamun sih,,? " tegur Bianca begitu sadar jika kekasihnya melamun saat dia sedang membicarakan mengenai tema pernikahan "Enggak kok Bi. Cuma tadi tiba-tiba aku kepikiran sama meeting ku tadi, kira-kira bakal sukses tidak ya” jawab Rakandaru yang sangat berbeda dengan yang ada dipikirannya "Oh, aku kira kamu lagi kepikiran soal pernikahan. Kamu tenang saja, aku bahas ini bukan untuk meminta kamu menikahiku sekarang juga kok. Aku cuma sekedar melihat-lihat saja, mungkin siapa tahu ada yang cocok" lanjut Bianca yang mulai merasa bersalah, dia berfikir jika Rakandaru merasa terbebani akibat obrolanya tadi. Sejujurnya dia berbohong soal mengatakan tidak ingin menikah cepat, dia dan Rakandaru sudah menjalin hubungan hampir 2 tahun lebih. Dan beberapa minggu yang lalu dia telah dilamar oleh kekasihnya itu, bisa dibilang usianya juga sudah sangat matang untuk menjalankan pernikahan. Tapi melihat respons sang kekasih yang seolah menghindari topik seputar pernikahan, membut Bianca terpaksa berbohong. Dia tidak ingin jika Rakandaru merasa terbebani oleh keinginanya, dengan sabar dia akan berusaha menunggu kesiapan Rakandaru untuk membawanya di atas pelaminan. ? Kabar mengenai kedatangan Rakandaru dan keluarganya disambut baik oleh keluarga Aruna. Bahkan sejak kemarin Aira tidak hentinya menginterogasi putrinya itu. Karna yang dia tahu Aruna dan Rakandaru tidak memiliki hubungan spesial layaknya pasangan kekasih, dan kemarin tiba-tiba Aruna memberitahukan jika Rakandaru dan keluarganya akan datang untuk melamar. Tentu saja Aira sangat senang karna yang akan menjadi calon mantunya adalah anak dari sang sahabat, yang sudah dia ketahui baik buruknya, dan dia percaya jika Aruna menikah dengan Rakandaru pasti putrinya itu akan bahagia. Sejak tadi sore rumah Aruna sudah ramai oleh keluarga besarnya, Arga sengaja mengundang mereka semua di hari spesial putrinya, meski sebenarnya dia merasa aneh dengan kabar mendadak ini tapi begitu mengingat wajah bahagia putrinya dia mencoba berpikir positif. "Cieee.. Yang mau di lamar, gue masih gak nyangka kok bisa ya kak Daru ngelamar lo.. " ucap Devan dengan nada mengejek, sedang Aruna yang mendengarnya tak ambil pusing, karna mengurusi Devan tidak akan ada hentinya. "Woii.. diem-diem bae,, " sentak Devan dengan jahilnya "Apa'an sih Devan.. " balas Aruna dengan malas sekaligus sebal dengan sikap sepupunya yang tak pernah berubah meski usia mereka sudah beranjak dewasa "Gue curiga kalau sebenarnya lo hamil duluan kan?, makanya tiba-tiba kak Daru mau nikahin lo" ucap Devan dengan tatapan curiga, karna jujur dia masih kepo perihal lamaran ini "Gila,, enggak lah, enak aja emang aku cewek apa'an.. " balas Aruna dengan sewot "Tapi beneran deh Run, gue itu masih belum percaya kalau kalian bakalan menikah, secara kan selama ini lo dan kak Daru selalu bersikap layaknya kakak adek trus kenapa sekarang mau nikah" Aruna sudah menduga kalau semua orang pasti akan bertanya-tanya mengenai lamaran ini, karna memang benar jika sebelumnya dia dan Rakandaru bukanlah sepasang kekasih, jadi saat ada kabar ini semua orang pasti merasa aneh. Kemarin dia sudah di introgasi oleh mama papanya, sekarang Devan dan selanjutnya dia tinggal menunggu introgasi dari sahabatnya, karna pastinya mereka juga kaget mengenai lamaran yang akan dilakukan malam ini. "Dev, menurut kamu, aku bakal bahagia gak sama pernikahan ini..? " tanya Aruna yang melenceng dari pertanyaan Devan tadi "Sekarang, gue mau lo jujur Run,, lo sebenarnya cinta gak sama Kak Daru? Atau mungkin, sebenarnya ada sesuatu yang lo sembunyikan?" Devan selalu merasa jika sepupunya ini tampak aneh, entah kenapa dia yakin jika Aruna memiliki rahasia yang coba ditutupi oleh gadis itu "Cinta? tentu saja. Bahkan rasanya aku gak mau berhenti tersenyum saat memikirkan pernikahanku nanti" jawab Aruna dengan senyuman lebar "Terus kalau lo cinta, kenapa lo gak yakin tentang kebahagian di dalam pernikahan lo nanti" Itu karna pernikahan ini terpaksa Dev, kak Daru sama sekali gak cinta sama aku, kalau bukan karna insiden malam itu mungkin pernikahan ini gak akan pernah terjadi. "Aruna ayo turun nak, keluarga Rakandaru sudah datang" panggil suara dari balik pintu yang tak lain adalah suara dari tantenya yang bernama Aisyah "Iya tan, sebentar lagi Devan sama Aruna akan turun" balas Devan "Ya sudah jangan lama-lama ya.. " pesan Aisyah pada keponkannya itu "Oke tan.. " balas Aruna kemudian Setelah itu Aisyah pergi meninggalkan kamar keponakanya untuk kembali ke halaman samping dimana semua orang sudah berkumpul disana. "Eh mau kemana lo Run, jawab dulu pertanyaan gue" larang Devan begitu melihat Aruna yang bersiap keluar kamar "Udah nanti aja, buruan turun" elak Aruna, Untung saja tadi tantenya datang jika tidak Devan pasti akan memaksanya jujur. Tapi kenapa sekarang dia jadi deg-degan gini ya, ah ini pasti gara-gara kabar kedatangan Rakandaru dan keluarganya, dengan perlahan Aruna dan Devan menuruni tangga untuk menuju halaman samping yang sudah disulap menjadi tempat pertemuan keluarga. Dalam hati dan di iringi langkahnya, Aruna berdo'a semoga ini adalah pilihan terbaik yang suatu hari tidak akan dia sesali. "Nah itu Aruna sudah datang " terdengar suara dari mamanya saat dia dan Devan sudah sampai di halaman samping. Aruna duduk di tengah dan diapit oleh orang tuanya, begitupun dengan Rakandaru. Sekilas Aruna mencuri pandang ke arah Rakandaru dan dia menghembuskan nafas kecewanya saat melihat wajah Rakandaru yang datar, sadar Aruna semua ini bukan yang di inginkan Rakandaru. Terlalu asik bergelut dengan pikiranya hingga Aruna tidak sadar jika Rakandaru sedang berdiri dan akan menuju ke arahnya, tepat saat berada di depanya laki-laki itu mengutarakan niatnya yang ingin mempersuntingnya. "Aruna putri Argantara,, saya berada disini atas restu kedua orang tuamu ingin memintamu untuk bersama menghabiskan waktu yang masih tersisa di dunia ini, membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah, jadi maukah kamu menemaniku untuk mewujudkan semuanya.. " ucap Arga dengan senyuman manisnya Meski semua adalah keterpaksa'an tapi saat mendengar Rakandaru memintanya untuk menjadi istrinya, Aruna tidak bisa menghentikan rasa yang bergemuruh dihatinya bahkan sekarang matanya sudah berkaca-kaca, dengan mantap dia menganggukkan kepalanya. "Iya Aruna mau kak.. " jawabnya dengan pasti, setelah itu halaman samping yang tadinya terasa khidmat berubah menjadi ramai oleh teriakan dari orang-orang yang menjadi saksi pada malam ini. Kemudian Maretha memasangkan sebuah cincin yang bertahtakan berlian di jari tengahnya. Acara berlanjut dengan sesi berfoto setelah itu mengobrol bersama sambil menyantap makanan yang sudah disediakan. Saat yang lain sedang sibuk merayakan, Rakandaru membawa Aruna untuk menjauh dari keramaian tersebut, karna ada hal penting yang harus dia bicarakan dengan Aruna. Jadi di sini lah mereka saat ini di gazebo yang tempatnya lumayan jauh dari tempat acara. "Aruna, kamu tahu kan jika kita terpaksa melakukannya, aku harap kamu jangan memberitahu Bianca soal ini. " ujar Rakandaru tanpa berbasa-basi terlebih dahulu "Lalu sampai kapan kak Daru akan menyembunyikannya dari kak Bianca..? Kakak tidak berniat menyembunyikan selamanya kan..?” tanya Aruna yang terkesan menuntut lelaki disampingnya itu "Kasih aku waktu Run, aku janji sebelum pernikahan kita dilakukan, aku akan menyelesaikan masalahku dengan Bianca terlebih dahulu. " "Baiklah terserah kakak.. " ucap Aruna yang langsung dibalas anggukan oleh Rakandaru Lalu obrolan mereka terhenti di situ karna keduanya tak ada yang berniat melanjutkanya, mereka malah asik menatap langit yang malam ini bertabur bintang seolah ikut meramaikan suasana. Kejadian ini mengingatkan Aruna pada kenangan 5 tahun yang lalu, malam itu disaat pesta Anniversary orang tuanya sedang berlangsung, Aruna juga menghabiskan malam dengan sibuk mengagumi keindahan langit bersama Rakandaru. “Soal malam itu, aku benar-benar meminta maaf yang sebesar-besarnya Run. Maaf jika selama ini aku terus menyangkalnya dengan beralasan tidak mengingatnya sama sekali..” ucap Rakandaru yang kali ini terlihat begitu tulus saat mengatakannya Bahkan dalam hitungan detik, tangan Aruna sudah berada didalam genggaman tangan kokoh milik Rakandaru. “Pasti malam itu kamu sangat ketakutan ketika mendapat paksaan dari perbuatanku yang diluar kendali  karna mabuk. Tapi, aku harap semua itu tak membuatmu merasa trauma. Aku berharap agar kamu dapat melupakan kejadian buruk pada malam itu” Rakandaru masih menempatkan tangan Aruna didalam genggamannya, sembari kedua mata tengah menatap lekat pada mata teduh milik Aruna. Sekarang, dia merasa menjadi seorang penjahat karna sudah mempermainkan hidup kedua perempuan yang sangat ia sayangi. Satu diantara mereka adalah Bianca yang menjadi kekasihnya, dan satu lagi Aruna yang selama ini sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri. Bahkan dengan brengseknya dia mengobral janji pada keduanya, seakan ingin memiliki keduanya tanpa harus bersusah payah untuk memilih salah satu diantaranya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN