Jika ada yang mengatakan bila Aruna adalah orang yang sangat nekat dan tak tahu malu, mungkin itu memang benar. Buktinya kini perempuan itu tanpa ragu mulai mengetuk pintu berwarna silver yang ada di depanya, dan tidak lama setelahnya terdengar sahutan orang dari dalam.
Sampai akhirnya pintu itu pun terbuka dan Aruna langsung berucap syukur di dalam hati, akhirnya dia bisa menemui lelaki itu juga.
Tapi semua itu berbanding terbalik dengan Rakandaru yang malah mematung di depan pintu, karna dia tidak menyangka jika Aruna akan menemuinya di Apartemen miliknya.
Entah sudah berapa lama mereka saling terdiam di depan pintu, hingga suara Aruna menyadarkanya.
"Apa Aruna boleh masuk...? " dan dengan bertingkah canggung akhirnya Rakandaru mempersilahkan Aruna masuk.
"Emb.. Kamu mau minum apa Run..? " tanya Rakandaru mencoba menghilangkan rasa canggungnya
"Air putih saja kak" jawab Aruna dengan tatapan yang masih tertuju pada Rakandaru yang mana malah semakin memebuat Laki-laki didepannya ini bersalah.
Akhirnya setelah mengambilkan air minum untuk Aruna, Rakandaru menduduk kan tubuhnya di sofa yang ada di ruang tamunya. Mungkin memang sudah saatnya dia dan Aruna berbicara, dia tidak mungkin terus menerus menghindari Aruna.
"Kapan kak Daru mau datang ke rumah untuk menemui Papa..? " ah pertanya'an ini lagi, pertanya'an yang sama yang beberapa hari ini dia terima di pesan WA yang juga dikirimkan oleh Aruna, namun tak pernah dia balas.
"Aruna, aku... " balas Rakandaru dengan gelagapan
"Apa kak Daru tau, 1 bulan ini Aruna menunggu kepastian dari kakak, Aku kira setelah hari itu kak Daru akan segera menemui papa. Tapi nyatanya aku salah, kakak tidak pernah datang bahkan saat aku berkali-kali menghubungi kakak" ucap Aruna dengan pandangan menerawang, dia mengingat bagaimana gelisahnya dia menunggu kedatangan Rakandaru ke rumahnya.
"Tolong.! Jangan menghindariku lagi kak, aku gak tau harus berbuat apa lagi" lanjut Aruna dengan keputus asa'anya, terlihat sekali jika saat ini dia sangat tertekan
Sedangkan Rakandaru hanya bisa terdiam, sama seperti Aruna dia juga tidak tau harus berbuat apa. Seandainya dia tidak memiliki Bianca, mungkin dia tidak akan berpikir lama untuk segera menikahi Aruna. Dia tidak mungkin menyakiti Bianca, dia sangat mencintai kekasihnya itu.
"Aruna, apa benar malam itu aku menyentuhmu? Apa benar malam itu kita melakukannya? " tanya Rakandaru yang masih ingin mencari kebenaran atas kejadian malam itu.
Karna jujur saja dia tidak mengingat apapun tentang malam itu, benar-benar tidak ada potongan kejadian di ingatannya.
Aruna tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari Rakandaru,
"Dengan cara apa Aruna harus membuktikannya, mungkin bagi kak Daru itu semua gak ada artinya, tapi bagi ku malam itu adalah kehancuran untuk ku, seberapa kuat aku berusa menolak tapi tetap saja aku kalah dari kakak" jelas Aruna yang kini sudah mulai meneteskan air matanya
"Dan apa kak Daru tau, apa yang lebih sakit dari semua itu..? Kak daru melakukannya dengan menyebut nama kak Bianca, kakak meniduriku tapi dengan menyebut nama wanita lain" lanjut Aruna
Rakandaru segera menenangkan Aruna ke dalam pelukannya, dia benar-benar b******k karna sudah melukai hati dua orang sekaligus. Malam itu dia sangat senang karna akhirnya lamarannya diterima oleh sang kekasih hingga dia menerima ajakan dari teman-temanya untuk merayakanya di club.
Tapi dia tidak pernah menyangka jika malam itu dia juga menghancurkan kehidupan seorang gadis lain, seseorang yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri, yang akan slalu dia lindungi.
"Rakandaru.. " panggil seseorang yang mampu membuatnya menegang seketika, dengan segera dia melepaskan Aruna dari pelukanya.
"Mami.. " ucapnya seakan tidak percaya dengan yang dia lihat saat ini,
Disana dia melihat maminya dan juga sang adik yang diam mematung dengan wajah syok, sejak kapan maminya ada disana? mengapa dia tidak mengetahui kedatangan sang mami.
Lalu sebuah tamparan dia dapatkan setelah Maretha menghampirinya dengan wajah kecewa...
Suasana ruang tamu yang berada di Apartemen Rakandaru berubah menjadi mencekam, akibat insiden beberapa menit lalu Maretha langsung mengadakan sidang dadakan untuk Aruna dan Rakandaru.
Sedangkan Reziena hanya duduk diam disamping Maretha, sahabat dari Aruna itu masih tidak percaya jika kakak nya sudah m*****i si sahabat, bahkan saat tadi siang mereka bertemu semua tampak biasa saja seperti tidak ada rahasia yang terjadi diantara kakak dan sahabatnya ini.
"Rakandaru, apa benar yang mami dengar tadi..? " tanya Maretha yang sudah memulai sidang dadakannya, di tatapnya dua orang di depannya yang sedari tadi hanya diam mematung
"Rakandaru... " panggil Maretha yang merasa kesal dengan sang putra yang tak kunjung juga bersuara
"Daru gak tau Mi, karna malam itu aku benar-benar gak sadar dan gak ingat apapun" jawabnya kemudian
Aruna menatap Rakandaru dengan sedih, ternyata laki-laki disampingnya ini masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang sudah dia jelaskan. Kalau seperti ini ceritanya untuk apa dia bersikeras menunggu kepastian darinya.
Karna mungkin sebenarnya Rakandaru tidak pernah ada niatan untuk bertanggung jawab apalagi sampai menikahinya.
"Tante, sebaiknya kita lupakan saja semuanya. Seperti yang kak Daru bilang tadi dia tidak sadar dan tidak sengaja melakukannya, jadi tante tidak perlu khawatir mengenai masalah ini" ucap Aruna yang mencoba terlihat tegar
"Tidak Aruna, tante tidak setuju. Kamu sudah tante anggap seperti putri tante sendiri, terlepas dari pelakunya adalah anak kandung tante, tante tidak akan pernah memaafkannya begitu saja"
"Rakandaru, entah kamu mengingatnya atau tidak yang pasti malam itu kamu sudah menghancurkan masa depan seorang gadis. Mungkin bagi kamu tidak berarti apa-apa, tapi bagaimana dengan Aruna? Dia adalah seorang gadis dari keluarga terpandang, jika dia menikah nanti belum tentu calon suaminya akan menerimanya yang sudah tidak perawan lagi" jelas Maretha dengan mata berkaca-kaca
"Apa kamu benar-benar menganggap semua ini tidak pernah terjadi dan mau melupakannya.?, apa kamu tega pada Aruna, bagaimana jika itu terjadi pada Reziena adikmu.? " lanjut Maretha yang masih berusaha menyadarkan putranya
Mendapat berbagai pertanyaan dari maminya membuat Rakandaru berpikir keras, baginya Aruna ataupun Reziena itu sama saja.
Keduanya dia anggap sebagai adik yang harus dia jaga dan tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, tapi siapa sangka ternyata dia sendirilah yang sudah menyakiti Aruna bahkan mengambil harta berharga gadis itu.
Andai saja dia belum melamar Bianca, sudah pasti dia akan datang ke rumah Aruna dan mempertanggung jawabkan perbuatanya, tapi semua tidak semudah itu.
Jika dia nekat menikahi Aruna, itu artinya dia akan menyakiti orang yang dia cintai dan pasti dia juga akan menyakiti Aruna karna dia tidak yakin jika pernikahannya nanti akan berjalan bahagia.
"Sedari dulu mami dan papi tidak pernah mengekang kamu karna kami yakin kamu pasti bisa bersikap dewasa, untuk kali ini mami mohon nikahi Aruna dan pertanggung jawabkan apa yang sudah kamu perbuat" putus Maretha pada akhirnya, dia tidak akan membiarkan Rakandaru lepas dari tanggung jawabnya.
"Tapi Rakandaru sudah melamar Bianca Mi, dan aku gak mungkin meninggalkannya begitu saja" ujarnya dengan suara pelan, mencoba mendapatkan pengertian dari Maretha
"Kalau begitu secepatnya kamu harus menyelesaikan dulu urusanmu dengan Bianca, bicarakan semuanya secara baik-baik, Mami yakin jika Bianca akan mengerti keadaan kamu"
Mendengar keputusan dari Mami nya membuat Rakandaru pasrah, mungkin memang ini sudah takdirnya.
Bianca maafkan aku, aku tidak bisa menepati janji yang sudah kita buat bersama.