9. Dengarlah Isi Hatiku

1454 Kata
"Kadang, aku kayak benci banget sama Ayah. Aku selalu bertanya, apa yang kurang dari kami. Sampai-sampai, Ayah tega menghianati keluarga kecilnya" Bianca menggenggam tangan kekasihnya begitu erat, kedua matanya tampak berkaca-kaca saat menceritakan tentang kondisi keluarganya. Beberapa tahun yang lalu, dia harus menerima kenyataan pahit, karna ternyata sang Ayah memiliki keluarga baru. Ayah nya menikah lagi tanpa sepengetahuan mereka, dan semua itu baru terbongkar setelah tiga tahun silam. "Daru, tolong jangan pernah melakukan itu ke aku ya. Kalau kita lagi berantem, kita harus berusaha menyelesaikannya secara baik-baik. Jangan pernah lari ke pelukan wanita lain, jangan buat aku merasakan lagi betapa pedihnya penghianatan" Malam itu, Rakandaru tak bisa berkata-kata. Dia sangat tertampar dengan permintaan kekasihnya itu, yang bisa dia lakukan hanya sekadar menganggukkan kepalanya lalu membawa tubuh Bianca untuk dia dekap. Makan malam yang diharapkan akan berjalan lancar, nyatanya berubah kacau karna kedatangan istri muda dari Ayah Bianca. "Kakak" panggil sebuah suara dengan suara cukup keras Rakandaru yang sedang sibuk melamun pun tersentak saat sebuah suara memanggilnya dengan cara yang tak wajar, bahkan telinganya sampai berdengung akibat menerima suara yang begitu keras. Lalau ditatapnya si pelaku yang saat ini sedang menatapnya balik sembari tersenyum jahil, Reziena benar-benar membuatnya ingin marah saat itu juga. "Kamu kenapa sih Zie? Telinga kakak sampai sakit gini" sungut Rakandaru dengan wajah amat kesal "Kakak tuh yang kenapa, dipanggil dari tadi malah sibuk bengong terus. Lagi ngelamunin apa sih? serius banget" "Gak ada, gak usah kepo kamu" "Eh, biasa aja kali kak. Sinis banget, tuh, dibawah ada Aruna. Kata Mami, kamu disuruh turun ke bawah" balas Reziena tak kalah sengit dari kakaknya Heran deh, kenapa akhir-akhir ini, si kakak sering marah-marah gak jelas sih. Udah gitu, mudah tersinggung, "Ngapain Aruna kesini?" tanpa sadar Rakandaru bertanya dengan nada yang terdengar sinis Reziena yang berniat ingin keluar dari kamar Rakandaru langsung terhenti, dia membalikan tubuhnya untuk menghadap kakaknya itu. "Ya memang kenapa kalau Aruna datang kesini? Pake tanya ngapain segala. Biasanya juga sering main kesini kan" ucap Reziena dengan tatapan tajam ke arah kakaknya, "Aku tahu kok, kalau kakak masih berhubungan sama kak Bianca. Ingat kak! Disini, yang merasa dirugikan bukan hanya kak Daru dan kak Bianca, tapi sahabat aku juga jadi korbannya. Kakak gak bisa membenci Aruna, hanya karna kakak harus terpaksa menikahinya" Rakandaru masih terdiam tanpa berniat menanggapi ucapan dari adiknya itu, dia tidak pernah berniat untuk membenci Aruna atau pun memusuhi perempuan itu. Namun saat mengingat obrolannya dengan Bianca di malam itu, rasanya Rakandaru begitu membenci keadaanya saat ini. "Ziezie harap, kakak bisa bersikap lebih dewasa lagi. Oh ya, tolong jangan membuat Aruna menunggu terlalu lama. Kalau urusan kak Daru sudah selesai, kakak bisa langsung turun kebawah" Setelah itu, Reziena berlalu pergi meninggalkan kamar kakaknya. Gadis yang berprofesi sebagai Dokter itu berharap kakaknya bisa sadar setelah mendengar ucapannya tadi, dia hanya ingin yang terbaik untuk orang-orang yang dia sayangi. Lalu setengah jam kemudian, Rakandaru baru turun ke bawah untuk menemui calon istrinya yang tak lain adalah Aruna. Dia menghampiri Aruna yang saat ini sedang duduk manis di ruang keluarga bersama Reziena, keduanya tampak fokus menatap layar sampai tak menyadari kedatanganya disana. "Serius banget, lagi pada nonton apa sih?" tanya Rakandaru setelah berhasil duduk disamping Aruna, Kedatangan Rakandaru yang secara tiba-tiba, sukses membuat Aruna tersentak kaget. Apalagi saat ini dia sedang menonton film yang berbau horor, meski horornya masih standar, namun tetap saja dia merasa terkejut. "Hotel Del Luna, kak" balas Aruna setelah merileks kan diri "Drama Korea pasti nih" tebak Rakandaru, sudah menjadi rahasia umum jika sang adik dan sahabat-sahabatnya itu sangat menyukai Drama dari negeri gingseng "Hehe, Iya kak" Aruna mencoba membagi fokusnya antara layar persegi didepannya dengan Rakandaru yang kini duduk disampingnya, "Pekerjaan kakak sudah selesai? Kok sudah turun ke bawah" tanya Aruna dengan tetap mencoba santai, dia tidak mau terlihat terlalu ingin tahu tentang apa yang sedang dilakukan oleh lelaki itu. "Pekerjaan?" ulang Rakandaru dengan ragu, dia sama sekali tidak paham dengan pekerjaan apa yang dimaksudkan oleh Aruna Reziena yang mendengar tingkah bodoh kakaknya, dengan sengaja berdehem agak keras. Dan untungnya Rakandaru mengerti dengan kode yang diberikannya itu. "Oh pekerjaan, iya, baru selesai Run. Soalnya tadi nanggung, jadi aku selesaikan dulu deh. Maaf ya, kamu jadi menunggu lama" jelasnya dengan salah tingkah, semoga Aruna tak menyadari kebohonganya ini Alasan dia tak langsung datang menghampiri Aruna setelah mendapatkan kabar kedatangan perempuan itu adalah, karna Rakandaru ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu. Dia tidak mau menunjuk kan kekacauannya didepan Aruna, dia ingin menata hatinya yang terus-terusan merasa bimbang. "Tumben Arsean gak ikut Run, biasanya kan suka lengket sama kamu" Aruna tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, "Tadinya mau ikut kak, tapi gak aku bolehin. Soalnya kan aku mau nginep di Restoran sama yang lainnya, mau me time bareng" Rakandaru melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya, sudah menunjuk kan pukul 8 malam lebih. "Loh, ini sudah jam 8 lebih loh. Memangnya kalian berdua mau berangkat kapan, nanti malah kemaleman" Aruna melirik Reziena yang sejak tadi diam saja, padahal sahabatnya itu juga berada disampingnya. "Iya juga ya. Zie, berangkat sekarang aja yuk. Bisa-bisa kita nanti kena semprot karna telat datang" Reziena merenggangkan badannya, kemudian melirik jam dinding yang ada di atas TV "Oke deh, aku siap-siap dulu ya" pamitnya sebelum berlalu pergi dari ruang keluarga, menyisakan Rakandaru dan Aruna saja. Aruna yang sedang fokus menatap layar TV didepannya, tiba-tiba mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bukan karna adegan ciuman atau romantis, melainkan adegan yang membuatnya baper parah sampai rasanya mau menangis. Apalagi dengan sebuah lagu yang semakin mendukung suasana, Can you hear me yang dinyanyikan oleh Ben, sukses membuatnya ikut meneteskan air mata saat untuk pertama kalinya dia mengetahui arti dari lagu itu. "Kamu, kenapa Run?" tanya Rakandaru yang merasa aneh dengan sikap Aruna, perempuan itu tengah memalingkan wajahnya ke samping seolah menghindarinya "Eh, gak papa kok kak" jawabnya sembari mencoba tertawa kecil demi menutupi kedua mata yang terasa memanas, Jangan sampai Rakandaru melihatnya menangis, sumpah, dia malu. Beberapa detik kemudian, Rakandaru seolah bisa memahami apa yang sedang terjadi pada calon istrinya itu. Dia kembali melayangkan tatapannya pada layar TV yang saat ini sedang menayangkan adegan seorang wanita yang tengah duduk bersandar dipundak seorang lelaki. Wanita sama yang beberapa saat lalu juga sedang berbicara pada seorang lelaki didekat sebuah pohon, yang mana lelaki itu berubah menjadi kunang-kunang. "Kamu nangis gara-gara nonton film itu Run?" tanya Rakandaru sembari menahan tawa, Aruna yang memang merasa sudah ketahuan, dengan gerakan cepat, mencoba menghapus sudut matanya yang berair. Bisa-bisanya dia ditertawakan oleh Rakandaru karena ketahuan menangisi adegan film, "Ya, habisnya ceritanya sedih banget sih, kan jadinya baper" ujarnya mencoba membela diri Rakandaru tertawa keras karna sudah tak bisa lagi menahannya, teori yang mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang paling lembut sepertinya benar. Hanya karna melihat adegan film, mereka bisa dengan mudahnya ikut menangis. "Iihh, kok diketawain sih. Jahat banget, orang lagi sedih juga" kesalnya sembari memukuli Rakandaru dengan bantal sofa yang tadi berada dipangkuannya "Haha..ha, maaf Run. Habisnya kamu lucu banget, jadi gemes lihatnya" lelaki itu masih terus tertawa meski Aruna sudah menghentikan pukulannya, "Terserah, kak Daru nyebelin" sungutnya dengan kesal, bahkan dengan sengaja menggeser tubuhnya untuk menjauhi lelaki yang masih sibuk menertawakannya itu "Eh, jangan ngambek dong. Kakak minta maaf ya Run" Rakandaru yang sudah bisa meredakan tawanya, perlahan mendekati Aruna yang kini sedang duduk di ujung sofa. "Maaf ya Run, jangan marah. Nanti cantiknya hilang loh" bujuknya sembari melemparkan rayuan "Basi, gak mempan" balas Aruna dengan ketus "Jangan marah ya, nanti aku traktir es krim deh" Aruna masih saja diam, sebenarnya dia hanya ingin mengerjai kakak dari Reziena itu. Siapa suruh tadi menertawakannya. Reziena yang sudah kembali ke ruang keluarga, menatap aneh pada Rakandaru dan Aruna. Perempuan itu mengerutkan dahinya melihat tingkah kakak dan sahabatnya, yang satu terlihat sedang marah dan satunya lagi sedang memasang wajah melas. "Kalian berdua kenapa?" tanya Reziena dengan bingung "Gak papa. Udah, berangkat sekarang yuk. Tadi katanya kak Daru mau nganterin kita Zie, sekalian mau traktir kita es krim" ujar Aruna dengan senyuman lebarnya, wajah yang tadi terlihat kesal kini sudah berubah menjadi sumringah Dan untuk sesaat, Rakandaru hanya bisa memasang wajah melongo karna melihat perubahan raut muka Aruna. Jadi, sebenarnya, sedari tadi dia sedang dikerjai oleh perempuan itu. Rakandaru mengusap wajahnya sembari tersenyum geli sendiri, Aruna sukses membolak-balikan suasanan hatinya. Beberapa menit yang lalu dia tengah merenung didalam kamar memikirkan nasibnya yang kacau, lalu sekarang dia dibuat tertawa oleh kejahilan Aruna. "Kak Daru, ayo cepetan. Katanya mau nganterin sama traktir es krim" teriak sang adik yang sudah tak terlihat di pandanganya, kedua orang itu sudah keluar dari ruang keluarga beberapa detik yang lalu. "Iya tunggu sebentar, kakak mau ngambil kunci mobil dulu" balas Rakandaru dengan suara yang juga lumayan keras Akhirnya lelaki itu mengaku kalah dan segera pergi ke kamar untuk mengambil dompet dan kunci mobil miliknya, mengantarkan dua orang kesayangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN