7. Selalu Mengalah

1768 Kata
Suasana didalam mobil masih berlanjut hening meski sudah 15 menit lebih perjalanan yang mereka tempuh, Rakandaru terlihat fokus mengemudi namun sesekali dia melirik Aruna yang diam membisu sembari menatap keluar jendela mobil. Padahal dulu mereka adalah dua orang yang cukup dekat, Aruna tak segan bertingkah cerewet saat bersama lelaki yang sudah dia anggap sebagai kakaknya sendiri itu. Tapi sekarang, hubungan mereka malah terasa semakin jauh. Rakandaru sadar betul jika selama ini sudah terlalu sering menyakiti Aruna, tetapi dia juga tidak sanggup kehilangan sang kekasih. "Kak Daru, boleh aku bertanya?" ucap Aruna secara tiba-tiba, bahkan tatapannya masih terlihat fokus ke arah luar jendela "Tentu saja boleh Run" Namun hingga beberapa detik berlalu, Aruna tak kunjung mengeluarkan suaranya lagi, membuat Rakandaru semakin bingung dengan tingkah calon istrinya itu. "Seberapa besar, kak Daru mencintai kak Bianca?" bukannya langsung menjawab, Rakandaru malah menatap aneh perempuan disampingnya ini "Kenapa kamu bertanya seperti itu Run?" "Gak papa, Aruna cuma pingin tahu aja kak" balas Aruna sembari tersenyum tipis, "Aku tahu, kalau sampai sekarang, kalian masih berhubungan kan?" Rakandaru merasa tenggorokannya tercekat mendengar ucapan dari Aruna, suaranya tiba-tiba menghilang, dia tidak tahu harus menjawab apa. Karna kenyataannya, sampai sekarang dia belum juga memutuskan hubungan dengan Bianca. "Kenapa diam kak?, Aruna benar kan. Kak Daru pasti tidak tega menyakiti kak Bianca. Tapi asal kakak tahu, disini yang menderita bukan hanya kalian berdua. Tapi aku juga" "Maaf Run, aku gak bermaksud seperti itu. Aku cuma.. cuma, butuh waktu" ujar Rakandaru dengan suara pelan, "Tapi sampai kapan kak?" tanpa sadar Aruna meninggikan suaranya Merasa pembicaraan mereka tak akan baik-baik saja, Rakandaru berinisiatif untuk menepikan mobilnya guna melanjutkan pembicaraan ini. Dia tidak mau tersulut emosi dan malah mempengaruhi fokus mengemudinya nanti. Setelah mobilnya berhenti, Rakandaru langsung melepaskan sabuk pengamannya. Tubuhnya ia condongkan ke arah Aruna yang terlihat menahan amarah, dan tangannya pun dengan sigap membawa kedua tangan Aruna kedalam genggamannya. Lalu sebuah senyuman tersungging dibibir Rakandaru saat caranya menenangkan Aruna berhasil. Dulu, saat dia tak sengaja membuat Aruna kesal, dirinya akan menggenggam tangan Aruna atau membawanya ke dalam pelukan. Dan ternyata caranya ini selalu berhasil. "Tolong percaya sama aku Run. Saat waktunya sudah tepat, aku pasti akan mengakhiri semuanya bersama Bianca. Saat ini, aku cuma minta pengertian dari kamu" Aruna menatap tangannya yang berada digenggaman tangan Rakandaru, dulu dia juga pernah mempercayai seseorang, mempercayainya hingga tanpa sadar membuatnya terluka. Menutup mata saat merasa sang pujaan hati mulai berubah, selalu berusaha tetap yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Sampai akhirnya dia dikecewakan begitu dalamnya, ditinggalkan tanpa perasaan. Lalu, bisakah dia memberikan kepercayaan lagi. Namun dia takut jika pada akhirnya Rakandaru akan mengecewakannya, menyianyiakan kepercayaan yang sudah dia berikan. "Sebelum pernikahan ini terjadi, aku janji akan mengakhiri semuanya Run. Aku akan berusaha melupakannya dan kita bisa memulai yang baru" janji Rakandaru pada Aruna, Kemudian Rakandaru refleks memeluk Aruna karna merasa senang saat melihat Aruna menganggukkan kepalanya dengan pelan, dia menganggap anggukan Aruna sebagai jawaban jika calon istrinya itu mau memberikannya waktu. "Makasih, karna berulangkali memberiku kesempatan" ucap Rakandaru dengan tulus, Sebelum dia kembali mengemudikan mobilnya, Rakandaru mengelus puncak kepala Aruna dengan lembut. Sesuatu yang selalu dia lakukan saat merasa gemas dengan tingkah Aruna. Kemudian setelah menempuh perjalanan panjang, mobil yang mereka tumpangi akhirnya berhenti di halaman rumah Aruna. "Sampai bertemu lagi nanti malam" ujar Rakandaru sebelum berpamitan pada Aruna, Iya, sebagai ungkapan rasa bersalahnya pada Aruna. Rakandaru mengajak perempuan itu jalan-jalan nanti malam, dia ingin Aruna semakin mempercayainya. Bahwa dirinya bersungguh-sungguh dengan pernikahan mereka. Aruna memasuki rumahnya dengan perasaan campur aduk, ada sedikit rasa senang karna Rakandaru mengajaknya pergi nanti malam. Tapi mengingat hobi lelaki itu yang sering membatalkan janji, membuat Aruna tak terlalu berharap lebih, contohnya seperti tadi pagi. "Loh, non Aruna sudah pulang toh?" sapa seorang pembantu saat Aruna tengah menuangkan air dingin kedalam gelas untuk dia minum "Iya, baru sampai tadi Mbok. Yang lainnya belum pada pulang ya?" Pembantu yang biasa dipanggil si Mbok itu menggelengkan kepalanya sembari berucap "Belum non, mungkin mampir dulu ke Tokonya Ibu" Kemudian setelah berbasa-basi sebentar, Aruna pun berpamitan ke kamar karna ingin beristirahat. Sesampainya di dalam kamar, Aruna langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Lalu setelah 3 menit berlalu dia teringat jika dirinya belum menunaikan ibadah, sekarang jam dikamarnya menunjukkan pukul setengah 2. Tadi setelah urusan di Butik selesai, dia dan keluarganya memang mampir makan di Restoran Nusantara miliknya. Dan setelah selesai menjalankan kebutuhannya sebagai muslim, Aruna kembali merebahkan tubuhnya untuk tidur siang. Sehabis sholat maghrib, Aruna menemani adiknya belajar mengaji. Meski bukan seorang muslimah sejati, namun untuk hal membaca Al-quran Alhamdulillah dia bisa. Karna sejak kecil dia sudah diajarkan mengaji oleh Aira, lalu kini gantian dirinya yang mengajari Arsean. "Pokoknya harus di ingat ya!, Kalau ada huruf Nun sukun/tanwin bertemu huruf Ha, itu cara membacanya harus jelas. Gak boleh berdengung" sembari menunjuk bacaan Tajwid yang tertulis di Al-quran Arsean nampak sedang berpikir sembari menganggukkan kepalanya dengan pelan, bocah itu kini tengah mencerna penjelasan dari kakaknya. "Yang namanya Idhar itu bukan kak?" tebak Arsean Aruna tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, "Nah, itu kamu tahu. Terus kenapa tadi bacanya salah?" Arsean tertawa salah tingkah yang mana terlihat menggemaskan di mata Aruna "Maaf, Arsean lupa kak. Tadi aku kira, itu, huruf Idghom" "Oke, sekarang kakak mau tanya. Huruf Idhar itu ada berapa? terus, coba kamu sebutkan hurufnya apa saja!" Seketika wajah Arsean berubah fokus, otaknya sedang mencoba menggali ingatan yang beberapa hari lalu sudah pernah dia hafalkan. Karna ini bukan kali pertama dia diberikan pertanyaan seputar Tajwid oleh si kakak, "Ada 6" jawabnya lumayan mantap, lalu saat melihat si kakak mengangguk. Arsean kembali melanjutkan "Hurufnya yaitu, Hamzah,Kha,Kho,'Ain,Ghoin, sama tadi, huruf, Ha" "Pintar sekali, adiknya kakak ini" sembari mengusap pipi mulus Arsean, "Kalau Arsean menghafalnya mau bersungguh-sungguh. Kakak yakin, pasti, hafalanya bakal tersimpan terus di sini" sembari menunjuk pelipis sebelah kanan miliknya "Siap kak. Arsean janji, selanjutnya, pasti akan semakin rajin dan bersungguh-sungguh lagi" ucap bocah itu penuh semangat "Ya sudah, Ngajinya sampai disini dulu ya. Besok kita lanjut lagi, dan kak Aruna mau, besok kamu hafalin huruf Ihfak" Kemudian kedua kakak beradik itu membereskan peralatan sholat dan mengaji tadi ke tempat penyimpanan. Lalu bersama-sama meninggalkan Mushola keluarga untuk menuju lantai bawah, mencari keberadaan orang tuanya. Sesampainya di bawah, tepatnya di ruang tamu, Aruna terkejut begitu melihat sosok Rakandaru yang sedang mengobrol santai bersama Papanya. "Loh, Aruna, kamu kok belum siap-siap. Ini Rakandaru sudah menunggu kamu sedari tadi loh" ujar Arga saat melihat anak gadisnya dengan penampilan ala rumahan, kaos putih longgar dan bawahan celana pendek. Lalu, bukannya kembali ke kamar untuk bersiap-siap. Aruna malah mengajak adiknya untuk ikut duduk di sofa ruang tamu bersama dengan Papa dan Rakandaru. "Aruna kira gak jadi keluar, jadi sengaja belum bersiap-siap deh" Rakandaru tersenyum maklum pada respons Aruna yang terlihat santai meski hampir melupakan rencana mereka tadi siang, mungkin gadis itu masih merasa marah karna obrolan tadi siang diperjalanan pulang. "Kamu bisa bersiap-siap dulu kok Run, lagian aku juga masih ngobrol sama Om" "Ya sudah, aku mau ke atas dulu kalau gitu" pamitnya, lalu berlalu pergi menaiki tangga menuju kamarnya berada Sekitar 15 menit kemudian, Aruna sudah siap dengan dres santainya yang berwarna putih bermotif bunga-bunga kecil. Sebenarnya tadi sore dia sudah menyiapkan pakaian ini, tapi dia meyakinkan diri untuk tak terlalu berharap. Apalagi Rakandaru tak mengabarinya lagi, namun siapa sangka jika lelaki itu menepati janjinya, dengan datang tepat waktu untuk menjemputnya di rumah. "Om, tante. Daru ijin bawa Aruna keluar dulu ya" ucapnya pada kedua orang tua Aruna yang beberapa bulan lagi akan resmi dia panggil dengan sebutan Papa, Mama. "Iya, kalian hati-hati ya. Dan pulangnya jangan larut malam" "Siap Om" ucap Rakandaru Setelah berpamitan dan menyalami Arga juga Aira, Rakandaru dan Aruna langsung menuju mobil yang nantinya akan membawa mereka ke tempat tujuan. Lalu setengah jam kemudian, keduanya mulai memasuki Mal. Seperti kebanyakan pasangan kencan lainnya, mungkin Aruna dan Rakandaru juga akan menonton di Bioskop lalu lanjut jalan-jalan keliling Mal. Namun tujuan mereka yang pertama adalah untuk mencari makan terlebih dahulu, karna sudah waktunya makan malam. Dan pilihan mereka jatuh pada Restoran Italia, sekarang di meja makan yang mereka tempati sudah ada beberapa makanan Italia. Setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan yang tadi mengantarkan pesanan, keduanya mulai menyantap makanan masing-masing. Lalu setelah menit berlalu, Aruna sudah menghabiskan spaghetiinya dan akan berlanjut dengan Gelato yang terlihat menggoda dengan potongan buah Strowbery diatasnya. Sedangkan Rakandaru masih setia menghabiskan Lasagna miliknya, karna sejak tadi makan sembari bermain ponsel, Lasagna lelaki itu baru termakan setengah. Lalu tanpa sadar Aruna berdecak pelan melihatnya, Aruna yakin jika sejak tadi Rakandaru pasti sibuk berkirim pesan dengan Bianca. Dengan perasaan sedikit kesal, Aruna ikut memainkan ponselnya. Bahkan rasa lezat dari Gelato tak cukup membuat rasa kesalnya menghilang, jika pada akhirnya, dia di diamkan, mending mereka tak usah pergi sekalian. Terlalu fokus dengan rasa kesalnya, Aruna sampai tak menyadari jika Rakandaru juga ikut menyendok Gelato miliknya. Sendok yang berada ditangan Rakandaru penuh dengan es krim dan ada potongan Strowbery juga, refleks Aruna mempelototkan matanya saat melihat Gelato miliknya masuk kedalam mulut lelaki didepannya itu. "Itu kan punyaku, kenapa dimakan sih" protesnya yang mana malah dibalas senyuman menyebalkan milik Rakandaru yang sayangnya juga terlihat tampan. "Strowbery-nya, enak banget Run" ujar Rakandaru Sumpah, Aruna semakin dibuat kesel dengan tingkah Rakandaru yang seakan sedang mengejeknya. Lelaki itu pasti sengaja membuatnya kesal dengan mengambil strobery miliknya, karna Rakandaru jelas tahu jika dia sangat menggilai buah berwarna merah itu. "Mana, kembalikan sendoknya kak" sembari mencoba menggapai sendok ditangan calon suaminya itu "Kamu tahu gak Run? Makan Gelato, atau es krim, akan terasa lebih lezat kalau dimakan berdua" Sekarang fokus Rakandaru telah sepenuhnya untuk perempuan didepannya ini, tatapannya tak lepas dari wajah Aruna yang masih terlihat kesal juga sedikit salah tingkah. "Teori dari mana tuh, aku gak percaya" kedua matanya dia alihkan ke sembarang arah demi menghindari tatapan Rakandaru Rakandaru semakin tersenyum lebar, kedua matanya masih lekat menatap Aruna. "Maka dari itu, kita bisa mencobanya dengan Gelato bertabur Strowbery itu" Aruna melirik Gelato miliknya, lalu secepat mungkin dia berikan pada Rakandaru. "Nih, buat Kak Daru semuanya. Aku udah gak berminat lagi" "Kenapa sih Run? Padahal aku gak keberatan kalau mesti nyuapin kamu loh" ucap lelaki itu dengan menahan tawa "Terserah, Aruna udah nyerah. Mending kak Daru cepetan habisin makanannya, nanti filmnya keburu diputar, telat nanti" "Dasar, kamu itu gak pernah berubah ya Run" ucap Rakandaru disela tawanya Dalam diam Aruna menatap Rakandaru yang kembali menghabiskan makanannya, "Dulu maupun sekarang tak ada yang berubah dalam diriku kak, malahan kamu yang jelas-jelas berubah" Dulu, saat malam minggu, Rakandaru akan mengajak dia dan Reziena jalan-jalan bersama. Lelaki itu akan berperan seperti Bodyguard yang setia menemani dia dan Reziena kemanapun. Namun sejak lelaki itu memiliki Bianca, Rakandaru tak pernah ada waktu lagi untuk dia dan Reziena.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN