BAB 05 - Test Patience

2005 Kata
APAAAAA! Dia tentu saja sudah gila, aku tidak butuh pengasuh di usiaku yang menginjak 25 tahun. Aku kehilangan kata-kata untuk sesaat, terjebak dalam perasaan yang dipenuhi dengan kejutan mendengar apa yang baru saja ia katakan. Yang pertama pura-pura berpacaran yang seharusnya ia bisa mengatakannya lebih awal sebelum kami keluar dan menemui kakak dan neneknya, mungkin aku bisa berakting lebih baik. Tetapi tidak dengan tinggal bersama. Aku bukan bayi lagi dan ku pikir urusan kami sudah selesai. “jangan main-main denganku.” Aku tahu ini terdengar konyol, memberikan peringatan pada seorang mafia bukanlah sesuatu yang hebat. Dia menahan pergerakan tangannya digagang pintu, tubuhnya bergerak, kepalanya berputar menatapku. Sudut bibirnya tertarik membentuk seringaian tipis jika dia Zac Efron aku akan menjerit karena kagum, tetapi dia hanyalah seorang laki-laki mafia. "Nona Wren. Seharusnya aku yang berkata begitu."itu memang benar tetapi aku tidak peduli, kedua tanganku bersedekap menatapnya dengan tatapan sengit. Suata deburan ombak sangat terdengar jelas dari sini, aku ingin melihat pemandangan nya sekali lagi sebelum benar-benar pergi. Aku ingin kamarku, berendam air hangat dengan sabun yang menutupi permukaan air, dengan lilin beraroma yang membuat ku merasa nyaman. Melelahkan memikirkan tentang  kematian beberapa hari ini, siapa sangka aku malah berkencan dengan seseorang yang ingin membunuhku. “Aku menolak hal itu! aku sudah membantumu tadi dengan aktingku yang luar biasa, ini tidak akan berlanjut lagi.” “tutup mulutmu sekarang.”Dia terdengar tidak suka, ekspresinya datar namun sorot matanya cukup tajam. “kau mengancamku!.”tatapaku sengit, tetapi dia tetap tidak terpengaruh sedikitpun dengan kemarahanku. “Bukan. Tapi dinding ini punya telinga.” Tristan berjalan mendekati dinding, mengamatinya seolah ada noda di sana. Aku tidak mengerti apa yang ingin ia lakukan, baru saja aku ingin mengatakan sesuatu sebelah tangannya yang terkepal mengetuk dengan keras tiga kali ketukan pada dinding. Lalu aku mendengar langkah kaki dari ruangan sebelah. Aku mengerti sekarang maksud dari perkataannya. Seseorang menguping pembicaraan kami. “Luar biasa rumah ini aku sangat menyukainya.” “Ayo pergi.” ** Perjalanan yang tidak ku sukai adalah saat ini, aku merasa senang ketika harus berjalan-jalan tapi tidak dengan pergi berkunjung ke keluarga mafia. Aku harus melupakan kejadian ini segera, atau aku tidak akan bisa tidur selamanya. Aku tidak tidur sama sekali di dalam perjalanan, bahkan menghindari makan berlebih apapun itu yang bisa membuatku mengantuk. Aku berusaha terjaga dengan melakukan aktifitas seperti berjalan di dalam pesawat, bertanya pada Tristan yang tak selalu ia jawab, atau menonton film di ponselku ketika kami di dalam mobil. Mobilnya berhenti tepat di depan Apartemenku, lagi-lagi dia memberikanku kejutan. “hebat sekali. Tahu apa lagi kau tentangku?.”aku mengamatinya, seringaian itu selalu muncul di sudut bibirnya, dia menunjukannya ketika dia meremehkanku. Dia bisa berbuat apapun dan hal itu membuatku kesal. “kau benar-benar mau tahu?.”Sepertinya dia siap untuk menujukkan semuanya. Aku rasa dia tahu semuanya tentangku, apakah ada jurnalnya. Mungkin hal-hal itu di kliping di buku nya. Aku mulai meragukan slogan tentang rahasiamu terjaga bersama dengan kami, data-dataku dibocorkan dan aku tidak tahu harus menuntut siapa. “kau tahu berapa ukuran sepatuku?.” “41.” Luar biasa, ini mengejutkan. Bukan tentang dia tahu informasi tentang ku tetapi dia hafal. Bahkan hal sepele tentang ukuran sepatu. Dia akan melupakannya segera dan aku akan menghilang dari hadapannya segera. Tidak akan bertemu lagi, kemungkinan aku akan meninggalkan negara Amerika untuk selamanya. Jika itu bisa membuatku tak bertemu dengannya lagi. mimpi burukku. “itu tidak membuatku takjub.”aku keluar dari mobilnya tak melupakan tasku, tidak berniat untuk meninggalkannya lagi. “aku akan menjemputmu nanti. Siapkan semua pakaian yang harus dibawa.”perkataannya membuat gerakan tanganku terhenti, ekspresiku terlihat masam menunjukkan betapa tidak sukanya aku dengan perintah itu. aku bahkan belum setuju dan dia terus memaksaku. “Aku belum menyetujuinya.”seraya menutup pintu mobilnya hingga menimbulkan suara keras. Dulu aku takut dibunuh olehnya kini aku takut dengan kegilaannya. Apakah ini akan menjadi lebih buruk lagi, aku baru mengenalnya beberapa jam dan sudah sangat mengenal sifat nya yang keras kepala dan suka memerintah. “aku rasa kau tidak akan suka jika aku memaksa nona Wren. Kau tahu betul apa yang akan aku lakukan! Kau membuka matamu dan kau berada di San Fransisco, bagaimana jika kali kedua kau sudah berada di dalam peti mati!.”Dia benar-benar pria kasar. Perkataannya benar-benar menyinggungku. Aku sudah tidak takut padanya, dia membutuhkanku untuk menjadi kekasih palsunya, aku yakin dia tidak akan membunuhku dalam waktu dekat. Setidaknya, itu bisa menahannya sebelum aku pergi dari hadapannya segera. “Ha! Pastikan peti mati yang bagus dengan ukiran bunga di sepanjang sisinya. Aku mau yang berbeda karena yang akan membunuhku adalah seoarang mafia.” Aku tidak peduli jika dia marah, dia juga harus tahu jika aku marah padanya. Setelah mengatakan hal itu aku masuk ke dalam menuju kamarku berada, aku harus bersiap-siap. Pergi dari Amerika dan menuju kehidupanku yang baru. Aku pikir harus mengganti namaku setelah sampai di tempat yang baru. Kemana aku akan pergi.. London atau Perancis. Sesampainya di dalam aku pergi menuju ke dalam kamarku, mengambil koper berukuran sedang yang berada di pojok lemari, aku bersiap untuk berkemas-kemas. Mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam lemari dan memasukannya ke dalam koper. Aku akan menjual Apartemen ini, sementara waktu menitipkannya pada Niel. Semua itu mulai berputar-putar di dalam kepala ku. Ini hanya instingku dan aku selalu percaya, rasanya seperti sedang diawasi. Aku merasa seseorang sedang berdiri di belakangku saat ini, aku membalikan tubuhku dan mendapati seorang pria bersetelan jas yang tak ku kenali berada di sini menatapku dengan sopan. Tristan berkata kakeknya akan mengawasiku, aku tidak tahu pria ini berpihak pada siapa. Tristan atau kakeknya. “Bagaimana caramu masuk?.”aku ingat sudah mengunci pintunya. Itu adalah rutinitas, aku tidak pernah lupa dan tidak akan melupakannya. Dia tidak mungkin masuk melalui jendela kan. “Anda benar nona Wren. Saya hanya menjalankan tugas.” Itu bukan jawaban yang tepat. Dia membekapku dengan sapu tangan, terlalu tiba-tiba hingga membuatku tak bisa menghindar lalu semuanya berubah gelap. ** Aku benci kehilangan kesadaran di momen yang tidak tepat. Seharusnya aku sudah mengambil penerbangan ke kota lain atau setidaknya keluar dari Amerika. Tetapi yang kini kulakukan malah berbaring nyaman terlelap hingga tak bermimpi apapun. Kepalaku sedikit pusing hingga membuat keningku mengerut. Perlahan-lahan membuka mataku dan mendapati diriku berbaring menatap langit-langit. Aku tidak tahu dimana diriku saat ini, yang jelas ini bukan kamarku karena langit-langit kamarku tidak berwarna seputih ini. Namun kini aku menyadari dimana aku sekarang, ekspresiku tidak lagi seterkejut ketika aku pertama kali terbangun di kamar San Fransisco. Dia mencoba untuk membuktikan perkataannya untuk yang ke-dua kali. Aku sangat tahu dimana aku berada saat ini, aku pernah masuk ke dalam nya karena terlalu penasaran ketika aku berumur 7 tahun yang berakhir dengan amukan oleh ibuku. Nenek ku membelinya untuk berjaga-jaga tetapi ia masih belum menempatinya hingga sekarang.   Aku berada di dalam peti mati yang terbuka, tertidur seperti putri salju namun bukan ciuman yang membangunkanku melainkan pertahanan diri. Sesuai dengan apa yang ku katakan tadi. Aku bertemu dengan pria luar biasa yang menwujudkan apa yang aku katakan. Jika aku berkata menginginkan Apartemennya apa dia akan memberikannya juga. Aku bangkit terduduk, dan merasakan kehadirannya dari ujung mataku. “kau menyukai nya? Berukiran bunga.” Aku bersyukur aku masih memakai gaunku yang tadi, jika semuanya berwarna putih dan aku benar-benar tertidur seperti mayat aku akan menuntut nya. Dia beruntung aku masih menjadi manusia, jika aku menjadi hantu aku akan menghantuinya seumur hidupnya. Membuatnya merasa ingin mati saja. “kau benar-benar pria baik!.” “terima kasih atas pujiannya.”ekspresinya membuatku ingin sekali melempar tinju. Pandanganku mengedar ke segala arah, aku berada di sebuah kamar. Sangat luas dengan kaca di sepanjang sisi yang menunjukkan pemandangan kota. Aku tidak tahu jam berapa sekarang tapi ku pikir sudah sore karena langit mulai menguning. Matahari mulai terbenam.Pemandangan yang benar-benar indah. “dimana aku sekarang?.” “Apartemenku.”aku tidak terkejut lagi. ketika aku menoleh padanya dia duduk di atas kursi yang mengarah padaku dengan sebelah kainya yang menimpa kaki kirinya. Ia memakai sweater berwarna coklat dengan celana bahan berwarna hitam. Begitu santai namun tetap tidak membuatku mengurangi kewaspadaan. “Aku kan belum setuju.”aku mengingatkannya. Beberapa kali aku mengedarkan pandanganku ke arah lain, saat kembali menatapnya dia masih memandangiku. Aku tidak bisa membaca pikiranya karena aku bukan peramal. Tetapi yang kurasakan dia menilai. Mungkin reaksiku atau entah apa itu. “kau akan aman di sini, jika kakekku tahu kita hanya berakting. Aku yakin kau tidak ingin melihatnya marah.”Aku juga tidak ingin melihatnya di sini. Aku mulai penasaran apa yang akan kakeknya lakukan, beberapa film action membuatku merinding karena aku tidak sanggup melihat sebuah tindakan sadis. Aku memblokir film Saw dalam hidupku dan beberapa film sadis lainnya. “Apa dia akan menondongkan pistolnya ke arahku?.” “tidak. Tapi dia akan menempelkannya di keningmu!.”air liurku terasa kasar ketika aku mencoba menelannya. Aku memalingkan wajah, tak ingin berpikir lebih jauh tentang apa yang akan kakek Tristan lakukan padaku. Cucu laki-lakinya sudah berhasil membuatku kerepotan. Aku mencoba untuk berdiri, Tristan bangkit berdiri dari kursi untuk membantuku keluar dari dalam peti. Ternyata dia masih berniat untuk membantuku. Aku menarik tanganku cepat dari genggaman tangan Tristan ketika sudah keluar dari dalam peti, kembali melihat ke arah peti itu. warnanya putih dengan ukiran bunga. Dia membuatku takjub kali ini, sangat bagus jika aku minta untuk menggantikan peti milik nenek yang ku rusak tahun itu apakah Tristan mengijinkannya. Entah apa yang akan pria itu lakukan dengan peti ini. “kau membelinya hanya untuk membungkamku dengan kesombonganmu itu, lalu kini apa yang akan kau lakukan dengan peti ini?.” “membuangnya mungkin. Aku tidak punya ruang untuk menyimpannya.”dia akan membuang ratusan dollar hanya untuk memamerkannya padaku. Dia pria pembuang uang.Aku tidak mengerti dengan sikap orang-orang kaya. “jangan dibuang. Aku tahu tempat penyimpanannya. Biarkan ini menjadi milikku. Aku sudah tidur di dalamnya, jadi ini untukku saja.” “kau memiliki selera yang aneh terhadap peti mati.”dia memberikan tatapan aneh padaku. Tetapi dia tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan menghadiahi ini untuk nenekku. “Pindahkan ini ke gudang dulu,”seru Tristan pada dua orang anak buah yang berdiri di depan pintu kamar yang terbuka. “kau harus tidur di atas tempat tidur, jika barang ini tetap di sini kau akan kembali ke dalamnya.”Apa dia pikir aku draculla atau mummy. Ini menjengkelkan. Kembali ke pembahasan, bisakah aku menego padanya. Kami harus berbicara dengan serius, mungkin aku bisa kembali ke Apartemenku lagi. “Tunggu, aku akan tidur di sini!.”aku menunjuk ke arah tempat tidur yang terlihat nyaman dan mewah. Namun ranjang ku tetap yang terbaik. “Apa kau berharap akan tidur denganku?.” Dia membuatku terkena serangan jantung, apa-apaan itu. “dalam mimpimu!.” Dia menggelengkan kepalanya, kedua tangannya terlipat di depan d**a, menatapku dengan angkuh. Tatapannya membuatku muak. Kenapa dia suka sekali menguji kesabaranku. “itu pasti akan menjadi mimpi buruk!.” Arghhhh! Dia benar-benar menyebalkan. Ketika menatapnya aku berharap sesuatu keluar dari mataku yang membuatku bisa membakarnya dalam sekejap. Kekanakan tetapi aku berharap memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mengalahkan orang besar. Besar dalam fisik dan finansial. Sialnya finansial adalah hal yang membuatku kalah telak darinya. “Bisa kita berbicara serius sekarang! Ada hal-hal yang harus kita bahas. Ini menyangkut tentang kehidupanku!.” “aku memang menunggumu bangun untuk membahas itu, ayo ke bawah dan ku tunjukkan sesuatu!.” Tristan membalikan tubuhnya, berjalan pergi lebih dulu menuju pintu kamar. Dua orang tadi masuk untuk membereskan peti mati. Aku mengikuti Tristan dengan langkah terburu-buru, melemparkan tatapan curiga ketika menatap punggungnya yang kini berada di hadapanku. “kau tidak akan menunjukkan pistol untuk membunuhku kan?.” Aku memandangnya curiga lalu mendengar Tristan mendengus dengan kekehan yang lolos dari bibirnya. Apa ini lucu! Aku masih muda tentu saja belum mau mati. Aku bahkan belum menikah dan move on dari mantan kekasihku yang ku harapkan bisa hancur di dalam genggaman tanganku. Mengingatnya membuatku semakin kesal. “Masih takut tentang kematian nona Wren! Kau baru saja bangun dari peti mati kenapa masih merasa takut!.” Aku benar-benar ingin menghajarnya sekarang!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN