Kami berada di ruang tengah, rumah Tristan membuatku takjub karena begitu besar. Sementara Tristan memiliki Apartemen mewah yang sangat luas. Aku yakin bisa bermain sepak bola di dalam sini. Ruang tengah terhubung dengan dapur, jendela kaca mengililing setengah ruang. Sofa nya berwarna cream, sangat lembut dan terasa nyaman. Ada piano di sebrang dapur. Sementara ruang tengah berada di ujung ruang lainnya. Aku tidak bisa mengagumi semua pemandangan rumah ini sementara aku berada dalam pembicaraan serius.
Aku duduk di sofa panjang menghadap Tristan untuk mendengar penjelasannya, Ia berkata jika ia dijodohkan oleh seorang wanita, anak dari salah satu mafia di Mexico. Kekuasaannya tidak lebih besar dari pada kakek Tristan namun jika mereka bersatu komplotannya akan semakin luas dan besar. Tristan tak tertarik dengan nya dan juga dunia mafia namun aku meragukan hal itu. Ia jelas-jelas sudah menembak orang-orang itu di gudang.
“Aku tahu untuk apa aku di sini! Kau ingin mengunci mulutku kan. Aku tidak bisa merasa aman denganmu, duduk di sini seolah tak melihat apapun di gudang itu. Bukankah kau seharusnya menyerahkan diri? Kau habis membunuh!.”
“Mereka sekelompotan mafia Ana. Puluhan orang terbunuh di tangan mereka kenapa aku harus melakukan itu. Aku hanya membantu orang-orang yang merasa marah karena kehilangan keluarga mereka.”
“Benarkah!,”tatapanku tidak merasa percaya dengan ucapannya. Dia menyeruput kopinya, menatapku dari balik cangkir yang menutupi sebagian wajahnya. “Mereka mafia? Bisa kau buktikan!.”
Aku tidak bisa percaya begitu saja, tetapi ada kemungkinan. Aku tidak tahu siapa Tristan, kami bertemu baru beberapa hari yang lalu dan tak mengenal satu sama lain kecuali riwayat pembunuhannya di gudang itu dan keinginan nya untuk membunuh ku sebelum sandiwara ini.“tidak penting membuktikan semua hal itu padamu!.”
Tidak penting dia bilang, aku mengulum bibirku merasa frustasi. Bagaimana caranya mengorek sesuatu darinya. Dia menatapku tanpa ekspresi apapun di wajahnya, membuatku mulai bertanya-tanya. “kenapa tidak penting? Kau tidak berusaha untuk meluruskan hal ini padaku!.”
“kenapa aku harus melakukannya!.”
Aku benci dia berkata begitu. Ana kau harus sabar, aku merasa menyesal sering membuat Niel kesal. Kupikir aku telah terkena karma sekarang. Kesabaran ku benar-benar diuji dengan kehadiran Tristan dan bagaimana dia menjelaskan sesuatu tentang dirinya dan apa yang dia lakukan. Aku menyerah, helaan nafas lolos dari bibirku. Terlalu frustasi.
“Baiklah, terserah aku tidak peduli. Apa kau masih ingin membunuhku?.”inilah yang terpenting. Aku harus memastikan jika aku akan hidup dengan tenang tanpa bayang-bayang kematian.
“bantu aku dengan sandiwara ini maka aku akan melepaskanmu.”
“Apa tidak ada wanita lain? Kenapa harus aku!.”Aku tidak mengerti, jika dia pergi keluar pintu ini, semua mata akan tertuju padanya. Aku tidak menyukainya tetapi tidak memungkiri Tristan memiliki pesona pria jantan seperti yang tergambarkan pada n****+-n****+. Rambutnya tertata dengan pomed berwarna hitam legam, tubuhnya berotot sangat ideal dengan pinggangnya yang kecil. Aku memalingkan wajahku darinya, menghapus kekaguman sialan itu yang berani-beraninya berderap masuk ke dalam kepalaku. Intinya dia dapat dengan mudah mendapatkan wanita manapun yang bersedia berlutut padanya.
“nenek memergokiku memegang fotomu ketika mengunjungi kantorku!.”
Perkataannya sukses membuatku terkejut bukan main, dia benar-benar mencari tahu tentang ku. Seperti di film-film. Menyuruh seseorang untuk membuntutiku. Jadi dia benar-benar berniat untuk membunuhku!
“kau terdengar seperti pengagum rahasia ku. Kau mencari tahu tentangku karena ingin membunuhku lalu nenekmu memergokimu dan mengira jika kau terobsesi padaku begitu!.”
“hilangkan pemikiran tentang obsesi, nenek ku hanya mengira kau kekasihku karena aku memiliki fotomu.”Dia menghancurkan ku. Seharusnya dia tak menyanggahnya, akan lebih baik dikira seperti itu bukan. Kenapa ibuku tidak pernah mengira aku memacari Zac padahal aku memasang foto selfinya di layar ponselku.
“Apa aku bisa menolak?.”
“tidak.”
“lalu kenapa kau bertanya!.”aku berkata dengan suara keras, dia suka sekali memancing emosiku. Aku memalingkan wajahku, merasa gerah terus duduk di sini berhadapan dengannya. Sesekali meliriknya dengan jengkel, bibirnya berkedut menahan tawa. Menjengkelkan melihatnya seperti itu. Dia terlihat senang telah membuatku kesal. Aku seperti seekor semut yang berada di dalam kotak dengan tanah yang berlubang. Seolah diberikan tempat untuk memilih lubang guna di tempati dengan bebas walau sebenarnya aku tetap saja dikurung.
“aku akan mengatur sandiwara ini, kau hanya harus mengikutiku! Kita akan melakukannya selama 3 bulan. Itu jangka waktu pacaran bukan, cukup ideal bagi kakekku sebelum akhirnya kita putus dan berlanjut di jalan hidup masing-masing. Setiap kali kau keluar dari pintu Apartemen ini, kau akan menjadi kekasihku. Kau mengerti.”
Aku kembali menatapnya untuk mendengar penjelasannya tentang hubungan konyol kami. Kenapa kami harus repot-repot bersandiwara di Manhattan sementara kakeknya berada di San Fransisco.
“kakekmu berada di San Fransisco kenapa kita harus bersandiwara di sini?.”
“kau lupa!,”aku terhening, mencoba mengingat-ingat apa yang telah ku lupakan. “kakekku berkata akan mengawasi kita di pesta kebun kemarin. Dia akan menyewa seseorang untuk mengambil foto kita dan mencari tahu tentang hubungan ini. Percayalah!.”
“Ya. Aku percaya, kau sudah menunjukkan nya bukan. Nomor sepatuku benar 41.”Aku tersenyum pahit, mengetahui kehidupanku akan jauh dari kata privasi membuatku emosional. Kupikir aku sudah terbebas dari bayang-bayang kematian, ternyata tidak semudah itu. Jika Tristan akan membunuhku secara sembunyi-sembunyi kemungkinan kakeknya akan langsung menempelkan pistolnya ke arah keningku. Ternyata aku masih menjadi incaran malaikat maut.
“Bukankah seharusnya kau senang? Aku yakin wanita yang akan dijodohkan denganmu adalah wanita yang sangat cantik. Kenapa kau tidak ingin menikah dengannya? Oh apakah kau Gay?.”
“Apa aku terlihat seperti itu?.”ekspresinya berubah masam, sepertinya dia tersinggung dengan tuduhanku. Aku mengamati penampilannya, dari ujung kaki hingga ujung kepala sebelum kembali menatap matanya.
“Ya. Kau cukup rapih.”
“aku sudah terbiasa rapih nona Wren.”
“jadi kau sering berhubungan s*x dengan para wanita?.”entah kenapa aku malah melontarkan perkataan yang tak sensonoh ini. Kenapa aku penasaran. Ana bodoh! Dia mencondongkan sedikit tubuhnya ke arahku, seolah ingin membisikan sesuatu yang membuatku menatapnya dengan kedua mata menyipit.
“kenapa kau tertarik dengan hubungan ku nona Wren! Apa kau mulai tertarik padaku!.”
“Apa kau sudah gila! Kau bukan tipeku dan aku tidak akan menyukaimu!.”
“begitu pula aku! Aku tidak akan menyukaimu itu juga yang menjadi salah satu alasan kenapa aku memilihmu.”perkataannya membuatku tersinggung. Anehnya, seharusnya aku merasa tenang. Setiap hal yang keluar dari bibirnya adalah kekejaman. Itu mutlak.
“kau akan menempati kamar atas, kamarku berada di lantai bawah. Jika butuh sesuatu, katakan saja.”
“kau akan membantuku?.”
“bibi Gail yang akan membantumu. Dia adalah asisten rumah tanggaku. Sentuh bel mikrofon yang berada di samping saklar lampu kamar. Dia akan segera datang menemuimu di atas.”
Wajahku yang sempat sumringah kembali tertekuk. Kupikir ia memiliki sisi manusiawi ternyata dugaanku salah. Dia memang tak memiliki hati. Jadi lantai atas adalah bagianku, senang memiliki sisi dimana aku bisa sendirian tanpa harus melihat wajahnya yang berlalu lalang. Aku harap dia lebih sering menghabiskan waktunya di luar di bandingkan di Apartemen.
“tidak apa jika aku mengacak-acak dapurmu?.”
“kau boleh melakukannya sesukamu! Jangan bocorkan hal ini kepada siapapun kau mengerti.”
**
Mobil Tristan berhenti di sisi jalan depan gedung kantorku. Aku keluar dengan ekspresi masam. Terlalu kesal karena mendengar ocehannya tentang peraturan hubungan palsu ini. “berhenti mendobrak pintu mobilku.”serunya membuat ku berhenti untuk kembali menolehkan wajahnya menatapnya.
“berhenti membuatku kesal.”sebelum kembali melanjutkan langkahku menaiki beberapa anak tangga dengan terburu-buru menuju lobby. Tubuhku bersedap, kedua tanganku terlipat di depan d**a menunggu lift dengan perasaan tidak sabar. Semua orang sudah menguji kesabaranku tolong jangan liftnya juga.
“Aku tidak akan meragukannya mulai dari sekarang!.”
Tubuhku terlonjak kaget ketika mendengar suara tak asing yang berasa dari belakang tubuhku. Aku menolehkan wajah dan menadapati Niel terdenyum lebar dengan sebelah tangan yang ia tunjukkan sebagai salam sapaan.
“kau mengejutkanku!.”
“kenapa kau terkejut? Mulai lupa dengan suaraku setelah 2 hari menghilang tanpa kabar.”aku tidak mengirimkan chat apapun selama 2 hari itu. Yang pertama, aku pikir dia akan sibuk dengan kedatangan ibunya dari California dan di hari ke-2. Aku direpotkan dengan para mafia itu. lift berdenting di belakangku membuat ku dan Niel melangkah masuk ke dalam untuk menuju ruang kerja kami di lantai 15. Aku tidak bisa menceritakan apapun tentang para mafia dan statusku sebagai kekasih palsu Tristan. Aku tak akan membuka suara apapun tentang hubungan palsu ini.
Aku bertanya tentang ibunya dan bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama, aku harus memikirkan hal lain, menyibukkan diri dan bukannya meratapi nasib sialku terjebak dalam status palsu. Niel bercerita dengan semangat dan aku mendengarnya dengan sedikit antusias, karena ketika ada seseorang yang masuk ke dalam lift bergabung dengan kami, yang wajahnya tidak familiar bagiku aku akan merasa paranoid. Kemungkinan itu orang sewaan kakek Tristan untuk memata-matainya. Menyedihkan memiliki perasaan ini. Seperti ketika ia baru saja kembali dari San Fransisco, ia terus berpikir mengenai Tristan yang sedang mencarinya untuk membunuhnya.
“kau baik-baik saja?.”
“hm.. ya aku baik-baik saja.”
Niel cukup sensitif dengan perubahan sikapku, dia selalu bisa menyadari ada sesuatu yang tidak beres denganku. Itulah kenapa aku menyukai kebersamaan kami. Dia adalah sahabat terbaikku.
“katakan jika kau ada masalah Ana, kau akan gila jika terus menyimpan rahasia-rahasia itu sendirian.”
Perkataannya ada benarnya, mungkin Niel sepenuhnya benar tetapi aku tidak bisa mengatakan apapun bahkan sedikitpun tentang masalah itu. Aku tak tahu berapa lama aku akan bertahan ketika mengucapkannya tanpa sengaja.
“sebenarnya ada.. ada pria gila yang kini ingin menempel terus padaku! Aku butuh bantuanmu.”