BAB 04 - Surprising Thing

1687 Kata
Sebuah dress berwarna pink pastel, sepanjang 5cm di atas lutut. Ini sangat bagus, tapi tidak tidak aku tidak boleh menyukainya sadarlah Ana dia akan menjual mu. Aku membiarkan rambutku tergerai lalu merasa takut, aku tidak siap dengan hal ini. Tubuhku bergetar dan aku dilanda rasa panik. Kaki ku berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Haruskah aku loncat ke dalam laut berenang ke tepian lalu terbebas dari sini. Aku pergi ke balkon kamar menatap air laut, ombaknya cukup terlihat berbahaya bagiku. Masalahnya adalah aku tidak terlalu pandai berenang, terakhir kali ketika aku berada di sekilah menengah. Apakah lautannya dalam, jika di film-film ia akan tetap bisa mengambang untuk menarik nafas kan. Haruskah aku melompat sekarang, ketika aku berdiri di pinggir balkon berniat untuk melompat aku makah hanya bisa terduduk dan menatap lautan dengan kedua tangan mencengkram pegangan balkon. "Dasar bodoh." Aku tidak bisa berhenti untuk merutuki diriku sendiri, terlalu takut mati di bawa ombak di bandingkan bertahan bersama seorang mafia yang ingin membunuhku. Tidak ada bedanya mati sekarang atau nanti, tapi aku tidak seberani itu loncat ke dalam air. Bagaimana jika tidak langsung mati, ada beberapa hal yang akan aku rasakan sebelum benar-benar mati. Sesak nafas, sakit kepala. Mungkin lebih baik mati di tembak agar prosesnya lebih cepat. Apakah tekadku belum bulat. Jika dipikirkan, rasanya konyol memiliki tekad untuk bunuh diri. Banyak yang bilang pertahanan diriku terlalu kuat, tapi rasanya tidak mungkin jika loncat ke dalam air. "Kau sudah siap? Sedang apa kau di sana?." Aku mengenal suara ini, aku tidak bergerak dan tetap diam di tempatku terduduk saat ini. Di pinggir balkon meratapi kebodohan tak bisa loncat ke dalam air. Menyedihkan. Aku mendengar suara langkah kakinya mendekat, aku bangkit berdiri dan beralih menatapnya. Aaaaaaaneh sekali. "Kenapa kau rapih sekali?."aku tidak bisa menyembunyikan suaraku yang terheran melihat nya berpakaian kemeja dan jas hitam, aroma parfum cukup menyengat dari tubuhnya. "Kenapa kau duduk di sana? Tidak jadi loncat nona Wren! Terlalu takut untuk mati!." Aku memang berpikir untuk melakukannya tetapi mendengar nada suaranya dan seringaian menyebalkan dari bibirnya seolah menjatuhkan harga diriku. Anehnya aku tersinggung. Pikiran macam apa ini. "Aku hanya melihat lautan, aku tidak pernah melihat rumah tepat di atas laut. Apa.. kau tidak takut jika ada gelombang pasang! Badai atau apapun itu yang bisa menghanyutkan rumahmu dan kau!." "Tidak perlu menghawatirkanku. Khawatirkan saja dirimu sendiri."Bolehkah aku memukulnya sekarang. "Aku memang sudah melakukannya sejak kemarin-kemarin. Apa yang mau kau lakukan?." Dia berpakaian seperti akan menghadiri suaru acara resmi. Benarkah perdagangan wanita, aku menontonnya di salah satu film mereka berjudi dan menaruhkan.. tidakkk tidak. Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutan dengan kedua mataku yang kini membesar. Dia menarik pergelangan tanganku untuk segera keluar dari dalam kamar. Aku berusaha untuk melepaskan diri, cengkraman tangannya sangat kuat hingga membuatku kesulitan, beberapa pelayan yang kami temui berpapasan denganku hanya melirikku tanpa berniat untuk melakukan apapun. Tiba-tiba dia berhenti membawaku ke pojok ruang, mengunciku di sana dengan kedua tangannya yang berada di atas kepalaku. Aku merasa gugup, ini akan menjadi adegan romantis jika seseorang yang berada di hadapanku saat ini adalah pria yang ku sukai. "Jangan membuat orang lain curiga." "APA! Memangnya apa yang sedang kita lakukan!."Aku bertanya, hampir berteriak lalu merendahkan suaraku. Berbisik. "Kau mau hidup?."Apa itu tawaran! Nyawaku sebagai tawaran!!! "Tentu saja kau sudah gila!."dia memang sudah tidak waras. "Kalau begitu diam dan turuti perkataanku." Memangnya aku ini apa! Tanpa penjelasan apapun dan kini ia menarikku lagi. Membawaku menuju halaman rumah nya yang kini di penuhi banyak orang. Astaga. Ini seperti pesta kebun, aku tidak bisa membayangkan siapa orang-orang ini. Dia menarikku agar lebih dekat, tangannya berada di bawah punggungku sekarang. Bibirnya tersenyum kecil, melewati semua orang itu dengan percaya diri, ia pergi menuju ke arah tengah-tengah ruang. Aku menarik diri berusaha untuk tidak berdekatan dengannya. Berapa kali ia menarikku mendekat, aku akan lagi dan lagi menjauh darinya. Tidak ada sentuhan, aku benar-benar ingin menjauh darinya. "Tristan. Kau datang."Seorang wanita memeluk tubuh pria yang ku ingat namanya sekarang. Aku lupa siapa namanya tadi, di mataku dia adalah malaikat maut. Ini adalah mukjizat, ku pikir aku akan mendekatinya dan berkata tolong aku dengan mimik wajah takut dan keprihatinan agar dia mau membantuku keluar dari sini. Aku tidak bisa menahan diri, ketika pandangan mata kami bertemu aku tersenyum kecil, aku harap dia menangkap kesedihan di wajahku. Ketika aku akan berkata tolong seorang pria di sebelahnya menatapku dan bertanya.. "Siapa dia?." Spontan aku melirik ke arah Tristan, pelukannya pada wanita itu terlepas, ia juga melirik ke arahku lalu kemudian menarikku mendekat ke sisi tubuhnya. Aku menatap wanita itu dan laki-laki itu secara bergantian, lalu perhatianku kembali pada wanita itu yang tak menatapku. Ini membuatku kesal. "Dia wanita yang ku bicarakan. Kekasihku! Ana Wren." Senyumku seketika menghilang. Dia bilang apa KEKASIH! APAAAAAAAAAAAA! Apa apaan ini! Apa dia pikir itu lucu! Aku merasa berada dalam cerita romanpicisan yang gila. Seperti dalam cerita fiksi dan kini aku mengalaminya sendiri, aku pasti sedang berhalusinasi. Ini pasti mimpi aku tahu itu. Konyol. Sepertinya aku terlalu banyak membaca cerita, aku akan menguninstal aplikasi nya setelah ini. Otakku mulai tidak waras. Bermimpi seperti ini. hal ini semakin membuatku geram, aku menatapnya marah lalu beralih menatap wanita paruh baya itu lagi, berniat untuk berkata tolong aku namun perkataannya membuatku membatu. “Apa kau tahu siapa kami? Kau benar-benar mencintai cucu ku?.” Kepalaku berputar, seketika itu juga peganganku lebih mengerat pada lengan Tristan. Aku merasa wajahku kaku ketika bibirku tertarik membentuk senyum yang kupikir terlihat tidak cantik. Mereka! Apa mereka mafia juga, kenapa bertanya seperti itu. tahu siapa kami! “nenek jangan membuatnya takut, tentu saja dia tahu. Sangat tahu!.”Aku mendengar Tristan menekan kan kata pada kalimat terakhirnya, menyindirku ku rasa. Ketika aku meliriknya dia juga sedang memerhatikanku. Seharusnya aku ikut kelas yoga seperti apa yang Emily sarankan, aku mencoba mengatur pernapasan melalui hidungku, diam-diam berseru untuk tidak panik. Jangan panik Ana, kau harus tenang. Jadi ini hang dia bilang tentang apa yang harus ku lakukan tadi. Tetapi tetap saja, AKU PANIK! "Kau tahu wanita itu sangat mengagumimu jika kau menikah dengannya kau akan mendapatkan banyak hal."pria yang ku pikir kakeknya berkata seuatu yang membuatku berpikir tentang wanita lain. Dia berkata seperti itu di hadapan kekasih cucunya, bukankah itu sangat frontal. Dia tidak menghargai keberadaanku, walau ini sepertinya pura-pura tetapi tetap saja membuat ku tersinggung. "Aku sangat mencintai Tristan." MATI SAJA AKU! Kenapa aku berkata begini. Aku tidak bisa mengontrol ucapanku setelah dia menyinggungku tadi. Dasar Ana bodoh! Anehnya dia malah tersenyum, jantungku berdebar, bukan karena kata cinta yang ku katakan pada Tristan, juga pengakuannya sebagai kekasihku. Tetapi karena aku takut, aku berbohong pada seorang mafia. Aku tidak tahu apa aku masih bernafas besok. Jika aku mati dengan segera aku akan menuntut Tristan, aku telah membantunya saat ini jika aku mati besok aku akan menghantuinya di sepanjang hidupnya. "Berapa Tristan membayarmu untuk mengatakan hal ini! Aku tahu kau berbohong." "Haruskah aku melakukan s*x dengannya di hadapan kakek agar percaya dia adalah kekasihku." APA! Aku menendang sepatunya, menatapnya seolah berkata. Apa kau sudah gila! Kau berkata hal sevulgar itu di hadapan kakekmu. Ekspresinya sangat datar, aku tidak tahu apa yang ia pikirkan ia hanya melirikku sebelum kembali menatap kakeknya. "Kau melakukannya kepada banyak wanita."seru nya dan aku sudah yakin dia begitu. Aku membuang arah pandangku ke arah lain walau lenganku tetap memeluk lengan Tristan. Aku tidak suka dengan obrolan ini, walau aku sangat dewasa tetap saja mendengarnya sangat menggangguku. Ketika pandanganku beralih ke arah lain, pesta tetap hidup tapi ku yakin mereka semua memasang telinga mereka baik-baik. Terbaca dari bagaimana cara mereka melirik ke arah kami. Tontonan melodrama gratis huh! "Jangan bicarakan hal ini. Kau membuat nya tidak nyaman."Apa nenek membicarakan aku. Ketika aku kembali menatap nenek Tristan dia tersenyum lebar ke arahku. Arti senyum itu mendukungku atau dia punya maksud lain. Aku membalas senyumannya tetapi pandanganku terhenti padanya, aku tidak berani menatap kakek Tristan. "Hanya dia yang ku inginkan! Aku tidak menyukai nya dan aku tidak berniat mennginginkan semua itu. Lagi pula aku sudah memiliki segalanya." Dia sangat sombong, aku hanya menghela nafas lirih dan bersikap tidak peduli. Jika dia berkata begitu padaku aku akan membalas perkataannya. "Aku akan mengawasi kalian, jika kalian membohongiku. Kau tahu apa yang akan kakek lakukan Tristan."Ancaman kakek Tristan membuatku bergidik ngeri. Aku tidak tahu apa itu, tapi sepertinya hari ini nyawaku terlah tergadai. Bagaimana cara menebusnya? Aku tidak tahu. Kakiku terlalu lemas untuk berdiri, sepatu hak ini terasa sangat menyakitkan atau ini efek menyedihkan dari apa yang sedang ku alami. Tiba-tiba saja aku merasa goyah, Tristan menahanku agar tidak terjatuh, sebelah tangannya melingkar di pinggangku. "Kau baik-baik saja?." TIDAK! Aku dalam keadaan buruk. Tapi yang ku lakukan adalah mengerutkan kening, meminta agar pergi dari sini. Ekspresiku memelas, memohon agar segera pergi dari hadapan kakeknya. "kau bisa berdiri?."dia masih bertanya. Tidak menerima kode dariku. Hal ini membuatku frustasi. Dia menahanku, aku tidak akan terjatuh kan. "Ana."seru nenek Tristan dapat ku dengar ketika aku pura-pura pingsan. Ini sangat memalukan tapi tidak ada cara lain bagiku untuk bisa pergi dari pesta mafia ini, karena Tristan tidak bisa di harapkan dengan kode yang kuberikan. Ini satu-satunya cara agar dia membawaku pergi dari sini. "cepat bawa dia ke dalam."seru nenek lagi. Aku berhasil. Tubuhku, apakah tulangku patah. Bagaimana bisa Tristan main lempar saja tubuhku ke atas kasur, tetap saja menyakitkan. Dia tidak memiliki sisi romantis, menyebalkan. Setidaknya perlakuan aku sedikit lembut. Dia berdiri tidak hauh dari ranjang, membelakangi ku menatap lautan dengan kedua tangan bertolak pinggang. Ketika dia beralih menatapku aku kembali memejamkan mata. "Sandiwaranya sudah selesai. Buka matamu."Dia tahu aku berbohong. Aku membuat sebelah mata kananku dulu sebelum benar-benar melihatnya dengan kedua mataku. Aku bangkit terduduk, menyibak rambutku yang menutupi wajah. "Kakekmu mafia juga?."Aku tidak bisa menyembunyikan rasa penasaranku, keningnya mengerut, menatapku terheran. Tubuhnya benar-benar menghadap ke arahku. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu, aku tidak tahu apa itu tetapi yang jelas, tidak baik untukku. "Kita pulang sekarang juga. Kau harus berkemas sesampainya di rumah." Dia berjalan melewati ranjangku untuk pergi keluar kamar. Apa maksudnya itu! Apa kita akan berkemah. Aku merangkak menuju ujung kasur untuk bisa melihatnya yang mendekati pintu. "Maksudnya? Apa kita akan berkemah?." Tristan menghentikan langkahnya, wajahnya kembali menatapku. Terlihat sangat serius. Membuatku penasaran. "Kau akan pindah ke Apartemenku!."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN