Bab 7. Sok Manja

1139 Kata
Azalea tidak mendapatkan jawaban dari pria batu yang di depannya ini, malahan saat ini pria batu ini hanya menatapnya tanpa dosa. Menyebalkan sekali bukan? Ya, sangat menyebalkan. "Kenapa kamu menatap dia, bukan dia yang bertanya padamu tapi saya, katakan saja jika dia memaksamu untuk menikah denganmu, kakek akan hajar dia, ayo katakan!" pinta Kakek buyut Aldrich yang merasa jika wanita mungil ini pasti dipaksa. Dia tau sekali, kalau cicitnya ini pasti memaksakan kehendaknya. Dia takut dinikahi alhasil mencari wanita lugu, polos untuk menikah dengan si tengil ini. Tuan Mathias selaku kakek buyut Aldrich berusaha untuk mencari tau apakah ada cinta di antara keduanya atau tidak. Rasa curiga menggelayuti hatinya. Dia tidak mau jika Aldrich memaksa seseorang untuk menikah dengannya. Dia tau betul bagaimana cicitnya ini tidak tersentuh oleh wanita jadi untuk memastikan apakah tidak ada paksaan dia bertanya. Aldrich mendekati Azalea yang masih termenung dan tidak menjawab pertanyaan dari kakek buyutnya itu. Ini baru kakek buyutnya, belum kakek dari ayahnya dan ayahnya, makin runyam urusannya. "Sebenarnya ka ...." Azalea menghentikan ucapannya karena Aldrich menciumnya tepat di depan kakek buyutnya. Tuan Mathias melihat tingkah cicitnya segera melayangkan pukulan tepat di belakang kepala Aldrich hingga Aldrich meringis kesakitan dan dirinya mengumpat dalam hati. Ciuman tersebut lepas dan membuat Aldrich sembunyi di belakang Azalea. Dirinya dengan manja memeluk Azalea meminta perlindungan dari Azalea. "Anak kurang ajar! Bisa-bisanya kamu mencium dia di depanku! Apa kamu tidak malu, hah!" berang Tuan Mathias dengan napas naik turun. Walaupun sudah sepuh, tapi Tuan Mathias masih terlihat sehat dan kuat tapi tidak seperti muda dulu. Aldrich hanya memasang wajah menyebalkan menurut Tuan Mathias. Ingin sekali dia mengetuk kepala dari cicitnya ini. "Kakek, kenapa harus memukul aku di depan istriku, aku sudah menikah kenapa sekarang mempertanyakan lagi, kalau aku sudah memilih wanita itu artinya aku mencintai dia dan aku masih normal. Kecuali aku mencium Marci baru aku dipertanyakan," jawab Aldrich seenaknya. Marco mendengar nama Marci hanya bisa diam. Dia berpikir sejenak, siapa itu Marci. Setahu dia, tidak ada yang bernama Marci, apa itu kekasih hati Tuannya. Tapi, kenapa menikah dengan Nona Azalea, pikirnya dalam hati. Tuan Mathias mendengar nama yang disebut oleh Aldrich berbeda dengan nama cicit menantunya menaikkan alisnya. "Siapa Marci? Wanita mana lagi itu? Apa dia istrimu juga? Wah, hebat juga ya kamu," ucap Tuan Mathias sedikit bangga cicitnya mempunyai banyak wanita. Azalea menoleh ke belakang akan tetapi, kepalanya malah ditahan oleh Aldrich agar tidak ke belakang. Aldrich menunjuk ke arah Marco yang saat ini menatap tuannya. Dia bingung kenapa tuannya menunjuk ke arah dirinya. Atau ada orang lain di belakang? Apa, jangan-jangan tuannya menyukai pelayan apa ada nama itu di sini. Marco menoleh ke belakang, tidak ada selain pelayan Yan, ketua pelayan yang berdiri tegak lurus dan saat Marco menoleh ke arah Pak Yan, sang pelayan tersebut menoleh ke arahnya. "Maaf, nama saya Yan bukan Marci," jawab Pak Yan. Tuan Mathias semakin kesal, dia menatap nyalang ke arah Aldrich karena sudah mempermainkan mereka. Azalea mencoba untuk berpikir siapa Marci itu dan jari telunjuk suaminya ini ke arah Marco dan dengan rasa keterkejutan Azalea angkat bicara. "Kamu suka dengan Tuan Marco, pria batu?" tanya Azalea membuat Tuan Mathias, Aldrich dan Marco juga kepala Yan ikutan terkejut. Aldrich terkejut karena Azalea memanggilnya kepala batu bukan karena perkataannya. Lagipula dia ingin bercanda dengan Azalea jadi wajar jika dia memanggil Marco dengan Marci. Marco menatap ke arah Tuannya, dia bingung kenapa tuannya memanggil dia Marci. Dia juga masih normal, masih membutuhkan wanita tapi kenapa dia ikut dalam kekonyolan tuannya ini. "Anak kurang ajar, beraninya kamu mengatakan itu, Aldrich, kepala batu! Awas kamu, aku hajar kamu! Aldrich!" pekik Tuan Mathias sudah geram dengan cicitnya. "Ada apa ini? Kenapa rumah ini terlalu berisik. Mana anak menantuku? Aku dengar si tengil itu menikah, mana dia?" tanya seseorang dari pintu membuat Aldrich dan Azalea terkejut. Pria yang mirip dengan Aldrich melangkahkan kaki bersama dengan satu pria yang mirip dengan pria yang bertanya padanya. Azalea mengintip dari tubuh Aldrich yang besar. "Dasar pendek," ejek Aldrich kepada Azalea yang mengintip atau bersembunyi di tubuhnya. Azalea mungil hingga dia bisa sembunyi di tubuh Aldrich yang tubuhnya lebih besar darinya. "Kepala batu," balas Azalea kembali. Ketiga pria beda usia tersebut menatap pertengkaran keduanya. Menurut mereka bertiga, kedua pengantin baru ini terlihat lucu, bukan tanpa sebab mereka berpikir seperti itu, karena selama ini, tidak ada yang berani melawan Aldrich dan mengatai dia. Jika ada, pasti pindah alam. "Kalian sudah selesai?" tanya pria yang wajahnya mirip dengan Aldrich siapa lagi kalau bukan Tuan Malik Alexander dengan suara berat dan tatapan yang begitu tajam. Mendengar suara yang menginstruksikan mereka, Azalea memandang ke arah pria tersebut. Dirinya menundukkan kepala akan tetapi Aldrich mengajak Azalea duduk dan dia memeluk pinggang Azalea. Aldrich sangat suka melakukan itu, Azalea yang mendapatkan perlakuan seperti itu gelisah dan panik, berusaha untuk melepaskan tangan Aldrich akan tetapi pria itu tidak melepaskan dan malah semakin erat memeluknya juga mereka terlihat intim. "Boy, jangan ganggu dia, lihat dia malu. Tidak bisakah kamu jangan terlalu manja dengan dia? Ingat umur kamu, lagipula kamu pikir kami iri dengan wanitamu?" tanya Tuan Malik yang ikut duduk bersama Ayah dan kakeknya. Ketiganya duduk sembari memandang Aldrich dan Azalea. Azalea hanya tersenyum malu, dia benar-benar malu karena Aldrich bukannya melepaskan dia dan malu dengan orang tua yang saat ini memandang dia malah menunjukkan kemesraannya, untuk apa? Pencitraan? Bukannya di surat itu jangan sentuh dia, sekarang siapa yang sentuh siapa. "Dia ini istriku, Dad. Jadi, aku mau bermanja dengan dia. Tiga hari tidak ketemu, membuat rinduku padanya membuncah, jadi jangan memintaku untuk melepaskan istriku yang mungil ini," jawabnya. Aldrich sudah tiga hari tidak ketemu, dia sibuk dengan dunia mafianya. Dia harus baku tembak dengan musuhnya yang mengambil barang miliknya. Kepergian Aldrich ke Mexico membuat dia Azalea terabaikan, selama di negara tersebut Aldrich merasa ada yang kurang dan dia tidak tau apa itu. Malah dia terus mengingat wanita menyebalkan ini. Dan sekarang, saat dia berada di depan wanita bocil nan mungil ini, dia menumpahkan semua yang dia pendam. "Ck, sok manja, aku tidak percaya dengan pernikahan kalian. Aku yakin kalau kamu itu pasti memaksa dia menikah. Dan kenapa kamu tidak undang kami ke pernikahan kamu dan siapa orang tuanya, apa kamu bisa bawa kami untuk bertemu orang tua dari istri mungilmu ini?" tanya Tuan Mathias sorot mata tajam. Mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Mathias Azalea menegang karena saat ini dia sudah tidak diakui dan diusir oleh orang tuanya lagi. Jika mereka datang ke rumah apakah tidak ditutup kemungkinan dia akan dihina dan dikatakan sesuatu yang menyakitkan. Azalea menundukkan kepala, ada raut kesedihan di hatinya karena mengingat perkataan dari ayahnya. Ketiga pria paruh baya beda usia tersebut dan Aldrich juga Marco menatap kesedihan di wajah Azalea. "Tuan, ada tamu," ucap salah satu pengawal yang melaporkan jika mereka kedatangan tamu. "Siapa?" tanya Aldrich dengan suara dingin karena dia tidak suka diganggu jika dia dan keluarganya sedang berkumpul.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN