Pintu depan rumah yang cukup besar untuk ditempati dua orang yang menjadi penghuni, dibuka. Padahal Arka sedang berada di dalam kamar yang notabenenya di lantai dua, tapi pendengarannya menjadi peka sekali. Langsung menengok untuk mendengar lebih jelas. Mematikan lagu yang sedang menjadi pengiring suasana agar lebih bersemangat dan tenang. Ia sedang mengerjakan tugas kampusnya. Tidak mengatakan apa-apa dan menunggu sama sekali, Arka bangkit dari kursi, hendak bergegas ke luar. Bersemangat dan terburu-buru.
"Arka, lo mau ke mana?" tanya Yugi yang juga berada di kamar Arka. Mereka berdua sedang mengerjakan tugas yang sebenarnya tidak berkelompok, tetapi sering sekali saling membantu. Walaupun lebih sering menghabiskan waktu bermain gim bersama. Rumah seorang Yugi Jhendral tidak jauh dari tempat Arka, masih satu komplek yang isinya orang-orang berada dan wilayah Arka yang paling elit. Hal itu menyebabkan kedekatan mereka paling erat dibanding teman-teman lainnya. Sama-sama suka sekali bermain gim, walaupun Arka lebih addict dan semua yang ada di tempat Arka itu lengkap. Daripada nongkrong di luar, ke mana-mana, Arka sendiri lebih suka di dalam rumah. Agak berbeda dengan Yugi, tetapi sering mengikuti.
"Sebentar, kakak gue pulang," jawab Arka. Yugi belum sempat mengatakan apa-apa, Arka sudah turun dari lantai dua di mana beberapa kamar ada di sana. Tipe minimalis yang berada di pusat kota.
Melihat Arka yang terbur-buru, Yugi Cuma bisa mengerutkan dahi bingung. Ya kalau pulang, lalu kenapa? Apa Arka membuat kesalahan pada kakaknya? Apa Arka sedang menutupi sesuatu agar tidak ketahuan? Apa Arka memang memiliki tradisi harus menyambut kakaknya? Atau sedag menyiapkan makanan? Kalau yang terakhir benar, Yugi senang sekali. Senyumannya sudah merekah.
Arka turun dari tangga, sementara kakaknya, seorang wanita yang lebih tua darinya sekitar tiga atau lima tahun, langsung menaiki tangga setelah masuk ke dalam rumah. Baru pulang kerja. Hendak ke kamar untuk mencuci kaki dan tangan, kemudian minum sebentar lalu mandi membersihkan diri. Beristirahat, tetapi sebelumnya tentu akan menyapa adik kesayangannya. Takut Arka belum makan atau membutuhkan sesuatu. Padahal Arka yang sekarang jelas sudah dewasa, tetapi Kayari tidak pernah bisa melihat seperti itu. Selalu menjadi adik kesayangannya. Adik kecil yang menggemaskan.
Wajah Kayari terlihat kelelahan. Capek. Lembur. Iya, lembur di pangkuan Selatan, di atas meja, atau ya kalau tidak, sambil berlutut di antara dua kaki si bos.
"Kenapa, Dek?" tanya Kayari pada adiknya. Penghuni tetap rumah ini yang dikatakan sebelumnya, mereka berdua, Kayari Manayaka dan Arka Manayaka. tinggal di rumah berdua. Papa mereka kerja di luar negeri, memiliki rumah dinas khusus di sana yang tentu ditemani sang istri. Ikut ke sana, sebab ada karir juga yang harus dilakukan. Arka dan Kayari sendiri tidak pernah masalah, tidak pernah kekurangan dari uang ataupun kasih sayang. Terutama Arka, Kayari selalu perhatian dan menghujani kasih sayang sebagai seorang kakak. Keduanya tetap berada di rumah mereka karena sekolah, kampus sampai kantor memang berada di sekitar sana. Tumbuh bersama juga di sana,
"Baru pulang, kak?" tanya Arka basa-basi. Jadi canggung. Mengusap-usap telapak tangannya ke celana pendek rumahannya. Mengulum bibir bawahnya sendiri hingga mole di bawah bibir tipis Arka semakin terlihat. Sungguh, Arka ini deinisi ketampanan yang indah. Wajahnya terlihat inosen sekali, seperti begitu polos da tidak pernah melakukan kesalahan. Menggemaskan. Tapi proporsi tubuhnya, gila, seksi sekali.
"
Iya. Sudah lihat, kan. Kamu kenapa sih dek?" Kayari tertawa melihat adiknya dan pertanyaan yang dia dapatkan. Padahal mereka keluarga dan sudah tinggal bersama lama, Arka juga manja, tetapi masih sering malu-malu lucu seperti ini.
Arka mengacak-acak rambutnya. "Nggak apa-apa. Pusing saja. Banyak tugas." Ganteng banget. Kayari senyum sendiri liat adek kesayangannya. Pasti deh di kampus banyak fansnya nih! Tapi belum ada saja yang dikenalkan. Padahal Kayari sudah membayangkan, lumayan kalau Arka punya pacar, dia pasti kecipratan makanan-makanan. Apalagi gemas kalau dicurhatin sama pacar Arka.
"Oia, Yugi nginep ya, Kak. Tugasnya banyak,” kata Arka lagi memberi tahu. Seperti biasa, sebab tidak mau membuat kakaknya merasa tidak nyaman. Prinsip mereka adalah bebas melakukan apa pun, tetapi tidak mengganggu privasi satu sama lain. Setidaknya mengatakan dan memberi tahu. Semua orang memiliki hak, tetapi tidak dengan mengambil hak orang lain. Mengusik hak orang lain.
Kayari mengangguk-ngangguk saja karena sudah biasa. Menginapnya Yugi Jhendral juga bukan pertama kalinya. Senang juga kalau adiknya yang introver itu (sama sepertinya) memiliki teman dekat. Biar rumah semakin ramai. "Ya sudah yam kakak ke atas. Pegal badan kakak. Mau mandi juga,” kata Kayari. Bukan hanya pegal berkerja, tetapi juga pegal di seluruh tubuh karena mendapat serangan dari Selatan dan juga haru menyerang Selatan. Mulutnya apalagi. Pegal. Punggungnya karena terus membungkuk.
"
Mau adek pijitin?" tawar Arka perhatian. Memanggil dirinya ‘adek’, sama seperti Kayari yang memanggil dirinya sendiri ‘kakak’.
Kayari gemas sendiri setiap menghadapi bayi besarnya. Tangannya kemudian menngacak-ngacak rambut Arka. "Huhu adik kesayanganku manis sekali. Nggak usah. Katanya lagi mengerjakan tugas saa Yugi, Sudah, kamu belajar saja." Setelah mengatakan itu, Kayari naik ke atas tangga. Meninggalkan Arka menunju kamarnya sendiri.
But damn! That's not what Arka means. (Tapi sial! itu bukan yang Arka maksud). Pun dia hanya bisa memandang punggu Kayari yang menjauh. Sosok Kayari yang perlahan menghilang. Kemudian ia menyentuh dadanya sendiri sebelum berakhir megacak-acak rambutnya dengan frustrasi.
***
Arka kembali ke kamar dan kembali. Kembali mengerjakan tugasnya bersama Yugi. Tidak membahas apa pun tentang Taeri. Dia harus mendirstraksi dirinya sendiri. Sebenarnya ketika jauh, ia jadi memikirkan Kayari. Ketika dekat, sama saja, malahan rasanya ingin mendekati dan terus-terusa berada di samping Kayari. Nanti kalau sudah begitu, Kayari akan mengusak-usak rambutnya sambil mengatakan kalau dia manja sekali. Dan sejujurnya, Arka suka jika diperlakukan seperti itunya dengan oleh Kayari.
Hening saja, fokus. Tapi Yugi sendiri masih penasaran kenapa Arka terburu-buru begitu tadi. Padahal sudah ditunggu-tunggu juga tidak ada makanan sama sekali. Sedikit kecewa, hanya sedikit, sebab makanan di rumah Arka banyak. Melimpah ruah. Selalu ada stok tersendiri. Aman. Mau beli apa-apa, Arka juga banyak uang. Betah sekali di rumah Arka. Dan mamanya sendiri juga selalu mewanti-wanti menitipkan sesuatu kalau sudah ke rumah Arka, katanya biar tidak merepotkan saja dan menumpang makan bisanya. Memang, Mama Jhendral saja begitu pada anaknya sendiri. Beda sekali dengan keluarga Arka yang anaknya dimanjakan. Tapi kalau dipikir melihat bagaimana mereka tinggal hanya berdua, pasti ada rasa kesepiannya kadang. Yugi saja selalu perlu mamanya untuk mencari barang-barang yang hilang. Ibunya pasti bisa saja menemukan, padahal sebelumnya Yugi sudah mencari di sana dan yakin tidak ada.
"Ngomong-ngomong, kenapa buru-buru ke bawah? Kakak lo nggak bawa kunci? Bukannya dia tadi udah buka pintunya?" tanya Yugi mencoba membuat hipotesa sendiri, tetapi dia sendiri juga yang mematahkannya.
"Bawa kok." Arka jawab singkat sambil mukanya tetap menunduk, membaca kertas-kertas yang di tangan. Terlihat tidak begitu tertarik dan fokus saja dengan tugasnya.
"Terus?" tanya Yugi lagi seolah mendesak mencari jawaban. Tidak puas juga dengan jawaban Arka. Harus ada jawabannya.
"Ya, kangen saja,” sahut Arka lagi.
Yugi memandang ngeri. Padahal ya gak ada yang salah platonic sama kakak sendiri kan. Wajar. Cuma lebay saja. Mungkin karena Yugi tidak pernah seperti itu dengan keluarganya, dan Arka malah menunjukkan terang-terangan. Rindu padahal baru beberapa jam tidak berjumpa. "Sister complex lo ya?" goda Yugi. Awalnya cuma berniat bercanda sih, tetapi Arka malah diam saja. Tidak menanggapi bahkan dengan tertawa. Yugi jadi bingung sendiri. Apa ini hal yang sensitive dan menyinggung?
Arka Tetep khidmat baca sampai akhirnya mulutnya terbuka kembali, berbicara—
"Ini namanya penyimpangan gak sih, kalau gua bayangin sama kakak sendiri?" tanya Arka tiba-tiba. Sedari tadi dia rupanya bukan hanya fokus pada tugas. Pikirannya terbagi-bagi di mana ada nama Kayari di sana. Yang paling besar mengisi bagian-bagian pemikiran otaknya.
Dan pertanyaan Arka terlalu abu-abu. Ambigu. Namun dia bahkan mengatakannya masih sama seperti tadi, melihat ke kertas tugas. Sementara. Yugi butuh memproses apa pun yang ada di dalam kepalanya. Memproses maksud ucapan Arka.
[]