"Woy, jadi pulang bareng nggak, weh! Udah lima belas menit gue nunggu di bawah. Lo lembur?"
"Hah? O-oh jadi. Jadi. Nggak, nggak lembur kok. Gue turun sekarang, tungguin, oke?"
April buru - buru mematikan komputer desktop nya dan mengemasi bawaannya. Mengecek seluruh ruangan dan memastikan semua oke pada tempatnya sebelum mematikan lampu dan mengunci pintu. Itu tugasnya karena Jun nggak balik kantor.
Sebenarnya cowok itu ke mana? Apa survey selama itu? Memangnya berapa banyak tempat sih yang harus mereka datangi? Kan sudah di pilah juga hingga hanya tinggal beberapa saja. Atau…
Tangan April yang terulur untuk memencet tombol lift berhenti di udara. Wajahnya sedikit menegang memikirkan apa yang baru saja lewat di kepalanya.
"Astaga… nggak mungkin, kan?" Bisiknya pelan.
Meskipun banyak karyawan lain mengira kalau Jun dan Bu Sabrina pasti ada sesuatu dan sudah terjadi sesuatu sebelumnya. Tapi April tau bahwa saat itu aslinya nggak seperti itu. Jun cuma sedang dipijat saja oleh mantan atasannya itu. Begitu yang dikatakan Jun padanya dengan panik saat mereka pulang bersama setelah kejadian tersebut.
Tapi kan April nggak ada di sana. Dan dari suara yang didengar oleh karyawan serta spekulasi yang berkembang… April nggak bilang Jun bohong. Bisa saja dia waktu itu hanya nggak mengatakan pada April keseluruhan yang terjadi. Dan hari ini… mereka seharian bersama. Apa…
"Jelek banget pikiran gue, ya ampun." Keluhnya.
Tapi pikiran ini kan nggak mungkin ada kalau selama ini track record Jun baik - baik saja. Iya, nggak, sih?
Udah lah, jangan pikirin itu. Fokus aja sih sama hal - hal yang bikin seneng, sebuah suara di sudut kepalanya mengingatkan, membuatnya mengingat beberapa puluh menit lalu saat dia mendapat email kejutan setelah berbulan - bulan menunggu hasilnya.
Email tersebut membawa kabar yang begitu dia tunggu. Saking senangnya, dia sampai bengong lumayan lama. Dan itu tadi yang membuat Janu harus menelepon April dan menanyakan apakah mereka jadi pulang bareng atau nggak.
Bisa - bisanya.
Dengan itu, moodnya berhasil naik ke level yang lebih menyenangkan.
Pintu lift terbuka, dia menoleh memindai seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Janu. Namun matanya tak menemukan keberadaan cowok kurus jakung yang sepertinya masih ada keturunan arab karena jambang panjangnya itu di manapun. Alih - alih, dia malah melihat Jun dan Bu Sabrina yang baru saja memasuki lobby.
Matanya bertemu pandang dengan Jun lumayan lama.
"Jun!"
April tersentak, mengira dia yang memanggil Jun, tapi semakin kaget lagi saat sesosok perempuan yang entah dari mana asalnya mendadak melejit menghambur memeluk Jun.
***
Mungkin saat pepatah menciptakan peribahasa terjepit di antara dua batu, seperti inilah keadaannya saat itu.
"Fran?"
Jun menoleh heran pada Sabrina. Karena panggilan itu berasal darinya.
"Rin?"
"Kalian saling kenal?" Tanyanya bingung. Kok… ruwet gini?
"Sayangnya iya. Tapi kalau bisa sih, nggak usah kenal aja. Biar nggak drama hidup gue." Fran menjawab sambil melirik Sabrina sengit. Kedua tangannya masih melingkar posesif di pinggang Jun, membuatnya risih luar biasa karena sekarang mereka sudah menjadi pusat tontonan di tengah lobby.
Matanya mencari keberadaan April. Tadi saat namanya disebut, dia sempat melihat April membelalakkan mata terkejut. Gadis itu masih di sana. Menatap mereka bertiga dengan pandangan yang tak terdefinisikan. Jun mengirim pandangan mengiba meminta diselamatkan dari himpitan wanita - wanita brutal ini. Tapi dia nggak tau juga sih, teknisnya April harus bagaimana untuk menyelamatkannya.
Tapi April dengan teganya malah melengos dan beranjak dari sana menghampiri… Janu?! Apa - apaan mereka itu?! Pake ngusap - usap kepala April segala Janunya. Dan April ngebolehin aja?! Minta di ngek ya itu tangannya?!
“Jun….”
“Ih jangan sok genit manggil - manggil mas Juned sok mesra!"
"Sok mesra lo bilang? Please deh, kita tuh…"
"Stop, Fran!" Dia menggeram, kesal luar biasa. Moodnya yang nggak bagus dari pagi kini hancur berantakan sudah! Dia menatap sekilas pada pintu lobby, tempat April berada beberapa saat lalu. April pulang sama Janu! Tadi pagi dia mau bareng juga di tinggal, kenapa mau ngobrol sama April aja susah banget, sih!
Dia sudah merencanakan untuk melakukan pembicaraan serius dengan April tentang semalam. Tapi April malah seperti semakin menghindar dan keadaan seperti tak berpihak padanya. Lihat, doa bahkan sudah membeli es coklat untuk April. Menentengnya seperti orang bodoh sampai kantor begini. Tapi hasilnya malah zonk.
Akhirnya dia mendekat ke meja receptionist dan menaruh es coklat yang dibawanya di sana. Dua pasang mata bocah yang baru lulus sekolah kejuruan itu menatapnya bingung.
"Kalian habisin ya, jangan berebut. Maaf, saya adanya cuma satu."
"Ma… eh makasih Pak Jun."
Setelahnya dia kembali pada dua wanita yang masih saja saling melotot di tengah lobby. Memangnya mata mereka nggak sakit melotot sampai mau keluar begitu?
"Rin, kamu naik duluan ya. Saya ada sesuatu yang harus saya bereskan sebentar."
"Tapi Mas Juned…."
"Please. Ini di kantor. Saya nggak mau ada omongan yang kurang bertanggung jawab nantinya."
Sabrina merenggut. Tapi akhirnya mengangguk dan berbalik meninggalkan Jun bersama Fran yang menatapnya kepergian Sabrina penuh kemenangan.
"Lo." Katanya menyentakan Fran kembali dari awang - awang. "Ikut gue!"
***
Jun membawa Fran ke rooftop. Maunya di bawa ke parkiran aja. Tapi nanti kalau Fran kumat drama - dramanya, dia juga yang malu. Sebenarnya nggak boleh orang luar masuk ke kantor lebih dalam. Batas mereka cuma sampai lobby, ruang tamu atau ruang meeting saja. Tapi ini darurat. Jun butuh tempat sepi, tapi masih bisa dia kuasai dengan baik medannya. Dan karena sore begini karyawan kebanyakan sudah pada pulang, maka rooftop adalah pilihan yang tepat.
Sampai di rooftop dia segera mengunci pintunya agar nggak ada yang mendadak masuk ke sana. Fran yang melihat itu mengartikannya lain. Dia tersenyum kecil menggoda dan mendekat pada Jun. Melingkarkan kedua lengannya ke leher Jun.
"It's about time. Lo nyuekin gue semingguan ini. Dan gue paham lo pasti udah kangen banget. Same here, Baby, same." Bisiknya sensual di telinga Jun.
Tapi dia terbelalak kaget dan marah saat Jun mendorongnya menjauh.
"Gue tau lo murahan. Tapi tau tempat dikit, kek! Lo tau dari mana gue kerja di sini? Kenal sama Sabrina juga? Gue nggak suka dibuntuti begini. Gue punya alasan kenapa gue nggak kasih tau hal - hal personal tentang gue ke lo!" Tandasnya geram luar bisa.
Kekagetan Fran sudah mereda dan sirna. Kini matanya berkilat digantikan dengan amarah. Dia ditolak sama Jun? Cowok yang katanya hampir nggak pernah balik dua kali ke cewek yang pernah jadi partnernya. Tapi lihat Fran. Sudah bertahun - tahun menemani dan memuaskan Jun. Hampir nggak ada bagian tubuh Jun yang dia nggak tau. Kesukaannya, hal yang dibencinya saat bersama Fran, cewek itu hafal semua di luar kepala.
"Gue terpaksa! Lo kenapa nggak angkat telpon gue nggak balas chat gue?! Kita ini mutual Jun! Bukan cuma lo doang yang bisa butuh. Gue juga bisa butuh lo! Dan saat - saat ini adalah salah satunya." Katanya geram.
"Kalo - kalo lo lupa, Fran. Gue bilang terakhir kali kita ketemu kalau kita udahan. Jangan cari gue, dan gue nggak bakal cari lo lagi."
"Nggak mau!! Kenapa??! We great together, Jun!"