Siapa yang menyangka hari ini jadi salah satu hari tercapek untuk Jun? Dia udah ada firasat sih, kalau pergi sama Sabrina itu pasti rempong. Rempong yang dimaksud Jun adalah… Jun biar kata nggak peka - peka anat, dia tahu Sabrina punya perasaan lain padanya. Dan dia juga paham kalau gara - gara itu, saat ini Sabrina sedang memanfaatkan momen yang dia dapat sekarang. Kalau di kantor, sudah pasti mereka dibatasi oleh aturan bawahan dan atasan.
Dan bukannya Sabrina nggak pernah mencoba untuk mengajaknya hang out diluar jam kantor. Hanya saja Jun punya prinsip buat nggak dating sama teman sekantornya. Dia punya reputasi yang harus dipertahankan di kantor. Kalau dia asal - asalan, yang ada, bisa rusak reputasinya.
Dan seperti diberi hadiah yang sudah ditunggu - tunggu, hari ini Sabrina memanfaatkannya dengan baik sampai dia pusing sendiri. Pusing dalam artian pusing yang sebenarnya. Atas dan bawah.
Dia sampai nyaris, nyariiiis banget menghubungi Fran untuk menanyakan apakah dia free nanti malam dan bersedia membantunya meredakan kepusingannya ini. Untung saja hal itu belum terjadi. Kalimat ancaman Mei masih terngiang jelas di telinganya. Dan Wajah April yang menatapnya terluka juga ikut andil dalam menyurutkan niatnya untuk menghubungi Fran.
“Rin, duduk yang bener, tolong. Jangan kayak gini. Nggak enak dilihat orang - orang.” Tegurnya sudah nggak terhitung, karena lagi - lagi Sabrina melendot padanya dengan berlebihan bikin Jun risih.
Mungkin orang - orang yang melihat mereka sekarang berpikir kalau dia dan Sabrina adalah pasangan pengantin baru yang lagi ngebet - ngebetnya sampai bingung tempat. Aduh, membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya merinding luar biasa.
Amit - amit!
Surveynya sudah selesai. Tapi, karena semalam dia nggak tidur dengan baik, ngomong - ngomong itu salahnya April, karena Jun kepikiran April diang semalaman. Dan agak bete dari pagi gara - gara Mei dan April, sekarang dia jadi drain out dan jadinya lemes. Dia mampir beli kopi biar melek dan segeran dikit pas jalan balik ke kantor di kedai kopi kenamaan di kotanya.
Setahunya Sabrina nggak minum kopi, jadi dia agak kaget saat cewek itu ikutan turun dan mengekorinya ke dalam kedai.
"Nggak enak sama siapa, Mas? Ada yang Mas Juned kenal di sini?" Sabrina bertanya tak acuh. Masih menempelkan tubuhnya di lengan kiri Jun mirip lintah, nggak mau lepas.
Jun pusing dipepet - pepet begini. Gimana sih, caranya biar Sabrina duduk normal gitu? Apa harus disemprot ammonia dulu?!
"Ada anak kecil jugaan. Nggak enak kita dikiatin terus dari tadi."
Mereka sedang menunggu pesanan. Nanti saat pesanan siap nama mereka akan dipanggil. Sudah sekitar lima menit mereka di sini, tapi belum dipanggil juga. Pesenan Jun nggak keselip, kan?!
Tadi Jun juga beliin coklat buat April. Esnya dipisah biar rasanya tetap authentic pas mereka sampe kantor lagi.
"Ih biarin aja, Mas. Itu mereka aja yang iri nggak bisa ndusel - ndusel kaya saya ke Mas Juned." Kebalik! Jun yang iri sama mereka karena bisa bebas nggak dilendoti seperti ini. "Mas Juned kapan nih, saya diajakin makan malam? Berdua aja. Biar tambah akrab. Nanti abis makan malam saya kasih dessert yang enak banget." Sabrina berkata seduktif dengan suara pelan diikuti dengan kedipan sebelah mata padanya.
Asem! Gini amat nasib dia, sih. Karena Mei nggak bolehin dia sama Fran, apa dia beralih ke Sabrina aja biar nggak pusing - pusing amat kalau dia pas lagi tinggi?
***
"Mbak April?"
"Ya, dengan saya sendiri." April mengapit gagang telepon di antara bahu dan Pipinya. Tangannya kembali sibuk menari di atas keyboard dan matanya fokus pada email kesekian yang sedang diketiknya.
"Mbak ini Ratu, saat reception. Pak Jun belum balik, kan?"
April mengernyit bingung. Tangannya berhenti dan menggantung di atas keyboard. Atensinya kini tersedot seluruhnya. Ini prank apa gimana?
"Belum. Emang Ratu ada lihat Pak Jun udah datang?" Iya, kan? Kan dia yang jaga di depan. Semua yang keluar masuk pasti dia lihat lah.
"Itulah, Mbak. Saya belum lihat Pak Jun dateng soalnya dari tadi." April memijit pelipisnya yang mendadak terasa nyut - nyutan. Terus ini, inti dari panggilan telepon ini apa? Mau ngajak ghibah mentang - mentang atasannya lagi nggak ada di tempat? Aduh, April sibuk!!! "Masalahnya, ini sda tamu nyariin Pak Jun, nggak percaya coba.minta ditelponkan langsung ke atas."
April terbengong. Tamu? Tamunya Jun? Siapa?
“Mbak April boleh ngobrol sama tamunya nggak? Ratu udah bilang dari tadi kalau Pak Jun nggak ada, tapi nggak percaya loh, Mbak.”
Dari nada suaranya, Mungkin gadis itu menelpon sembunyi - sembunyi agar si tamu tak mendengar apa yang dia bicarakan. Suaranya berbisik pelan tapi menyembunyikan banyak kegeraman.
“Boleh. Namanya siapa?”
“Eh… Fran fran siapa gitu loh tadi. Orangnya agak jutek soalnya Mbak. Satu negara deh sama Bu Sabrina.”
“Hush!” April menegur Ratu, tapi yang ratu nggak tau, di ruangannya April menahan tawanya juga, diam - diam setuju.
“Maaf, keceplosan. Ratu kasih ya Mbak sama tamunya.”
“Oke.”
Jeda sebentar, dan suara bisik - bisik samar terdengar dari seberang telepon sebelum suara tegas, itu bahasa halus, bahasa langsungnya, galak, menyapa telinganya.
“Halo.”
“Selamat sore, dengan April, sekertaris Pak Jun di sini, ada yang bisa saya bantu?” secepat kedipan mata, April beruban ke mode sekretaris profesional.
“Saya mau ketemu sama Jun.”
“Ah, baik. Sebelumnya sudah bikin janji dengan Pak Jun untuk janji temu hari ini?”
“Harus bikin janji dulu?!”
“Maaf Ibu, sebelumnya. Kami sarankan untuk membuat janji agar tidak terjadi hal - hal yang tidak diinginkan. Seperti hari ini, sayangnya Pak Jun sedang tugas keluar, dan saya sendiri kurang tau beliau akan pulang jam berapa nanti.”
“Ibu - ibu… Kak!”
Eh buset! Dikira dia kasir minimarket semua harus dipanggil Kak?! “Iya B… Kak, begitu.”
“Balik kantornya kapan?”
Rupanya selain ngeyel, teman Jun yang ini juga punya masalah pada indera pendengarannya. Perasaan tadi April sudah bilang deh dengan jelas dan lengkap.
“Mohon Maaf, Kak, saya kurang tau. Karena hari ini Pak Jun nggak punya appointment lainnya, bisa jadi ontime, bisa jadi malam sekali baru pulang.” Jawabnya dengan nada suara ceria seperti yang diajarkan pada mereka saat training dulu. “Mungkin ada pesan yang bisa saya sampaikan pada Pak Jun nanti? Bisa dititipkan pada saya.”
“Nggak usah, Makasih.”
April memandangi pesawat telepon yang sekarang mengeluarkan bunyi statis di tangan kirinya itu. Apa, sih, sudah di assist ramah - ramah malah ketus begitu. April jadi ikut kesal. Kesal karena keramahannya dibalas dengan ketus, dan kesal karena… yang cari Jun ternyata cewek. Belum - belum saja saingannya sudah seabreg.
Ini lah yang membuat April memutuskan untuk move on lama sebelum ini. Karena Jun itu… meskipun April sering memujinya dalam hati, tapi April jarang sekali mau mengakui kalau Jun itu cakep. Cakep banget. Kalo dia jadi mahasiswa di kampus, dia itu tipe mahasiswa populer yang sering bolos tapi sering dicariin sama dosen karena kalau nggak ada dia kelas nggak asyik dan rame. Mahasiswa bandel inceran para dosen karena meski bandel, nilainya bagus terus.
Dia juga tipe yang banyak teman cewek maupun cowok, meskipun pasti kebanyakan cewek. Dan yang April maksud dengan cewek di sini adalah mereka dengan standar wajah yang nggak pas - pasan sama sekali. Jadi wajar kan, kalau April minder? Karena April adalah semua kebalikan dari Jun.
Dia nggak populer, dia nggak banyak teman, meskipun nilainya tinggi, dia nggak dicariin dosen dan guru saat masih sekolah dan kuliah. Dia malah. April itu… makhluk tak kasat mata. Yang nggak ada horor - horornya sama sekali.
April menoleh pada ponselnya yang di taruh di samping keyboard. Benda itu barusan bergetar. Memberikan April notifikasi berita baru yang masuk ke ponselnya. Dia belum menyentuhnya lagi sejak balik ke ruangan setelah mengambil es coklat dari Janu tadi. Es coklatnya sudah habis, dan perutnya sekarang keroncongan. Laper!
Dia melirik jam desktop di sebelah kanan bawah monitor komputernya. Lima menit lagi jam kantor selesai. Pekerjaannya? Tentu saja… belum selesai. Biar, dia tadi sudah telpon Pak Ano dan Pak Ano bilang nggak perlu dilanjutkan di rumah dan dibawa pulang. Besok lagi saja. Dan tugas yang diberikan Jun juga sudah selesai dengan memo yang dia tulis untuk menginformasikan pada Jun follow up apa saja yang sudah dia lakukan. Jadi… pegang hape sekarang boleh lah ya? Boleh ya.
April langsung menyambar ponselnya. Melihat pesan masuk ada yang dari Mama, Janu, bahkan Kakaknya, Mei. Jun? Sudah agak lama sejak dia bertukar pesan apalagi bertelepon dengan Jun. Apa… nomor April diblokir akhirnya sama Jun, ya? April membalasnya satu per satu dari yang paling bawah. Lalu membuka sms spam yang berisi penipuan digital. Ada yang bilang dia menang undian lah, ada yang menawarkan pinjaman online, ada juga yang mengaku Mama, sedang di kantor polisi dan minta dikirim pulsa. Biasanya, dia hanya akan mengabaikannya. Lalu beberapa dari social medianya. Dan terakhir, email.
April menscroll ponselnya dengan malas dan tak terlalu tertarik. Hanya promosi - promosi dari e commerce yang dia install di ponselnya, iklan promosi dari beberapa vendor yang dia subscribe dan ada juga email dari…. Tangannya berhenti menscroll. Punggungnya langsung ditegakkan, matanya terbelalak kaget dan mulutnya menganga nggak percaya.
“Ini… serius?! Seriusan?! ”
PS:
Tanya doong sayang - sayangnya Vee, kalian itu lebih suka double update, atau sekali update tapi part nya panjang?
Kasih tau aku di komenan ya...
Btw Part kali ini panjang~~ selamat menikmatiihhh