LIMA PULUH DUA: MAAF

1100 Kata
Lagi - lagi malam ini April nggak bisa tidur. Sidh hampir jam dua pagi, tapi matanya serasa baru saja bangun. Engga untuk tertutup. Badannya masih gemetaran dan dadanya masih berisik bergemuruh luar biasa. Dia nggak tau apa yang sekarang ini sebenarnya dia rasakan. Semuanya terasa ambigu. Dia mengingat kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu… Baru beberapa jam?! Rasanya seperti baru saja terjadi, tapi juga seperti sudah lama sekali. Fix, otaknya bingung dan akhirnya error parah sekali. Flashback “Maaf.” Hanya itu yang Jun bilang sebelum menundukkan kepalanya menghampiri kepala April dan membertemukan kedua pasang bibir mereka. April yang kaget terbelalak dan berusaha mendorong Jun menjauh. Tapi nggak bisa. Entah sejak kapan kedua lengan Jun sudah nangkring dengan pewe nya di pinggangnya. Memakunya agat tak beranjak kemanapun. Tak bisa bergerak, tak bisa menghindar dan invasi bibir Jun di bibirnya sendiri membuat April akhirnya menyerah. Tapi tak siap dengan sensasi yang menunggunya saat dia memasrahkan diri pada apa yang sedang dilakukan Jun padanya. Rasanya seperti disetrum listrik 220 volt! Karena kaget, dia berjengit dan terkesiap hingga mulutnya sedikit terbuka. Momen yang rupanya ditunggu - tunggu Jun sejak bibir mereka bertemu. "Good girl." Bisiknya sebelum kembali melakukan gerakan magisnya di rongga mulut April. Lalu kalau bukan magis apa lagi? Apa lagi keterangan yang logis yang bisa menjelaskan bahwa saat kukit bertemu dengan kulit, yang terasa disentuh bukan hanya tempat kedua permukaan itu bertemu, tapi seluruh tubuhnya? Seperti ada palu yabg menggedor dadanya dari dalam. Lalu saat Jun mengusapkan lidahnya di permukaan bibir April, rasanya seperti ada yang melepaskan ratusan kupu - kupu di perutnya. Geli, nggak nyaman, tapi menyenangkan. Perasaan macam apa ini?! April baru pertama kali merasakannya. Perasaan yang tak diinginkan kehadirannya tapi tak ingin perasaan itu tiba - tiba pergi. Dan saat Jun berhasil menginvasi rongga mulutnya, terasa seperti otaknya meleleh tak berfungsi dan kakinya berubah menjadi Jelly. Dia pasti tersungkur kalau saja Jun nggak menahan badannya dan dia sendiri nggak mencengkeram kuat - kuat bagian depan kaus Jun. Akhirnya setelah sepuluh tahun berlalu, dia tahu maksud Mei dulu yang pernah bilang kalau Jun adalah pencium yang hebat. Rasanya memang… luar biasa. Saat akhirnya Jun menghentikan invasinya, dia nyaris merengek nggak rela. Untung akal sehatnya cepat kembali dan berhasil mengerem mulutnya tepat waktu. Nafasnya saling susul menyusul tak beraturan. Tapi entah karena alasan apa, dia senang melihat keadaan Jun yang tak jauh beda dengannya saat ini. Terengah - engah dan terlihat…. Astaga, apa matanya juga terlihat seperti itu? Menurutnya mata Jun terlihat amat kelam sekarang, dengan pupil yang membesar lebih dari biasanya. Dia terlihat gusar dan… ingin pelampiasan. April bertanya - tanya apa dirinya juga tampak seperti itu sekarang ini. "J-jun…" Bahkan suaranya bergetar saat Jun mengusap bibir bawahnya dengan jempol kirinya. "Maaf." Katanya lagi, mengulang permintaan maafnya. "Buat apa?" Apr kesal luar biasa karena suaranya gemetar kaya kucing kampung habis dimandiin, sedangkan Jun terdengan baik - baik saja dan ethereal dengan suaranya yang serak dan dalam. "Karena bikin kamu marah tempo hari. I shouldn't have done it." "So it was a part of apologizing?" Emosinya berubah seperti roller coaster dengan kecepatan super tinggi setelah meninggalkan rumah. Dari kaget, gusar, marah, lalu kaget dan… April nggak tau, apa yang sebenarnya dia rasakan saat Jun menciumnya tadi. Ada perasaan bahagia, tapi ada juga keputusasaan dan keinduan, tenang sejenak setelahnya dan kini dia merasa amat tersinggung dan ingin marah. "Lo barusan cium gue buat minta maaf, Jun?! Whatta gentleman!" "Pril, dengerin gue…" "Apa?! Alasan apalagi kali ini?! Gue capek Jun, gue mau pulang!" "No! Lo dengerin gue dulu. Pril, please…." Jun memohon. Tapi April tak mengindahkannya. Hatinya sakit luar biasa! Mungkin kalau organ itu letaknya di luar, mereka bisa melihat organ tersebut sekarang sedang meneteskan darah, kesakitan. "Nggak mau! Lepasin gue… hiks." Dan April, seperti kebanyakan cewek lainnya, saat marah banget, bukan makian atau keinginan untuk beradu argumen yang muncul. Tapi keinginan untuk menangis. "Hei, maaf. Serius, gue minta maaf. Pril, diem dulu!" "Apa?! Biar apa?! Biar lo bisa mmmh!" Dan terjadi lagi. Kepalanya terasa enteng seketika saat bibir mereka bertemu. Kali ini hanya kecupan dalam. Bukan lumatan yang melibatkan kinerja lidah, gigi dan bagian dalam langit - langit mulutnya. Ciuman mereka kali tidak selama tadi, tapi juga bukan ciuman yang singkat. Jun memastikan April sudah jauh lebih tenang sebelum menjauhkan tubuh mereka. Menahan April sejauh lengannya. "I kiss you because I want it too." "Why?" "Karena kita berdua tau, kita sama - sama menginginkan hal ini sejak lama." Flashback end April meraba bibirnya yang masih meninggalkan rasa Jun dan sedikit kebas di sana. Perasaannya ambigu parah. Seneng? Dicium sama orang yang ditaksir sejak lama, gimana bisa dia nggak seneng?! Walaupun rasanya lemes dan berdebar nggak menentu seperti yang dirasakannya saat ini, tapi dia tetap senang. Marah? Ya marah, lah! Haknya Jun apa sok nyium April begitu! Mana di pinggir jalan, kalau ada yang lewat tetangga mereka gimana?! Dan yang paling penting, itu tadi barusan ciuman pertama April! April mau kasih sama orang yang special! Tapi dipikir - pikir lagi, Jun kan memang special buat dia? Bingung? Mungkin dari semua perasaan yang April rasain, ini yang paling dominan. Bingung. Jun nggak membahas apapun tentang hubungan mereka sebelum dan sesudah kejadian itu. Tapi dia beberapa kali mencium April malam ini. Kadi mereka sekarang apa? Jun barusan tadi itu cuma icip - icip, atau karena dia nggak tahan banget dan adanya di sana April? Karena Kak Mei ada Didit di rumah? Apr meraba d**a kirinya bagian atas saat memikirkan kemungkinan kedua. "Kalau emang kaya gitu, kenapa nggak lo sama temen kencan lo aja sih, Jun." Gumamnya sedih. Matanya kembali berkaca - kaca. Terdengar bisikan kemudian dari sudut hatinya, emang kalau Jun sama yang lain April bakal baik - baik aja? Rela? "Ya nggak relam nggak baik - baik aja juga. Tapi setidaknya hubungan kami nggak rancu dan malah semakin awkward begini." Lagi - lagi xia bergumam pelan menjawabnya. Dia beranjak bangun dari tempat tidurnya. Merasa nggak bisa tidur dan malah resah karena hanya bolak balik di atas kasur sedari tadi. Dia berjalan menuju jendela kamarnya dan menyibak tirainya hanya untuk terkesiap dan buru - buru berbalik badan menutup tirainya. "Ngapain dia di situ?" April mengintip sekali lagi, kali ini sembunyi - sembunyi. Cuma mau memastikan kalau matanya melihat dengan benar, bukan karena efek… efek kejadian beberapa jam sebelumnya. Lagi - lagi dia terkesiap melihat di jendela seberang kamarnya, Jun sedang menatap ke arah jendelanya, masih dengan tatapan aneh yang sama saat mereka berciuman tadi. PS. Double annya aku post siangan atau sorean abis aku nginem yoaaa enjoyyy
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN