LIMA PULUH TIGA: JADINYA BEGINI…

1081 Kata
Bukan cuma April yang malam itu nggak bisa tidur. Yang merasa deg - degan luar biasa sampai perutnya terasa begah. Makanya dia beranjak dari ranjangnya dan duduk di jendela kamarnya yang kebetulan menghadap ke jendela April. Di antara rumah - rumah di perumahan ini, ada jeda sekitar 40 - 50 centi dari satu rumah ke rumah lainnya. Gang kecil yang menjadi akses langsung menuju halaman belakang rumah Jun. Dari jendela kamarnya, Jun bisa melihat kamar April yang gelap dengan tirai tertutup. Sama seperti April di kamar sebelah, dia juga sedang terpikirkan kejadian barusan. Kalau mau cari siapa yang salah, sudah pasti jawabannya dia. Seharusnya dia nggak mencium April. Apalagi sampai nambah - nambah begitu. Tapi… gimana ya bilangnya. Jun bukan cowok alim kalau sama perempuan. Belum pernah jadi alim. Dia mah kalo lihat bening semok dikit pasti langsung jurus rayuan maut keluar. Ceweknya langsung dikurung di hotel atau oyo terdekat sampe besok pagi. Tapi sama April barusan… "What was that?!" Dia mengusap wajahnya gusar. Beruntung banget dia biza berhenti tepat waktu. Coba kalau nggak, dia sama April bakal…. Astaga! Jangan dipikirin! Jun geleng - geleng kepala membuang bayangan yang mulai terbentuk di otaknya. Jangan sampai dia membayangkan sesuatu yang seperti itu dengan April. Dia tipe orang yang spontan. Dan sekali bayangan itu terbentuk, dia nggak bakan bisa melupakannya dan mungkin bisa saja jadi nggak sadar dan nekad melakukan hal itu pada April. Tau kan, hal itu. "Udah tidur, ya." Gumamnya melihat jendela April. "Dasar kebo. Yang tadi itu dia nggak kepikiran apa ya, sama kek gue gini." Selang beberapa saat dia misuh - misuh sendiri nggak jelas karena perasaan itu datang lagi, membuat dirinya merasa nggak nyaman dan sesak di tempat tertentu. "Bajat banget sumpah! Masa gue bayangin April kaya gitu!" Dia menampar pipi kanannya keras satu kali. Hal ini hal yang wajar sih, dia kan naksir April. Dan dia mengaku juga seringnya dia membayangkan teman kencan semalamnya adalah April. Nggak tau, dengan begitu dia bisa merasakan kepuasan yang benar - benar dia cari. Tapi dia sama sekali nggak ngira kalau membayangkan mencium April dan mencium gadis itu beneran bisa terasa amat berbeda. Rasanya kayak… kayak ada anak krakatau di taruh di dalam perutnya dan gunung itu tiba - tiba meletus dahsyat saat bibir mereka bersentuhan. Jun belum pernah kayak gini sebelumnya. Makanya dia shock. Dan bodo*nya Jun, setelah kejadian itu, dia langaung menggandeng April pulang tanpa bicara apa - apa lagi. Sekarang dia bingung sendiri. Jadi dia dan April sekarang apa? Kalau masih tetap sahabatan…. Memangnya lo kuat? Sebuah suara mengejek terdengar di sudut hatinya. Itu, masalahnya! Jun nggak mau munafik. Dia orangnya masih suka mengejar kenikmatan duniawi. Tentu dia punya sisi gentleman sama orang lain, tapi kalau udah masuk di saat - saat genting, dia mengakui, pertahanan dirinya sama sekali nggak bagus. Dan bukannya khawatir sama reputasinya, dia malah khawatir sama April. Gadis itu… Gimana kalau tiba - tiba Jun hilang kendali dan menerkam dia saat di kantor, pas mereka kerja bareng? Atau di mobil, saat mereka berangkat dan pulang bareng? Atau pas Jun main ke kamar April? Kesempatannya banyak. Dan bukannya senang, dia malah takut. Dia menegakkan badannya saat melihat tirai kamar April terbuka. Kemudian diikuti dengan April yang menengok ke luar kaca. Posisi rumah April yang agak ke depan beberapa meter membuat jendela kaca mereka tidak berhadap - hadapan secara persis sehingga setelah melihat ke luar jendela, April harus menengok ke kanan untuk melihat Jun yang berada di tepian jendelanya sendiri. Jun melihat April terkesiap keras dan buru - buru menutup kembali tirainya saat mata mereka bertemu. Dan lagi, Jun merasakan sentakan itu. Ibi burukkah? Atau baikkah? Mereka nggak mungkin bisa kembali pada keadaan hubungan mereka sebelum malam ini. *** Paginya, seperti biasa, Jun sarapan di rumah bersama Bunda. Kali ini bertiga dengan Ayah juga. Masih agak ngantuk dan lemas karena semalam dia susah tidur. Dia baru terlelap jam setengah lima pagi dan jam tujuh sudah dibangunkan lagi oleh Bunda untuk siap - siap kerja. Hari kamis. Tengah minggu yang menyebalkan. Weekend masih lama, tapi sudah lama juga sejak weekend terakhir. Hari dimana para pekerja benar - benar merasa menjadi b***k. "Bolpoin baru? Tumben bawa. Biasanya kamu pakai bolpoin seribu lima ratus an dari kios depan." Tegur Bunda yang menyadari hari ini ada bolpoin terselip di kantong kemejanya. "Biar keren dikit, Bun. Kan menejer redaksi sekarang. Biar nggak malu kalau ketemu kolega." Ayah menoleh, melihat d*da sebelah kirinya di mana terdapat saku dan benda hitam panjang tersebut tersemat. "Coba Ayah lihat dong. Kok tumben kamu bisa milih yang bagus begini. Udah ada calon istri jangan - jangan kamu? Kok nggak dibawa ke rumah? Mumpung Ayah pulang ini. Keduluan Mei nanti loh. Dia aja Minggu depan udah lamaran nentuin tanggal." Jun yang dari awal sudah menahan diri agar nggak batuk gara - gara tersedak dari mulai saat Ayah menyinggung soal calon istri walaupun akibatnya tenggorokannya sakit luat biasa seperti terbakar, akhirnya tersedak juga mendengar kalimat Ayah yang terakhir. "Mei, Yah??!" Pekik Jun nggak elegan sama sekali karena suaranya agak tercekik. Efek memaksakan bersuara padahal lagi nahan batuk. "Iya, Mei. Semalam bilang sama Ayah. Masa kamu malah nggak tau? Kalian nggak lagi berantem, kan?" Ayah bertanya, mengernyitkan alis bingung. "Jangan bilang kalau selama ini Nenek bener? Jun naksir sama Mei tapi sekarang malah ditinggal menikah." Bunda yang dari tadi diam saja sontak terbahak. "Ayah ini loh, masih percaya saja sama aduan Nenek yang begituan." Jun pun ikut merengut sebal. Double sebal. Sebal karena Mei punya rencana sebesar itu tapi nggak bilang apapun sama dia, dan sebel karena diledekin Ayahnya dia sedang cemburu sama Mei. Dia nggak ada apapun sama Mei! Harus berapa kali sih bilang. Yang dia suka itu April! Dan kebetulan April juga ada rasa padanya. Cuma cemennya Jun, dia bingung sendiri bagaimana harus mengambil langkah. Kenapa memulai sesuatu yang serius dengan orang yang benar - benar kita sukai itu rasanya super susah sekali?! Padahal dia sudah praktek dengan beberapa gadis kencannya selama ini, dan dia belum pernah gagal. Jun menatap Ayah dengan tatapan jengah sambil melahap duapan terakhir soto ayam bikinan Bunda. "Tau nih, Ayah. Kaya nggak hafal aja hobi Nenek yang suka banget nyomblangin Jun sama siapa aja. Mei kan cuma salah satunya." "Berarti bukan sama Mei? Calonnya Jun orang lain?" "Yang lain ya, Nak. Masa ngunduh mantu rumahnya sebelahan." Bunda menimpali. Deg! I-ini… Jun nggak boleh sama April maksudnya? PS. ini masih sore kan yaaa wkwkwkk linas loh lunas~~~ aplikasinya agak eror, aku susah update hiks...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN