EMPAT PULUH TUJUH: TERTAWAN

1673 Kata
Yang sebenarnya terjadi sampai April belum pulang adalah, dia disandera sama Bu Sabrina.  Dia nggak boleh pulang sampai pekerjaan yang dikasih Bu Sabrina selesai. Iya, pekerjaannya sebagai sekretaris Jun sudah selesai dari tadi, tapi mendadak Bu Sabrina masuk ke ruangan Jun, menghampirinya dengan membawa beberapa map portofolio dan langsung menghempaskan tumpukan tersebut di meja April. "Kamu uda selesai kerjaannya?" April tuh, nggak bisa bohong, apalagi kalau hadap - hadapan begini. Ekspresi wajahnya yang nggak suportif. Jadi dia mengangguk meskipun ragu - ragu. "Kebetulan. Kamu bantuin saya ya. Kerjain ini. Selesaikan hari ini, karena ini buat lusa." Katanya menepuk - nepuk tumpukan map yang tadi dibawanya. April menganga. Tumpukan itu tingginya paling nggak sekitar sepuluh centimeter. Kalau dikerjakan sekarang… dia melirik jam di sudut kanan bawah komputer desktopnya. Jam empat lewat seperempat. Dia menelan ludah dengan susah payah. Otaknya mulai menghitung perkiraan pekerjaan ini akan selesai.  Satu portofolio kira - kira butuh waktu tiga puluh menit hingga satu jam. Kalau semua… April melirik lagi portofolio yang diletakkan Bu Sabrina di mejanya. Mungkin tujuh atau delapan. Buset!! Jam berapa dia pulang nanti…. "Oke, ya! Saya masih ada beberapa yang harus saya kerjakan soalnya di sebelah. Makasih, April." April memandangi pintu kaca yang kini teetutup setelah Bu Sabrina keluar dengan tatapan nelangsa. Dia mendadak beralih dari sekretaris Jun jadi Sekretaris Bu Sabrina. Nggak punya pilihan lain, dia mengambil ponselnya dan mulai mengetik pesan untuk Mama. Mengabarkan kalau hari ini dia bakal pulang telat. Telat banget. "April, April. Apes banget lo." Gumamnya meraih portofolio pertama dan mulai membacanya. *** "Akhirnyaaaa." April mengangkat kedua tangannya ke atas untuk merenggangkan sendi - sendi bahunya. Pegal luar biasa! Akhirnya setelah berjam - jam selesai juga. April melotot melihat jam di layar desktop nya. Setengah dua belas malam lebih! Dia segera mematikan komputer dan bersiap untuk pulang. Dimatikannya semua lampu di ruangannya dan segera dia mengunci pintu ruangan Jun.  "Kak, sudah selesai, saya pul…. Lah?" Dia terbengong saat meja Bu Sabrina sudah kosong dan semuanya dalam keadaan mati. Kok? Ini… gimana ceritanya deh? Dia melihat mejanya juga bersih tak ada berkas portofolio sama sekali. Jangan bilang kalau…. April menggeleng, mengenyahkan pikiran jeleknya. Pulang, pulang. Dia harus pulang. Dia segera berjalan menuju lift. "Loh? Mbak April? Masih di sini toh. Mbak Rina bilang dia yang terakhir tadi pas pulang jam sembilan malam. Nggak ada orang lagi di dalem. Untung belum saya kunci. Tadi asyik nonton liga spanyol hehehe." April hanya meringis saja mendengar cerita pak satpam. Nggak tahu harus menanggapi seperti apa. Kok bisa Bu Sabrina bilang begitu, kan dia jelas tau April masih di dalam. Terus kalau nggak ada liga Spanyol dan April dikunci di dalam, gimana? "Taxi saya udah datang. Duluan, Pak." Pamitnya saat sebuah mobil mendekat. Untungnya dia sudah memesan taxi online dari sebelum naik lift tadi. Jadi nggak perlu nunggu lama - lama. Di mobil, dia tertegun. Dia nggak mau mikir kalau dia lagi dikerjain sama Bu Sabrina. Tapi kok kayaknya begitu ya. Tapi motif Bu Sabrina apa?! Jawabannya nggak pernah nongol di kepala April karena dia langsung tertidur saat meletakkan kepalanya di sandaran kursi taxi yang ditumpanginya. Capek banget rasanya. Memang ceroboh April. Bisa - bisanya dia tidur di taxi padahal dia naik sendirian. Kalau misalnya supirnya reseh, terus dia dibawa ke suatu tempat dan lagi - lagi dikerjain bagaimana? Dikerjain Bu Sabrina sih, dia nggak kehilangan apa - apa. Tapi kalau amit - amitnya hal itu kejadian, salah siapa?! Untungnya dia dapat sipir yang baik dan amanah. Yang membangunkan April dengan menggoyangkan bahunya pelan saat mereka sampai. "Eh?!" Dia terbangun kaget. "Maaf, Mbak. Mbaknya ketiduran tadi di jalan. Ini sudah sampai sesuai map pengantaran." Si Bapak taxi nya mengingatkan ramah. Jelas terlihat nggak enak karena membangunkan April. "Oh! Astaghfirullah! Maaf Pak, maaf, saya ketiduran. Iya iya. Pakai e-wallet ya, Pak, bayarnya." Dan kemudian April beranjak turun. *** Dia baru saja berbalik dari taxi yang membawanya pulang saat melihat Mei keluar dari rumah Jun. Jun mengikuti di belakangnya. Mereka berdua sama - sama sempoyongan, tapi sepertinya Mei agak lebih parah. Dia berkali - kali hampir jatuh karena oleng, membuat Jun harus menahan badannya dari belakang. Maunya April langsung masuk saja ke rumah. Dia capek lahir batin hari ini. Dia berharap bisa langsung istirahat untuk memulihkan energi dan aura positifnya biar besok dia bisa menghadapi Jun dengan… baik. Nggak harus elegan, nggak harus perfect, April hanya ingin besok dirinya bisa melewati hari dengan baik - baik saja. Nggak muluk - muluk, kan? Tapi belum sempat terlaksana, ujiannya hari ini tambah lagi satu; melihat Mei dan Jun bersama. Kakaknya terkikik saat hampir jatuh dan Jun segera memegangi pinggangnya dari belakang agar tak jatuh. Kemudian Jun mengomelinya sambil mengusak rambutnya pelan. April mengeratkan pegangannya pada tali tas yang menggantung di bahunya, mencegah dirinya sendiri untuk mengusap puncak kepalanya juga. Kapan terakhir kali Jun mengusak rambutnya begitu. Memang, sih. Dia suka marah kalau Jun mengusak rambutnya, tapi aslinya dia suka kok. Suka banget. “Dek! Baru pulang, Bang adek gue.” “Kakak, astaga!” April buru - buru maju untuk menangkap Mei yang menghambur oleng padanya. Di belakangnya, dia tahu Jun sedang diam menatapnya. Entah, mungkin sedang merutuki kemunculannya yang mengganggu momen dia dengan Mei? Ya Maaf, April nggak sengaja. Lain kali, mungkin mereka harus janjian dulu biar nggak barengan begini. “Baru pulang?” April menegang mendengar suara Jun. Pertanyaan itu untuknya? Dia harus jawab, nih? Nanti kalau ternyata bukan buatnya tapi dia yang GR? “Pril?” Oh, beneran buat dia. “Iya. Gue bawa Kak Mei masuk ya.” April nggak menunggu jawaban Jun sebelum memapah Mei masuk ke rumah. Agak kesusahan, karena walaupun April jauh lebih tinggi dari Mei, tapi badannya kan kurus, tenaganya nggak sekuat tenaga cowok…. Jun misalnya yang pastinya bisa dengan mudah membawa Mei masuk ke dalam. Dan lagi ini sudah malam dan dia badmood luar biasa. Kalau ini bukan Mei, pasti dia sudah jorokin dan dia tinggal di depan. Tapi kan ini kakaknya. Biar bagaimana pun… apa dibenarkan kalau dia membenci kakaknya hanya karena cowok yang dia sukai malah lebih suka pada Kakaknya. Kan bukan salahnya Mei kalau dia lebih cantik dari April. Bukan salah April juga, hanya, kadang April suka agak rendah diri. “Astaga, kalian minum berapa botol sih? Kok nekad banget minumnya di rumah. Kalau ketahuan Bunda sama Mama gimana?” April ngomel - ngomel sendiri saat menjatuhkan tubuh Mei ke atas kasur. Dia menggigit bibirnya kencang saat membenarkan posisi rebahan Mei dan mencopot sepatu kantornya. Yah, April, lagi - lagi kamu rapuh. *** April masih seperti orang linglung pagi harinya. Dia nggak bisa tidur semalaman. Matanya baru menyerah setelah jam menunjukkan angka tiga. Dan langsung bangun lagi di jam lima pagi. Setelah sholat dan mandi, maunya dia kembali tidur lagi barang sebentar. Tapi suara Mama yang sibuk di dapur membuatnya tak sampai hati kalau nggak bantu.  Sekarang dia sudah siap untuk berangkat ke kantor. Mau berangkat dengan model bagaimana, dia belum tau. Kakaknya baru saja keluar kamar. Dia menggeleng pelan, pada opsi nebeng Mei yang ditawarkan oleh otaknya. Nggak. Jangan. Hatinya sedang rapuh. Jangan dulu dia bertemu dengan Mei atau Jun sendirian saja. Takutnya nanti dia nggak kuat dan malah terjadi hal - hal yang nggak diinginkan.  Sekarang saja, mengingat kejadian semalam, tenggorokannya seperti tersumbat lagi. Nasi dan sayur urap yang dimasak Mama untuk sarapan yang biasanya sangat dia sukai, kali ini terasa mandeg di tenggorokan.  “Pagi Ma, Pa.” Mei  baru bergabung dengan mereka. Wajahnya masih terlihat lesu dan agak pucat sisa - sisa kemarin.   Dia mengangkat salah satu alisnya saat pandangannya bertemu dengan Mei, menjawab pertanyaan tak terucap dari Kakaknya itu tentang siapa yang membawanya pulang semalam. Untuk hal ini, mereka kompak sih, nggak bilang sama Mama dan Papa. Ngapain sih, orang tua harus tau tentang sepak terjang kenakalan kita di luar. Malah jadi beban pikiran nanti. “Pagi. nanti pada pulang cepet, kan?” “Emang ada acara apaan, Ma?” Mei menoleh padanya dengan dahi terkernyit heran. Serius. Ada apaan? Kok dia sendiri yang nggak tahu nanti di rumahnya ada apaan? Jangan bilang Didit akhirnya datang bersama keluarganya untuk menentukan tanggal pernikahannya dengan Mei.  Em, ngomong - ngomong soal pernikahan Mei, aslinya April pengen Kakaknya itu cepat - cepat. Alasannya cukup egois dan kekanakan sih, karena dia ingin memastikan Jun dan Mei nggak ada kesempatan lagi. Tapi tiap kali berpikir begini, dia jadi merasa bersalah pada Mei dan Jun.  “Masa April lupa?” Kunyahannya terhenti. Serius, dia melupakan apa di sini? Kok dia nggak ingat apapun? Dia melirik Mei, meminta pertolongan, tapi Mei yang menatapnya tak percaya sama sekali nggak membantu. Apa, sih? “Bang Jun kan hari ini ulang tahun. Mama kan tahun kemarin janji bikinin dia tumpeng komplit tumpuk tiga kalau dia ulang tahun ke tiga puluh.” Wah, bahkan Mama ingat ulang tahun anak tetangga sebelah. Saat kemarin April ulang tahun, kenapa semua Mendadak amnesia, ya.  Deheman Papa menyadarkan Mama. Senyum Mama langsung menghilang dan wajahnya memucat. Dan rasa tak enak di hati April kian mendominasi. Lihat, dia nggak diijinkan untuk merasa sakit hati. Malah dia yang merasa bersalah karena secara nggak langsung membuat orang lain merasa bersalah. April pasti dikutuk dulu. “A-April usahain ya, Ma.” Akhirnya mau tak mau, hanya itu yang dia ucapkan sambil tersenyum, berharap senyum Mama kembali terkembang, dan berhenti memandanginya dengan tatapan mengasihani begitu. “Eh, April udah selesai. April berangkat dulu.” Dia beranjak memutari meja untuk mencium tangan semua orang di meja makan sebelum beranjak keluar. Pertanyaan Mei menghentikan sejenak langkahnya. “Nggak bareng gue? Atau hari ini bareng Bang Jun?” “Hehehe.” Hanya itu jawaban April. Biarkan yang ada di situ menginterpretasikan artinya sesuai keinginan mereka sendiri - sendiri. PS:  Ternyata urusanku kelar duluan, dan ngetiknya juga kelar sorean, jadi aku update sekarang, dan buat kasih tau kalian aja, takutnya ada yang nungguin (iya, aku emang se GR itu) besok aku nggak update ya, libur dulu, aku update lagi tanggal satu september. Tetap semangat, tetap bahagia dan jaga kesehatan yaaaa, jan sakit - sakiit
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN