"Yap. Tapi gue tinggalin dia di sana sendiri."
Mei itu anak teater, jadi kalau sekarang dia terbelalak kaget sok - sok an syok atas pengakuan Jun, jangan kaget. Padahal aslinya dia udah tau, dari April sendiri.
"Lo nge prank April apa gimana deh, Bang."
"Fransisca telpon malem itu. Gue lupa kalo ada janji sama dia. Jadi gue pergi ketemu sama si Fran ini. Pas udah kelar, gue telponin April nggak diangkat - angkat. Sampe sekarang juga chat gue selain masalah pekerjaan nggak ada dibales sama dia."
Sukurin! Geram Mei dalam hati. Menurutnya, Jun amat sangat layak dapat lebih dari itu. Tapi emang April anak baik sih, nggak tegaan. Coba dia yang dibegituin, bukan cuma dicuekin, langsung Mei kasih surat resign dan kontak Jun dia blok seketika. Biar kapok deh cowok itu. Mentang - mentang ganteng dan tau kalau April naksir banget sama dia.
Iya, Jun tau kalau April naksir sama dia. Mei pernah reseh kasih tau Jun pas April ngigau dulu banget. Kalau kata Jun sih, dia seneng - seneng aja ditaksir April. April cewek baik - baik. Hampir semua kriteria cewek idaman Jun ada pada April. Tapi entah kenapa hubungan mereka bukannya maju malah mundur terus. Mei jadi gemas sendiri.
"Lo masih jalan sama cewek itu?!"
"Kemaren itu gue nyoba buat udahan sama dia. Tapi dianya ngamuk, ngancam - ngancam. Gue kudu gimana ya, Mei."
"Bodo amat. Urusan lo. Gue udah bilang dari dulu jangan berurusan sama cewek itu. Lo nya bandel banget sih. Emang lo brengs*k, Bang."
"Gue juga nggak nyangka bakal serumit ini tau. Gue sama dia kan lo tau alasannya. Dia yang paling oke servisnya. Dia yang tau mau gue gima… Mei! Yang bener aja, tadi Nachos, sekarang lo guyur gue pake amer?!"
"Bodo! Korek mana, biar gue bakar lo sekalian. Kalo sampe lo masih ada hubungan sama Fran dan lo berani make a move sama April, awas aja! Gue sunatin lo! Nggak rel gue dunia akhirat!"
***
Jun bukan orang yang liar. Malah kalau sama teman - teman nakalnya, dia itu termasuk dalam kategori alim.
Bahkan sudah beberapa bulan berlalu sejak dia terakhir mencecap cairan haram yang dibawa Mei ini. Biasanya saat diajak temannya, dia akan selalu menolak. Dia sedang mencoba berubah biar April mau dekat lagi dengannya.
Walaupun dia belum bisa rela untuk berpuasa menghabiskan malam di pelukan wanita lain, tapi dia benar - benar mencoba untuk mengurangi. Nyatanya, dari yang seminggu bisa tiga hingga lima kali dia berkelana di tepian surga dan neraka berbungkus nafsu itu, sekarang dia paling hanya sebulan sekali atau kalau benar - benar kebelet saja. Lagi - lagi demi April.
Oh, iya. Dia tau kalau gadis sebelah rumahnya itu naksir padanya. Dan selama ini, dia hanya berpura - pura playing innocent saat bersama April. Dia takut membuat pendekatan yang nantinya malah bisa bikin April lari darinya. Dia nggak siap kalau harus jauh dari April. April itu…. Bagaimana mendeskripsikan gadis itu ya…
Bagi Jun, April itu, kaya vitamin, safe haven, seseorang yang bisa membuat dia tenang kalau dia sudah melihat sosoknya. Tapi ya itu, dia nggak yakin harus bagaimana untuk bisa lebih dekat lagi dengan gadis itu. April itu ibaratnya hutan rimba, sedangkan selama ini dia hanya main di kebun tetangga. April masih jadi sebuah misteri untuknya.
"Lo sebenernya dukung gue sama April nggak sih. Gue udah ikutin saran lo buat berubah, ini."
Mei mendengus tak anggun sama sekali. "Dukung sih dukung, lo juga secara individu baik. Tapi kalau kelakuan lo masih kayak gini, no thank you. Gini - gini, gue sayang sama April. Nggak rela gue kalo dia lo sakitin begitu."
"Gue nggak nya…"
"Nggak?! Sumpah, Bang. Puser lo ilang apa gimana, sih!" Reflek dia memegangi perutnya. Nggak kok, pusarnya masih ada. "Kalau lo sebegitu yakinnya lo nggak bikin salah sama April, coba lo sekarang nongol di depan April. Kalau dia masih mau ngobrol biasa aja sama lo, masih mau lihatin mata lo langsung kaya gini," Mei menatap mata Jun lekat, "gue dukung aja lo sama dia. Karena kalo dia sampe bisa begitu, berarti dia nggak segitunya sama lo. Dia bakal bodo amat juga lo mau polah kaya gimana. Means she doesn't care. Tanpa gue halau lo, dia bisa bikin lo ngejauh sendiri dari dia. Tapi ini apa? Mikir, Bang! Apa yang lo lakuin kemaren itu jahat tau, nggak." Mei meradang galak seperti ayam yang anaknya diganggu.
Jun diam seketika. Sejujurnya dia agak khawatir kalau yang dikatakan Mei itu benar. Bahwa April marah padanya sampai seperti ini, itu adalah bukti bahwa gadis itu masih memiliki sesuatu yang spesial terhadap Jun. Tapi itu juga mengingatkan Jun bahwa dia sudah menyakiti April amat dalam. Masih mau kah April memaafkan dia?
Kok jadi dilema begini, ya. Jadi sebenarnya dia harus senang atau sedih dalam situasi begini?!
"Terus gue harus gimana dong, Mei?"
Mei geleng - geleng. Orang memang bisa jadi bego kalau sudah berurusan dengan yang namanya cinta. Yah, nggak nyalahin. Dia dulu juga pernah di posisi Jun, kok. Bedanya dia cepat sadar dan langsung ambil langkah yang tepat, sedangkan Jun, bukannya mencoba mencari solusi malah terus - terusan anteng di lubang yang sama. Gemes, pengen cubit rasanya, pake tang!
"Lo yang bilang sendiri kalau April itu beda, Bang. Dia nggak kaya cewek - cewek gampang yang biasa lo kencanin."
"Emang iya, sejujurnya malah, lebih mudah nebak lo maunya apa dan gimana daripada maunya April." Ringis Jun.
"Kalau udah tau gitu kenapa lo lakuin hal yang sama yang lo lakuin juga ke temen - temen cewek lo?! Gue yakin banget, pas lo ngajak April kemarin, dia girang luar biasa. Mungkin dia mikir, akhirnya Bang Jun lihat gue sebagai perempuan, bukan sebagai anak kecil lagi…"
"Gue nggak pernah lihat dia sebagai anak kecil tau!"
Malah sebaliknya, ada rahasia yang dia nggak pernah ungkapkan pada siapapun. April lah yang dilihatnya saat dia bersama teman wanitanya. Suara April yang dia dengar saat dia membuat mereka semua berteriak di puncak kepuasan. Dan April adalah alasan dia masih mengontak teman - teman perempuannya. Karena dia inginnya April tapi dia nggak bisa sama April. Kalau sampai April tau tentang ini… mungkin April bakal langsung lari dan nggak mau kenal lagi sama dia.
Orang bilang, jatuh cinta sama teman baik sendiri itu anugerah. Karena kita sudah tau mereka luar dalam. Tapi Jun malah merasa ini kutukan. Dia jadi nggak bisa ngapa - ngapain karena dia tau banget April bakal bagaimana kalau tau hatinya yang sebenarnya. Itu yang bikin Jun masih jalan di tempat nggak ambil langkah apapun sampai selama ini. Dia… bingung harus bagaimana.
Dia sedikit termotivasi beberapa waktu terakhir ini karena menurutnya secara nggak langsung, dia merasa kalau April sedang memberinya kode. Seperti tentang masalah dia sudah nggak perawan, dan tentang April yang mau menerimanya dengan segala kekurangannya.
Tapi kalau ingat April sekarang lebih sering menghabiskan waktu dengan teman cowoknya si Janu - Janu itu… dia jadi badmood dan kendo lagi. Sebenarnya, perasaan April sama dia itu gimana? Masih sama nggak? Dia masih boleh berharap? Masih boleh berjuang?
"Mei, si April sama Janu sebenernya ada hubungan apa, sih?"
PS:
Bonus!!!
hihihi enjoyyy, besok mungkin aku updatenya bakal malam ya~