Bagian 9

1954 Kata
“River! ayo kejar aku, ah payah kamu!” “Hei, lepas in aku, Sipit. Bang Arsen tolongin akuuu!” “Ahaha, aku janji buat nggak ninggalin kamu sama Bang Arsen. Kita bakal jadi temen sampe gede, kalian mau janji juga kan sama aku?” Keringat membanjiri pelipis River Ghent Wijaya, cowok itu mimpi buruk. Dia terbangun dari tidurnya, netra minimalis cowok itu menatap jam yang menempel di dinding. Baru pukul 2 dini hari, setelah nafasnya teratur River mengambil gelas yang berisi air lantas meneguk nya hingga habis. “Kenapa harus mimpi itu lagi” dia meremas rambut dengan frustasi. Kalau River bilang dia sudah move on dan melupakan gadis di masa lalu nya, itu adalah kebohongan. Masih dengan tubuh yang sedikit gemetar River berjalan ke kamar mandi, dia hendak mencuci wajah. Biasanya, disaat cowok itu bermimpi buruk Mommy Ra pasti akan langsung datang dan memeluk River. Tapi sekarang, dia sendiri. Tidak ada Mommy, atau bahkan Daddy nya. Cukup, River tidak ingin mengasihani diri sendiri. Netra minimalis itu menatap bayangan dirinya sendiri di cermin "Lo dimana sekarang? gue kembali, tapi malah nggak bisa ketemu sama lo" gumam River, cowok itu menghela nafas. Saat keluar dari kamar mandi netra River tak sengaja menatap kamar Tissa yang posisinya tepat di seberang kamar nya, dari celah gorden River melihat lampu yang masih menyala, apa yang tengah dilakukan cewek berpipi itu tengah malam seperti ini. Langkah kaki River mendekat, udara dingin langsung menusuk tulang. Tangannya terulur untuk mengambil ketapel karet dan menembakan peluru nya ke arah jendela Tissa, yang tak lama kemudian sang empu langsung keluar. “River, ngapain lo nembakin kamar perawan tengah malem gini” ucap cewek itu spontan, dia langsung menyilangkan kedua tangan nya lantaran kedinginan. Netra almond miliknya menatap River yang masih belum membuka suara. "Heh, awas kalo lo mikir yang macam-macam" tegur cowok itu membuat lamunan River ter buyarkan. Cowok itu tersenyum manis, bukan hanya bibirnya yang melengkung melainkan matanya juga ikut membentuk bulan sabit. Tissa terpesona beberapa saat, dia lemah kalau sudah di suguhi senyum semanis itu, tak lama senyum nya langsung luntur. Tissa tak bisa, dia benar-benar tidak bisa melakukan semua ini "Begadang lo? Nggak takut kesiangan besok?" tanya River setelah beberapa saat. “Gue lagi nge drakor nih, mana seru banget. Nanggung kalo harus berhenti, tinggal 3 episode lagi," Tissa menguap lebar, dia sudah ngantuk sejujurnya. Tapi Drakor yang dia tonton tak mampu untuk dia tinggalkan sebelum tuntas. "Lo juga jam segini ngapain belum tidur?" kali ini Tissa yang bertanya, cewek itu menggigil kedinginan lantaran udara malam memang sangat menusuk. "Kebangun tadi, biasalah mimpi buruk" River menjawab pertanyaan Tissa, lantas ada satu pertanyaan yang menyelinap di benak cowok itu. Mungkin tidak papa kalau dia menanyakan hal itu sekarang juga “Tiss, lo suka ya sama Bang Arsen?” Melihat Tissa yang gelagapan dan tidak bisa menjawab membuat River langsung mengibaskan tangan nya, dia tau pasti pertanyaan itu sulit untuk di jawab. Dan mungkin sudah tidak membutuhkan jawaban lagi, lantaran sudah terlihat jelas dari kedekatan mereka berdua. “Lupain, gue ngigo kayaknya” yah, itulah River. Sifat tidak suka menuntut yang ada dalam dirinya kembali muncul, dia memang tipe manusia yang tidak pernah memaksa seseorang kalau orang itu tidak ingin melakukan nya. Tissa masih diam tak merespon apapun, membuat River kembali melanjutkan ucapan nya. “Lo tidur gih, besok ke sekolah bareng gue.” setelah mengucapkan kalimat itu River melangkah kembali menuju kamar, menutup pintu beserta gorden. Helaan nafas meluncur dari hidung cowok dengan wajah bak pangeran berkuda putih itu. Kenapa dia harus menaruh hati pada Tissa? Kenapa tidak kepada cewek lain saja? Jujur, kali ini River memang tidak begitu berharap kalau lawan nya adalah Arsen, karena sampai kapanpun cowok itu tidak akan menang. Sementara di seberang Tissa masih terdiam, cewek itu memandang ke arah langit “Gue nggak jawab bukan berarti gue menyukai Arsen, Ver. Ada satu hal yang lo nggak tau tentang siapa gue, andai lo tau mungkin lo akan paham kenapa gue bersikap seperti ini. Bersikap seolah-olah gue menyukai Arsen dan mengabaikan elo" cewek itu menatap pintu balkon River dan Arsen secara bergantian, lantas tersenyum tipis sebelum masuk ke dalam kamar. (^_^)(^_^) “Waaaaaa!!!” cewek dengan rambut acak-acakan itu segera melompat turun dari ranjang, baru pukul 4 pagi hari tadi dia tidur, alarm masih terus berbunyi membuat kegugupan Tissa semakin bertambah. Bergegas cewek itu menyelesaikan mandi nya dengan kilat, memakai seragam dan mengoleskan bedak seadanya. Tanpa memakai lipstik dan semacam nya, Tissa langsung berlari keluar kamar sebari berteriak heboh. “Bibi! allahuakbar! lahaullawallakuata ilabilaaaa!! kenapa gue bisa telat sih!” teriak Tissa berlari menuruni tangga sebari memakai sepatu, pembantu yang melihat kelakuan majikan nya itu hanya bisa menggeleng-geleng kepala. Tissa dengan cepat meminum s**u yang sudah di sediakan “Uhuk! uhuk!” “Ya allah, pelan-pelan, Non.” kata si Bibi khawatir “Di depan sudah ada den River” “Anyink! gue lupa!” Tissa menepuk jidatnya “Tissa berangkat dulu, Bi. Assalamualaikum” “Waallaikumsalam” Cowok yang sudah rapi itu menyilangkan tangan di depan d**a, dia sudah menunggu Tissa dari 30 menit yang lalu. Ini pasti gara-gara cewek itu marathon drakor. Benar-benar cewek kepala batu, sudah di peringat kan tapi tetap tidak didengarkan. River mendesah kesal, lima belas menit lagi bel masuk pasti sudah berbunyi. Dan dapat dipastikan kalau mereka akan telat. Tissa keluar dari rumah dengan wajah yang benar-benar tak sedap untuk dipandang mata, cewek itu berhenti didepan River sembari nyengir kuda. “Ck. Ck. Ck. Bener-bener mirip sama panda, udah muka kusut, pipi overload, mata panda, rambut acak-acakan. Lo niat sekolah nggak sih?" “Faklah! banyak cakap banget lo, buruan, telat nih” “Eh, Non. Gue udah nungguin lo 30 menit disini ya." “Nggak ada yang nyuruh, buruan, River! Telat nih” River menangkap pergelangan tangan Tissa sebelum badan nya memar lantaran jadi samsak cewek bar-bar itu. "Iya, iya!" ucap dia setelah Tissa tenang, cewek itu memakai helm yang di sodorkan oleh River lantas nangkring di atas motor baru cowok itu. Tissa adalah cewek pertama yang di bonceng oleh River dengan motor barunya. Kendaraan roda dua itu melesat, meninggalkan pelataran rumah Tissa.   Arsen menatap adik dan sahabat nya yang nampak  begitu dekat, entah kenapa dia merasa ketakutan lagi. Sudah cukup gadis di masa lalu yang diambil oleh River, kini cowok itu tidak akan membiarkan sahabatnya juga diambil oleh River. Bukan nya Arsen tak sayang pada River, hanya saja dia ingin adil sekarang. “Sorry, tapi kali ini gue bener-bener nggak bisa kasih dia buat lo” (^_^)(^_^) Bu Ayu dengan penggaris panjang yang bertengger manis di tangan nya menatap River dan Tissa yang baru saja datang, kalau telat 5 menit sih masih di tolerir, tapi kalau sudah 15 menit jangan harap kalian bisa masuk dan lolos tanpa hukuman. Kini mereka berdua tengah digiring menuju ke lapangan untuk dijemur beberapa saat, selain itu Bu Ayu akan melakukan kultum pagi dengan membahas penting nya datang ke sekolah tepat waktu. Dan finally guru itu akan memberikan hukuman. “Sialan, jadi kena hukuman kan sekarang” bisik Tissa di telinga River, cowok itu langsung menatap tajam kearah Tissa “Elo sih, nggak mau ngebut” lanjutnya masih tak tau malu. “Eh, cewek berpipi, yang lama tuh elo. Udah bangun kesiangan, pake nyalahin gue lagi. Sama satu lagi, lo bisa nggak ngomong nya nggak usah pake u*****n?” “Tissa! River!” Mereka berdua kompak menoleh, Bu Ayu berdecak pinggang. Guru itu sedari tadi mengoceh soal,.. entah apa Tissa dan River tidak mendengarkan sama sekali, mereka sibuk saling menyalahkan hingga ucapan Bu Ayu terdengar tidak menarik, sekarang mereka kena tegur. Bu Ayu menatap tajam kearah dua murid nya yang malah menyepelekan petuah nya barusan “Sini kalian!” River mendorong pelan pundak Tissa agar berjalan lebih cepat “Yee, nggak usah dorong-dorong juga dong, Sipit!” Sipit.. Sipit.. Sipit.. Cowok itu terdiam, di otaknya berputar panggilan 'sipit' yang baru saja digunakan Tissa. River menelan ludah, tidak ada yang boleh memanggilnya sipit kecuali dia, si gadis panti yang sekarang tidak di ketahui keberadaan nya. Entah masih ada di bogor, atau sudah pindah. River juga belum sempat menanyakan pada Arsen soal dia. Lamunan River terpecah saat mendengar suara Bu Ayu “Sudah tau apa hukuman kalian?” Keduanya kompak menggeleng. “Makanya kalo saya ngomong di dengerin, jangan asik pacaran. Mengerti?!” tanya Bu Ayu setengah menggertak, setelah menyuruh anak-anak lain yang telat mengerjakan hukuman masing-masing kini guru itu kembali menatap River dan Tissa “Hukuman kalian bersih in dan tata satu lorong rak buku yang ada di perpustakaan, jam 8 harus selesai” “Bu—“ “Membantah Ibu tambahi satu rak lagi yang ada di lorong paling pojok” Keduanya menghela nafas, benar-benar hari paling sial dalam hidup Tissa yang tidak pernah telat datang ke sekolah, kalau River sih sudah pernah terlambat. Dengan gontai mereka berjalan menuju perpustakaan, menatap sekeliling, Tissa meniup poninya pasrah “Gue nggak sanggup, kenapa dulu bangun perpustakaan aja seluas ini, gila!” “Dahlah, gue bete sama lo” jawab River badmood, sementara Tissa hanya menganga lebar saat cowok itu mulai melangkah meninggalkan dia dan  meminta izin kepada penjaga perpustakaan untuk membersihkan dan menata tempat itu. 30  menit telah berlalu begitu saja, telinga River mendengar nyanyian yang keluar dari mulut tipis Tissa. Cewek yang awalnya kesal kini malah bersenandung ria “Tadi sebel, sekarang enjoy” “Ya kan hidup harus di nikmati, Pit” Tangan yang digunakan untuk membersihkan buku-buku kini terhenti, River menatap Tissa. Kenapa sih cewek itu harus memanggilnya sipit? River kan jadi teringat akan masa lalunya “Tiss, jangan panggil gue gitu bisa nggak?” Tissa menoleh, menyipitkan mata “Kenapa emang nya? enak tau manggil, Pit, Pit Kuprit” Sementara Tissa tertawa River menderap “Wah, minta ditabok nih anak” Tau kalau River akan menyerang Tissa buru-buru berlari, bahaya kalau sampai dia tertangkap oleh River. Alhasil mereka berdua saling kejar-kejaran, perpustakaan yang luas membuat Tissa lebih leluasa untuk menghindar membuat River mulai kesusahan. Kepala nya menoleh kebelakang, seketika langkah nya terhenti. “Lah, si River kemana?” tanya Tissa pada dirinya sendiri. “DOR!” “Allahuakbar!!” Spontan Tissa menepuk bahu River dengan gemas, tak mau kecolongan oleh Tissa lagi River langsung memeluk cewek itu membuat Tissa mematung di tempat. Apa ini tidak salah? River memeluk nya di perpustakaan?. Jantung cewek berpipi itu berdetak lebih cepat, hingga dia takut kalau River akan mendengar. Netra almond Tissa menatap cctv yang berkedip merah di pojok ruangan, bisa berabe kalau mereka tertangkap kamera tengah berpelukan apalagi di area perpustakan yang memang sepi di jam-jam kelas seperti ini. Tissa menggeliat, mencoba melepaskan diri dari pelukan River “Ver, lepasin ih. Lo—“ “Tissa. River. Kalian ngapain?” Kedua nya menoleh dan mendapati Arsen yang menatap River dan Tissa dengan datar. River buru-buru melepaskan pelukannya dari tubuh Tissa, cowok itu menatap Arsen dengan bingung “Bang Arsen, ngapain disini?” tanya nya dengan bingung. Muncul dari mana abang nya itu hingga bisa nyasar ke perpustakaan dan memergoki mereka? Arsen tak mengindahkan pertanyaan sang adik, dia langsung menarik lengan Tissa dan mengajaknya pergi menjauh, tapi baru beberapa langkah lengan Tissa langsung ditahan oleh River “Tissa sama gue lagi di hukum, lo nggak bisa seenaknya bawa dia, Bang.” Cowok dengan dimple di kedua pipi nya itu tersenyum miring “Gue udah ijin sama, Bu Ayu” setelah itu Arsen kembali melanjutkan langkahnya, Tissa menatap sebentar kearah River yang diam. Sedikit kecewa karena River malah membiarkannya begitu saja. Sampai di depan kelas Arsen melepaskan gandengan tangan nya. Cowok itu kesal bercampur emosi dan cemburu. Tapi saat ini Arsen tidak akan mempermasalahkan kelakuan Tissa dan River tadi lantaran ada hal yang lebih penting untuk di urus.  “Gue nggak akan bahas yang tadi sekarang, ada hal yang lebih penting yang harus gue sampein ke elo" ucap Arsen membuat Tissa menyatukan kedua alisnya bingung "Gue tau lo pasti nuntut penjelasan, ambil tas lo kita pulang.” “What?!” pekik Tissa kaget “Maksud lo apaan sih?” Arsen menghela nafas, dia membingkai wajah Tissa, menatapnya dengan intens  “Mommy lo kecelakaan” dengan berat hati Arsen harus mengatakan itu "Tadi, pembantu lo lari-lari ke rumah, untung gue belum berangkat kuliah. Dia nyuruh gue buat jemput lo dan nganter lo ke Bandara" "Wait, Sen. Are you kidding me?" "No" Dan detik itu juga Tissa berlari menuju lapangan, disusul Arsen di belakangnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN