Bagian 8

1999 Kata
“Udah?” tanya Arsen sembari mengembangkan senyum kepada seseorang yang tengah berdiri di depannya. Cewek itu mengangguk, lantas menggandeng lengan cowok tampan berdimple di kedua pipinya dengan mesra. Mereka berdua berjalan keluar dari salah satu dept store dengan merk terkenal, Arsen tak pernah menolak kalau hanya di gandeng lantaran dia sudah sering melakukan skinship seperti ini. Sembari berjalan cewek berambut panjang coklat dan bermata sipit itu mengajukan sebuah pertanyaan "Kak Arsen kapan nembak aku? Kita udah deket dari lama loh" mendengar pertanyaan seperti itu membuat Arsen langsung memalingkan muka, menghindar dari tatapan cewek yang menjadi crush nya selama beberapa bulan belakangan ini. "Em, jangan disini ya. Tempatnya kurang cocok buat bahas gituan" jawab Arsen, dia nyaman dekat dengan si cewek itu. Tapi untuk menjadi pacar? Arsen tidak pernah kepikiran sampai sana. Cewek itu menghentikan langkah kakinya, dia menatap Arsen dengan intens, pengunjung mall berlalu lalang tanpa mempedulikan dua remaja yang saling bertatapan. “Kita udah deket lama, Kak. Dari dulu aku juga sudah banyak mengalah, kakak deketnya sama aku tapi pacaran nya sama yang lain. Aku milih buat nungguin kak Arsen, dan setelah kemarin aku denger kakak baru aja putus sama Audrey disitu aku mikir, mungkin ini waktunya buat aku yang maju jadi pacar kak Arsen" Arsen menyapukan pandangan, cowok itu mengusap tengkuk yang mendadak jadi gatal. Dia tidak tau apa maksud ucapan cewek yang ada di depannya itu, apakah saat ini dia tengah menembak Arsen atau apa? Tapi yang pasti Arsen tidak bisa menerima itu semua, ucapan Tissa kemarin terus saja menancap di otak cowok tampan itu. Tissa melarang nya untuk pacaran dengan anak Bina, dan Arsen tidak akan melanggar janji itu, apalagi baru kemarin dia dan Tissa berbaikan kembali dan meluruskan masalah yang ada. “Man, gue--" Cewek yang di panggil Man itu bernama lengkap Amanda Putri. Dia memotong ucapan Arsen  “Apa karena Tissa, Kak?” tanya Amanda dengan wajah sendu. Dia tidak buta, dia juga tau seberapa dekat Arsen dan adik kelas nya itu. Tapi sampai disini, Amanda sudah muak, dia muak dengan berbagai alasan yang menghalanginya untuk bersama dengan Arsen. “Kenapa selalu Tissa yang jadi penghalang? Apa kak Arsen tau Tissa nggak punya temen di sekolahan?” Tentu saja Arsen tau lantaran kemarin Tissa sendiri yang bercerita kalau dia tidak punya teman di Bina kecuali Regan dan River, selain itu citra Tissa juga sudah buruk lantaran tuduhan yang diarahkan kepadanya padahal kenyataan nya Tissa tidak seperti itu. Amanda meraih kedua tangan Arsen, dia tak peduli kalau sekarang jadi pusat perhatian pengunjung mall beserta pegawai tokonya. “Please, Kak. Ini buat kebaikan Kak Arsen dan juga Tissa, jauhi dia” “Kenapa harus??” Amanda dan Arsen menoleh, mendapati Tissa dan Regan yang menatap keduanya dengan datar. Pada dasarnya Tissa dan Arsen tidak pernah bisa saling menjauhi satu sama lain, apalagi saat kejadian beberapa hari yang lalu dimana Arsen yang tiba-tiba menciumnya membuat Tissa merasakan jantungnya akan meledak saat itu juga. Arsen datang saat tau Tissa berada di rumah sakit, cowok itu yang menemani Tissa hingga rela bolos kuliah. Di malam itu juga Tissa dan Arsen berbaikan dan berjanji untuk saling menjaga satu sama lain, sebagai seorang teman. “Kenapa Arsen harus jauhi gue? lo baru kenal beberapa bulan aja udah seenaknya gitu, apa kabar gue yang udah bertahun-tahun temenan sama Arsen?” Tissa sudah muak di tindas dan di fitnah terus-terusan, kalau citranya sudah jelek kenapa dia harus mencoba menyangkal nya lagi? Cewek berpipi itu berjalan mendekat ke arah mereka berdua, Arsen kaget saat mendapati Tissa tadi. Cowok itu diam, menatap Tissa yang menyilangkan kedua tangan nya di depan d**a sembari menatap Amanda dengan datar "Gue kasih tau kakak sekarang, kalaupun Arsen lo suruh pilih antara gue atau elo, dia pasti akan pilih gue. Jadi percuma, dan satu hal lagi. Gue yang ngelarang dia buat pacaran sama anak Bina lagi" Amanda menatap Tissa dengan penuh amarah, netranya beralih pada Arsen yang tak kunjung membuka suara. Malahan diam dan hanya menonton "Kak Arsen.." “Sorry, Man." sela Arsen tak memberikan Amanda kesempatan untuk berbicara lebih banyak, "Tapi apa yang di ucapkan sama Tissa itu bener, kalo gue di suruh milih, gue pasti memilih Tissa. Dan iya juga, dia yang minta gue buat nggak pacaran sama anak Bina lagi, dan gue nurut. Tissa berarti banget buat gue, Man. Gue akan jaga dia sebisa mungkin, jadi,..sekali lagi sorry" Amanda menatap penuh sesal kearah Arsen yang baru saja melontarkan kata-kata yang amat menghujam ulu hatinya, tanpa sepatah kata apapun lagi cewek itu segera berjalan menjauh, dia ingin menangis mengeluarkan semua rasa sakit yang bersarang di hatinya, tapi dia tidak ingin menangis di depan Arsen. Dengan menahan air mata yang hampir tumpah Amanda mempercepat jalan nya. “Lo ngomong kayak tadi, bukan nya malah bikin citra lo makin buruk di Bina? Kalo setelah ini lo di bully lagi gimana?" tanya Arsen sembari menatap Tissa. Cewek berpipi itu  mendengus “Gue udah nggak peduli, Sen. Gue juga udah capek. Lagian, kan lo sendiri yang bilang mau jagain gue tadi” Arsen mengangguk, tangan nya tergerak untuk mengacak rambut bob milik cewek yang menjadi sahabat nya selama bertahun-tahun, Regan yang tau sikon nya sudah mulai cair kini berjalan mendekat, Arsen tersenyum lantas mengulurkan tangan nya, dia belum sempat berkenalan dengan Regan, tapi sudah sering  mendengar nama cowok itu disebut. Regan membalas uluran tangan Arsen, sekilas dia kagum dengan visual Arsen yang sangat, sangat, sangat tampan. “Tumben cuma berdua, nggak sama River?” Cewek yang ada di depan Arsen menggeleng, "Kata Oma, River lagi tidur. Gue males bangunin dia" jawab Tissa. Arsen mengangguk "Kalian masih mau disini atau langsung pulang?" tanya dia lagi, entahlah Arsen jadi terkesan banyak bertanya sekarang. Tissa langsung memasang wajah seolah dia manusia paling lelah sedunia "Gue udah capek banget nih, mau pulang" mengerjap lucu kearah Regan dan Arsen. Seandainya tidak ada Arsen mungkin Regan sudah mengusap wajah Tissa yang mulai terlihat menggemaskan itu. “Mau pulang bareng gue aja? Atau sama Regan? Siapa tau dia masih pengen jalan-jalan" Regan buru-buru menggeleng, dia tidak bisa melarang duo sejoli untuk pulang bersama, "Ah, nggak papa Bang, Tissa biar pulang sama Bang Arsen aja, gue juga mau langsung pulang kok" “Seriusan?” tanya Tissa tak enak, atau lebih tepatnya pura-pura tak enak. Regan mengakui akting Tissa yang begitu bagus dan rapi. Cowok itu mengangguk dengan gaya yang di lebih-lebihkan membuat Tissa langsung nyengir lebar "Yaudah, kalo gitu kita duluan. Bye" Tissa meninggalkan beberapa tepukan di pundak Regan, lantas melenggang pergi bersama Arsen. Cowok yang saat ini masih berdiri di tempatnya hanya bisa menatap Arsen dan Tissa yang berjalan bersama sebari sesekali bercanda. Kedekatan mereka berdua mendatangkan kekhawatiran yang berlebih untuk Regan, pasalnya sahabat dia juga sepertinya tengah menaruh rasa pada cewek berpipi cubby itu. Regan hanya takut, persahabatan mereka bertiga akan rusak. Dia tidak ingin kehilangan teman untuk yang kedua kalinya. Merasa sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi, Regan memutuskan untuk pulang.  Berjalan santai hingga tiba lah Regan di tempat parkir motor, indera pendengaran nya menangkap suara tangisan. Cowok itu menyapukan pandangan, mencari dimana sumber suara itu, dan netranya menangkap cewek yang tengah berjongkok seraya menangis. Cewek berambut panjang cokelat yang dia ingat namanya adalah Amanda, yaps! cewek yang sudah tak sanggup untuk menahan sesak di d**a akhirnya menangis di parkiran. Sekali lagi, Regan menyapukan pandangan, parkiran tampak lumayan sepi, dengan hati-hati cowok itu mendekati Amanda "Kak, lo nggak papa kan?"  Amanda mendongak, lantas menyedot ingusnya. Matanya masih basah oleh bulir bening yang terus mengalir “Ngapain lo kesini?!” Regan spontan mengangkat tangan nya saat cewek yang dia dekati malah berseru galak mirip anjing herder. Mereka berdua saling tatap selama beberapa saat, lantas Regan kembali menurunkan tangan nya. “Niat gue baik ya, lihat cewek nangis jongkok sendirian disini mana tega. Gue anterin pulang, mau?” Amanda tak langsung memberikan jawaban, cewek itu mulai berfikir sejenak. Menghapus air mata yang perlahan mengering setelah kedatangan cowok aneh yang sok kenal dan sok perhatian. Akhirnya, Amanda mengangguk, toh lumayan dapat tumpangan gratis. "Beneran lo mau nganterin gue pulang?" tanya Amanda memastikan sekali lagi, siapa tau cowok itu hanya iseng. Secara mereka nggak saling kenal. “Iya, udah nggak usah nangis lagi, cengeng banget jadi cewek” “Ya elo nggak pernah ditolak sih” “Tapi gue pernah di tinggal” “Masa??” “Iya” “Kasihan ya” Cowok yang mempunyai visual mirip Na Jaemin Nct itu hanya bisa menahan kesabarannya agar tidak mengumpat. Netra almond miliknya menatap Amanda yang kesusahan memakai helm, dengan cekatan Regan membantunya. Amanda mengerjap, menatap wajah Regan yang begitu dekat dengan nya membuat dirinya jadi susah bernafas, cewek itu menelan ludah. Ritme jantung nya susah sekali dikendalikan, ada debaran aneh yang mulai merasuki diri Amanda. Regan segera menjauhkan wajah nya saat sudah selesai membantu Amanda, cowok itu melihat rona merah pada wajah cewek cantik berambut coklat itu "Jangan baper, Kak" “Eh, lo tau kalau gue baper?” tanya Amanda, dia juga keceplosan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Melihat keluguan kakak kelasnya Regan terkekeh, dia naik ke atas motor di susul oleh Amanda “Gue boleh meluk pinggang lo nggak?” “Sure” jawab Regan enteng. Rumah Amanda tidak jauh dari mall, jadi hanya butuh waktu 15 menit. Sepanjang perjalanan tak ada yang membuka suara, Regan fokus menyetir sementara Amanda malah melamun memikirkan nasib kisah cinta nya dengan Arsen yang kandas begitu saja. Yah, mungkin memang bukan keberuntungan cewek itu. Motor yang di kendarai oleh Regan sampai di depan rumah bercat putih, dengan dua lantai. Amanda segera turun, saat hendak melepaskan helm lagi-lagi dia kesulitan. Regan berdecak, setengah kesal setengah gemas “Ck! ngelepas gini aja nggak bisa, apalagi ngelepas Bang Arsen coba” celetuk cowok itu spontan. Tak merasa bersalah sama sekali, Amanda hanya terdiam mendengar ucapan cowok yang barusan mengantarnya pulang, dia bahkan belum tau nama cowok itu siapa. Netra almond Amanda mengerjap beberapa saat, sebelum mulutnya meluncurkan kata-kata “Kenapa lo nggak bantuin gue aja?” tanya Amanda sembari menatap manik mata Regan dengan intens. Entah datang dari mana ide dan keberanian itu. Tangan Regan terhenti, menggantung di udara saat mendengar jawaban Amanda. Senyum manis mengembang di wajah cewek itu membuat Regan sesaat terpana, benar-benar cewek yang manis. “Gimana? lo juga mau kan bantuin gue buat ngelepas Arsen? sama kayak lo bantuin gue buat ngelepas helm ini” Anying, bisa aja nih cewek gombalnya. Apa dia tidak ingat kalau beberapa saat yang lalu habis menangis termehek-mehek lantaran cintanya tidak kesampaian? “Ehem,” Regan berdehem, menetralisirkan rasa gugup nya. Setelah mengamankan helm nya, cowok itu segera berpamitan untuk langsung pulang. Tak baik lama-lama berduaan dengan Amanda, Regan takut kalau hatinya tergoda dan dia mengingkari janji nya kepada Ira. “Gue duluan, Kak” “Jangan panggil, Kak. Nama gue Amanda" akhirnya dia punya kesempatan untuk berkenalan dengan cowok tampan yang ada di depannya saat ini. “Gue duluan, Man” Amanda tersenyum, saat hendak menginjak pedal gas tangan cewek itu spontan menarik baju Regan membuat sang empu  membatalkan pijakannya, dia menoleh ke arah Amanda “Hm?” “Gue belum tau nama lo, btw” Entah apa yang lucu tapi Regan malah tersenyum, senyum yang membuat Amanda langsung lupa akan rasa sakit yang ditimbulkan oleh Arsen tadi, dia merasa Regan adalah obat dari rasa sakit yang dia dapatkan. Cowok itu juga tidak bisa untuk mengabaikan pesona dan tingkah laku menggemaskan Amanda, entah kenapa sekarang dia jadi kepikiran dengan ucapan River kemarin. Akankah Regan akan melupakan janjinya dengan Ira, lantas menukarnya dengan Amanda? Tangan cowok  mengacak-acak rambut Amanda membuat sang empu kaget, dia tak menyangka Regan akan melakukan itu. “Gue Regan, kalo nggak salah lo kakak kelas gue di Bina. Gue anak XI IPS-1"  setelah berucap seperti itu kakinya langsung menancap gas tanpa mengucapkan apapun lagi. Ini tidak bisa dibiarkan, Regan belum yakin untuk melabuhkan hatinya yang selama ini kelabu kepada Amanda. Dia masih ingin menunggu Ira sedikit lebih lama lagi, Regan hanya takut saat dia menerima Amanda masuk ke dalam hidupnya, dan Ira tiba-tiba saja datang, maka dia akan ada di posisi yang serba salah. Dia tak ingin mengecewakan banyak orang yang sudah mencintai dia dengan tulus. Tapi, apakah benar Ira akan kembali? Atau itu hanya keinginan Regan semata? Apakah kali ini dia akan menerima saran River untuk membuka kembali hatinya? Regan tidak tau, yang pasti saat ini mood cowok itu sangat baik. Buktinya sepanjang jalan senyum manis tak luntur dari wajah tampannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN