Entah ada apa hari ini, River dan Regan mendadak ingin mampir ke café setelah pulang sekolah. Padahal biasanya mereka selalu semangat untuk langsung pulang, toh kalau mereka ingin hangout bisa malamnya. Netra kedua cowok itu masih fokus ke layar ponsel, apalagi yang dilakukan oleh dua manusia jomblo selain bermain game?
“Sialan! munduur!” dengan mengerahkan seluruh kekuatan River memencet layar ponselnya, tapi sepertinya keadaan tak mendukung dia hari ini. “Gila! hampir aja gue menang, sialan sih dia mainnya tusuk dari belakang” lanjut River, cowok itu menyedot milk shake nya dengan rakus.
Sementara Regan masih santai, memang pembawaan dia yang kalau di bilang cool juga enggak, dibilang berisik juga enggak, pas-pasan lah. Berteman dengan Regan beberapa bulan membuat River sudah hafal dengan mood cowok itu. Di letakkan nya ponsel di meja, River menatap Regan yang balas menatapnya lempeng. “Lo kayaknya lagi badmood, ada masalah?” tanya dia “Cerita kali, gue aja kalo ada apa-apa cerita ke elo” pancing cowok bermata minimalis itu.
Regan terdiam, apa iya dia harus menceritakan masalahnya kepada River, lagi. “Gue lagi mikirin Ira, kangen banget gue sama dia” akhirnya Regan buka suara, cowok itu menatap River yang menunggu kelanjutan ceritanya. “Kira-kira, sekarang Ira lagi dimana ya?”
“Mungkin di toilet," ucap River spontan membuat Regan mendengus. "Eh Re, mending lo move on dari si Ira itu. Lagian anak Bina juga banyak yang cantik” lanjut River spontan membuat Regan mengusap wajah cowok yang ada di depannya dengan kasar. Kenapa sih mulutnya nggak di kasih filter?
“Sialan, itu mah elo aja, Ver. Gue suka sama cewek nggak pandang wajah kali, yang penting dia cantik.”
“Bunuh orang dosa nggak sih?” tanya River membuat Regan terkekeh. Cowok itu meletakan ponselnya di meja, lantas menyedot milkshake dengan pelan, matanya menyipit menerawang ke depan. “Kenapa gue sampe sekarang masih jomblo dan milih buat nungguin Ira meskipun gue nggak tau dia bakal kembali atau enggak karena dia udah janji sama gue bakalan kembali ke sini” lanjut cerita Regan.
Yah, namanya juga remaja pasti tidak jauh-jauh dari kata bucin kan? Begitu juga Regan dan River, mereka remaja normal yang ingin memiliki romansa cinta semasa SMA. River terdiam, entah kenapa mendadak jantungnya berdetak lebih cepat begitu juga dia merasakan debaran yang mulai menggila saat Regan mulai membahas soal janji. Si perfect smile lip and eyes itu memegangi dadanya, dia ikut teringat soal janji masa lalu yang pernah dia buat dengan seseorang.
“Yaudah, tunggu aja sampe ke liang kubur. Siapa tau di limbo nanti lo sama dia ketemu”
Netra hitam Regan menatap tajam kearah River yang memasang wajah innocent, sepertinya dia mulai menyesal sudah bercerita kepada sahabat tak tau adatnya itu. “Rahang apa t*i sih, enteng bener”
River menyipitkan mata "Emang lo pernah angkat t*i? masa t*i angkat t*i sih, nggak mungkin"
"Sialan!" sembur Regan membuat River tertawa. "Lagian ngomong nggak dipikir dulu, punya otak tuh dipake jangan di buat pelengkap isi tempurung doang" lanjut cowok dengan senyum manis sembari menyugar rambutnya.
“Itu sih manusia normal, kalo gue mah ngomong dulu baru mikir”
“Sinting!”
River tertawa lagi, lantas menepuk pundak Regan bersahabat “Santai kali, bro. Gue bercanda doang tadi, sensian amat. Menstruasi lo?” tanya River yang tak diindahkan oleh Regan, lama-lama berteman dengan River akan membuat tensi nya semakin naik. “Mending lo lupain dulu janji itu, ntar deh pas dia kembali lo putusin pacar lo yang sekarang dan balik sama Ira. Lagian, gue juga punya janji sama seseorang pas masih kecil, tapi sekarang gue malah suka sama Tissa”
Kalau Regan dead, salahkan River.
Milkshake yang sudah masuk ke mulut Regan kini terpaksa nyembur membuat kotor meja, Regan pun tersedak membuatnya buru-buru mengusap mulut yang kotor dengan tisu. River menatap sahabatnya dengan jijik.
“Lo apa-apaan sih pake nyembur segala”
“Ya elo, rahang enteng banget bilang suka sama Tissa”
“Emangnya salah kalo gue suka sama Tissa?”
Keduanya saling tatap, Regan memperbaiki posisi duduknya lantas menggeleng “Ya enggak juga, tapi lo tau sendiri bang Arsen juga ngebet. Jangan sampai gara-gara Tissa kalian jadi berantem”
“Lo tau dari mana Abang gue ngebet ke, Tissa?”
Regan menyugar rambut coklatnya lagi, bukan untuk keren-kerenan tapi rambut yang jatuh menutupi matanya membuat dia merasa risih. Kalo jatoh nya terlihat keren, itu sih bonus. “Percaya atau enggak, gue peramal”
“Bangke!”
River sama sekali tak tertarik dengan tawa Regan, justru cowok itu malah terdiam, dia lupa kalau ada Arsen yang menjadi bayang-bayang Tissa selama ini. Apa iya Abang nya itu juga menyukai Tissa? semoga saja tidak. Karena kalau sampai iya, maka sudah dipastikan dialah yang akan terluka.
(^_^)(^_^)
Pagi tadi Tissa sudah pulang dari rumah sakit, tapi untuk beberapa hari dia akan izin tidak masuk sekolah sampai keadaan matanya membaik. Masih dengan perban yang menempel pada salah satu matanya, sore ini Tissa yang bosan berdiam diri di rumah akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah Regan. Tadi, dia sudah mampir ke rumah River, dan kata oma Mirna, River nya lagi tidur, yasudah.
Finally cewek itu pergi ke rumah Regan, tapi sudah tiga kali memencet bel tak ada tanda-tanda kehidupan seseorang yang baik hati mau membukakan pintu untuk dia, Tissa pasrah. Dia akan kembali ke rumah saja sekarang, saat cewek itu berbalik hendak pulang ke rumah, suara sandal yang beradu dengan lantai semen membuat langkahnya kembali terhenti, dia menoleh.
“Cari siapa?"
Tissa kembali mendekat kearah wanita yang usianya tak jauh beda dengan usia mommy nya, mengembangkan senyumnya manis nan sopan, Tissa menyalami wanita itu.
"Regan, Tante. Dia ada?" jawab cewek berpipi itu diakhiri dengan pertanyaan. Wanita yang saat ini masih memakai blazer abu itu menatap Tissa dari bawah hingga keatas, lantas mengangguk "Ada, dia di taman"
“Lah, Regan bercocok tanam, Tan?”
“Bukan tanam, tapi taman. Nama kamu siapa?” tanya mama Regan lagi dengan raut wajah serius, Tissa yang tau kalau wanita di depannya ini tidak bisa di ajak bercanda maka mengurungkan niat untuk melanjutkan candaannya dari pada di usir nantinya.
“Tissa, Tante”
Mama Regan mengangguk, lantas mempersilahkan Tissa untuk masuk ke dalam rumah dan menemui anak semata wayang nya. Wanita itu berjalan di belakang Tissa, melihat wajah cewek itu membuat dia jadi teringat oleh seseorang, tak lama Mama Regan menggeleng-gelengkan kepala, tidak mungkin itu dia.
"Kamu lurus aja, nanti ada pintu di sebelah kiri. Kayak nya dia masih di sana"
"Iya, Tan. Makasih"
Saat Tissa hendak melangkah lagi, suara mama Regan kembali berceletuk "Kamu anak perumahan sini juga?"
Cewek itu menoleh, lantas mengangguk "Iya, rumah no.20, Tan"
"Oh"
Tissa kembali melanjutkan jalan nya, dia menyapukan pandangan untuk melihat isi rumah Regan yang ternyata wah sekali, lampu gantung besar kira-kira ada dua buah di depan dan di ruangan tengah. Belum lagi pilar-pilar penyangga yang berkilau berlapis marmer. Netra almond cewek itu akhirnya menemukan dimana letak taman yang tengah disinggahi oleh Regan.
Muncul ide iseng Tissa, dia berjalan mengendap-endap, lantas..“Dorr!!”
Regan menoleh dengan wajah yang lempeng, dia tidak kaget sama sekali lantaran bayangan Tissa sudah nampak dari jendela. Melihat lempeng nya wajah Regan membuat Tissa cemberut lantaran acara mengagetkan cowok bermulut chili itu tidak berhasil. Tissa kini duduk di samping Regan.
"Udah pulang lo, gue kira masih anteng di rumah sakit" celetuk Regan membuka percakapan, kali ini dia tak berniat untuk menjahili Tissa lantaran mood nya buruk.
"Baru tadi pagi sih, bosan juga lama-lama disana"
“Lo kesini sendiri?" tanya cowok itu lagi, menoleh ke arah Tissa yang langsung mengangguk dengan wajah imutnya "River lagi tidur kata Oma, gue juga bosen di rumah sendirian. Arsen nggak tau deh kemana" sebagai jawaban Regan hanya mengangguk. "Tadi mama lo yang bukain gerbang, jujur ya Re. Gue sempet takut, soalnya wajah mama lo jutek parah"
Regan menarik sudut bibirnya "Tapi kalo lo udah kenal, mama itu baik kok, tapi ya nggak hangat sama sekali"
"Lo lagi ada masalah ya?" tanya Tissa tiba-tiba saat melihat perubahan wajah Regan yang tidak seperti biasanya. Cewek itu mengamati setiap inci wajah yang biasanya selalu tampak menyebalkan saat berhadapan dengan dia.
“Lo pernah nggak sih Tiss, rindu banget sama seseorang”
Cewek berpipi chubby itu menggeleng “Nope, emang nya gue harus rindu sama siapa?” tanya Tissa balik. “Orang tua? awalnya sih iya, tapi lama kelamaan gue terbiasa tanpa mereka. Temen, gue cuma punya Arsen dan sekarang lo sama River. Tiap hari ketemu, jadi nggak ada yang gue kangenin”
Cowok dengan senyum manis itu mengangguk, mengembangkan senyum tipis. Tissa tau, mendekati Regan bukan hal yang mudah. Sudah bisa dilihat dari tatapan mata nya kalau Regan selalu enggan untuk berbagi cerita kepada orang lain. Tapi dia juga tidak ingin memaksa masuk ke dalam kehidupan Regan terlalu jauh, dia punya tugas sendiri yang lebih penting. Tugas apa? Tidak akan diberitahukan sekarang tentu saja.
Suara laki-laki memasuki indra pendengaran mereka berdua. Tissa dan Regan spontan menoleh dan mendapati Papa Regan yang tengah berjalan mendekat “Oh, lagi ada tamu?”
Tissa bangkit dari duduknya dan menyalami papa Regan yang punya wajah lebih bersahabat daripada mama nya. Kagum, cewek berpipi chubby itu kagum dengan ketampanan papa Regan “Om, saya Tissa. Temennya Regan, tinggal di rumah nomor 20”
Papa Regan tersenyum, tangan kokoh nya mengusap rambut Tissa. "Mata kamu kenapa?" tanya pria itu.
Tissa menggeleng seraya tersenyum kikuk. "Nggak papa kok, Om. Cuma sakit sedikit aja"
“Oh, cepet sembuh ya" Tissa merasakan kenyamanan saat berbincang dengan papa Regan, hatinya menghangat. Dia seperti merasakan perhatian dari daddy nya sendiri. "Sering-sering aja main ke sini, biar Regan punya temen.” kata pria tampan berjambang tipis itu, dia memang sering berharap Regan mau banyak bergaul dan punya teman seperti remaja kebanyakan.
“Regan, Papa mau bicara sebentar sama kamu” lanjut pria itu, “Tissa tunggu disini dulu ya, nggak lama kok"
Tissa mengangguk.
Regan mengikuti langkah kaki papa nya, tapi sebelum itu dia sudah meminta kepada pembantu untuk membawakan beberapa cemilan dan minuman untuk Tissa agar cewek itu tidak kebosanan. Setelah sampai di lantai dua, disana ada Mama juga yang tengah bersiap mengeluarkan koper dari kamar.
“Regan—“
“Hati-hati” sela Regan cepat, dia sudah tau apa yang akan dikatakan oleh kedua orang tuanya. Kecewa, padahal kemarin kedua orang tuanya sudah berjanji akan makan malam bersama hari ini, tapi kenapa mereka justru akan pergi.
Mama Safa tersenyum dan mengelus rambut Regan. “Next time ya, kali ini urgent banget”
“Pekerjaan Mama sama Papa kan selalu urgent, tenang aja, Regan nggak masalah. Toh udah sering juga kalian menyepelekan Regan” setelah mengucapkan kalimat itu Regan kembali turun menghampiri Tissa, mood cowok itu benar-benar buruk sekarang. Tissa yang menyadari akan rusaknya mood Regan menghampiri cowok itu.
“Gue lagi pengen cuci mata nih, mall yuk. Sekalian nge-game daripada lo kelihatannya suntuk gitu" Tissa mencoba menghibur Regan. Senyum mengembang saat dengan mudah Regan menyetujui ajakan nya.
“Kuy”
Akhirnya mereka berdua berangkat ke mall.
Setelah perjalanan menempuh 30 menit lamanya, sial! ini semua gara-gara Tissa yang ke pengen berhenti saat melihat tukang rujak di pinggir jalan. Alhasil keduanya menghabiskan sepiring rujak masing-masing baru meneruskan perjalanan ke mall. Sampai di mall masih harus tertunda karena Regan yang memang tidak bisa makan yang terlalu pedas kini perutnya jadi bermasalah. Untungnya tidak terlalu parah, membuat keduanya bisa melanjutkan niat awal yakni main game.
Tissa mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu, memilih game mana yang akan ia dan Regan mainkan “Lo mau main yang mana, Re?”
“Apa aja, ujung-ujung nya gue pasti yang menang” jawab Regan enteng.
Cewek itu menyenggol lengan Regan “Sa ae lo tukang sate! kuylah, kita main yang itu dulu” tunjuk Tissa pada permainan dance dance revolution. “Em, lagu mamah muda ada nggak sih?” celetuk Tissa saat Regan mulai mengatur permainan itu.
Cowok dengan hidung mancung itu menoleh. “Lo mau game apa mau main t****k, gue tabok juga tuh mulut”
“Yeu, kan lagi trend. Emosi mulu”
Akhirnya setelah permainan dimulai keduanya mulai terbawa suasana, terbahak hingga saling berteriak. Tissa yang punya darah bar-bar sesekali mendorong Regan agar cowok itu meleset dan kalah. Sementara Regan yang tak mau kalah langsung memiting leher Tissa hingga cewek itu mencak-mencak tak karuan. Hari ini berkat Tissa, Regan jadi melupakan beban dan kesedihannya.
Dia berterima kasih pada cewek dengan pipi overload itu. “Oh iya, Tiss. Gue mau nanya sesuatu sama lo"
“Apa?"
"Lo suka nggak sih sebenernya sama bang Arsen?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Tissa terdiam, dia tak bisa menjawab. "Oke, nggak usah di jawab. Lagipula, gue cuma penasaran aja"
"Hm"
Setelah puas dengan satu permainan mereka memilih untuk memainkan yang selow-selow aja seperti basket(?) sembari melemparkan bola kedalam ring Tissa dan Regan membicarakan banyak hal. “Sorry ya, gue udah bikin lo nggak nyaman pas dirumah”
“Calm, Brouu. Udah gue lupain kok”
“Lo nggak mau tanya gue kenapa?”
“Emangnya lo mau cerita?”
Regan terdiam sesaat, dia berhenti melemparkan bola dan menatap mata almond Tissa yang tengah mengerjap lucu. “nggak.” jawab Regan, lantas kembali melemparkan bola basketnya. Tissa sudah bisa menebak jawaban Regan, cowok itu memang menyebalkan. Untung saja Tissa tidak tertarik oleh pesona Regan maupun kepribadian cowok itu, atau belum(?) tidak ada yang tau.