Hari tersial bagi River, sudah bangun kesiangan, tidak sarapan, telat datang dan berujung hukuman. Cowok itu terus-terusan menggerutu dalam hati, lelah tentu saja karena sedari tadi hanya berdiri di bawah tiang bendera dengan pose hormat mendongak menatap kibaran kain berwarna merah putih tersebut. Keringat perlahan menetes dari jidat hingga lehernya, sesekali tangan cowok itu mengusap bulir asin yang membuatnya gerah.
Senyum manis cowok itu timbul saat Tissa melintas di depan nya, niat hati ingin menggoda Tissa namun urung saat melihat wajah chubby itu tertekuk cemberut. Sepertinya Tissa tidak dalam keadaan good mood membuat River mengurungkan niatnya, cowok itu hanya menatap dan mengawasi gerak gerik Tissa dari tempatnya.
Awalnya tidak ada yang aneh dari mereka yang hanya melakukan pemanasan lantas bermain bola, sementara River menebak kalau guru olahraga mereka sedang tidak masuk lantaran kegiatan mereka hanya di komando oleh ketua kelas. Cowok-cowok pastilah bermain bola, sementara ciwi nya sebagian bermain basket dan sebagian lagi langsung minggir untuk berteduh , dan Tissa ikut bagian yang kedua tadi.
Tapi setelah diperhatikan selama beberapa saat, cewek berpipi yang menjadi teman nya itu hanya duduk sendiri, netranya menatap teman-teman nya yang tengah bermain. Ada apa dengan Tissa? kenapa dia sendiri dan tidak bergabung dengan teman-teman nya yang lain. Semua pertanyaan yang hinggap di benak River harus buyar saat netranya menangkap bola menghantam Tissa dengan keras hingga cewek itu langsung menjerit kesakitan.
Tissa memegangi sebelah matanya, River tanpa peduli tentang hukuman langsung berlari ke arah cewek berambut bob yang saat ini tengah terduduk sebari mengerang kesakitan. Teman-teman nya hanya diam menatap kejadian itu "Tissa!" River langsung jongkok, memeriksa mata Tissa yang tadi terhantam bola. "River, sakit. Ahh"
Dengan sekali angkat tubuh Tissa sudah ada dalam gendongan River, "Tahan, Tiss" ucap River mencoba meyakinkah Tissa. Cowok itu membawa temannya ke UKS untuk mendapatkan perawatan, mendengar desahan Tissa karena menahan sakit membuat River semakin ngilu, entah kenapa dia merasa sangat khawatir sekarang. Sakit yang menjalar di matanya kini semakin terasa, jangan sampai air mata keluar dari sana karena akan menambah rasa sakit itu sendiri. Tissa menggigit bibir nya kuat-kuat, dia berdoa semoga matanya tidak apa-apa.
“Ya ampun, Tissa." pekik Ibu Uks lantas menata kan bangkar untuk Tissa tempati "Baringkan disini, River"
Sementara si Ibu Uks tengah sibuk membersihkan luka Tissa dan mengobatinya, River langsung menelpon ambulans. Tissa butuh perawatan yang lebih baik, dia harus di bawa ke rumah sakit. Tak lama cowok itu keluar Uks, meninggalkan Tissa di dalam. Dia akan mencari siapa yang berani-beraninya melempar bola pada Tissa dan membuat cewek itu terluka.
“River!”
Langkah kaki nya yang penuh emosi terhenti, River menoleh dan mendapati Regan menderap ke arah dia dengan wajah khawatir "Gimana keadaan Tissa? Gue denger desas desus kalo dia terluka tadi" meski Regan sering membully Tissa, tapi itu semua di lakukan agar mereka semakin akrab, diam-diam Regan juga sudah menganggap Tissa sebagai temannya yang harus dilindungi juga.
Tak menjawab pertanyaan sahabat nya, River kembali melangkah. Tatapan nya tajam dan penuh amarah, Regan yang tak mau terjadi sesuatu pada River kini mengikuti kemana perginya cowok itu, hingga mereka berdua tiba di lapangan, ada ciwi-ciwi yang tengah cekikikan, saat tau datang nya River lelucon mereka akhirnya terhenti.
"Siapa dari kalian yang tadi ngelempar bola ke, Tissa?!" tanya River, masih mencoba menahan untuk tidak langsung meledak lantaran lawan nya adalah seorang cewek. Tak ada yang mau mengaku, mereka saling tatapan satu sama lain membuat River jadi semakin emosi
"NGGAK MAU NGAKU?! APA PERLU GUE CEK CCTV LAPANGAN INI?!"
"Coy, tenang"
River menyingkirkan tangan Regan yang menepuk pundaknya, dia tidak bisa tenang sekarang. Merasa takut dengan ancaman River yang tidak main-main mereka akhirnya mendorong seseorang untuk maju dari pada satu orang yang melakukan kesalahan tapi semuanya ikut di hukum. Cewek berambut panjang bergelombang yang saat ini dikuncir menatap River takut-takut.
“Sini lo!” teriak River.
“Ap-apa? gue, gue nggak sengaja tadi" kilah si cewek yang nama nya tidak diketahui oleh River.
River menyipitkan matanya yang memang sudah sipit kini menjadi lebih sipit lagi “Lo punya masalah apa sama Tissa, hah?!” tuding River, cowok itu semakin mendekatkan wajahnya ke wajah cewek tersebut membuat sang empu spontan melangkah mundur.
"Lo kalo ada masalah nggak gini cara menyelesaikan nya! Gue tau Tissa itu menyebalkan, tapi gue juga tau kalau dia nggak akan cari gara-gara kalau nggak ada yang memulainya lebih dulu" lanjut River, menyapukan pandangan. Langkah kakinya perlahan mendekat kearah bola basket yang tergeletak di pinggir lapangan.
Dengan santai cowok itu mendrible bola, Regan menelan ludah. Dia ketar ketir dengan apa yang akan dilakukan oleh River. Setelah cukup jauh, cowok itu berhenti. Lantas berbalik badan dan menghadap ke arah cewek bernama Ratu yang tengah berdiri sendiri, River menarik sudut bibirnya. Dengan sekali sentak kan bola melambung tinggi membuat mereka kaget, River berlari sebari mendrible bola lagi tak jauh dari tempatnya Ratu menunduk, siap-siap.
Duak!!
Semua orang memejamkan mata saat bola itu menghantam keras papan pantul hingga memantul keras tepat ke arah Ratu yang langsung membuka matanya, meski bola itu tidak mengenai tubuhnya namun tak menampik kalau dia cukup terkejut. Ratu jatuh terduduk, dia menangis. Tapi River tak peduli, cewek itu sudah sengaja mencelakai Tissa. "Lain kali gue bakal lakuin hal yang lebih gila daripada ini, bukan cuma buat lo. Tapi buat kalian semua yang berani nyakitin Tissa"
Regan hanya bisa menahan nafas saat menatap River, dia tak menyangka cowok itu punya sisi brutal seperti itu juga. Ambulance datang, dan Tissa segera dibawa kerumah sakit tanpa River ataupun Regan lantaran sudah ada pihak sekolah yang menemaninya.
(^_^)(^_^)
Cowok yang sudah mengganti warna rambutnya dari pink ke coklat itu hanya bisa diam menatap sahabatnya yang tengah menelungkupkan wajah di lipatan tangan. Ada satu pertanyaan yang menghinggap di benaknya, Regan menimbang untuk bertanya atau tidak pada River yang mood nya sedang tidak baik. “Lo tau nggak, gue pikir lo bakal hantam balik muka nya Ratu pake bola basket itu"
"Niat awal emang gitu" gumam River menjawab pertanyaan Regan.
"Segitu marah nya lo sama dia"
“Gue juga nggak nyangka bisa semarah itu, mungkin karena gue khawatir aja sama Tissa" jawab River lagi, masih setia dengan posisinya yang menelungkupkan wajah pada lipatan tangan. Dia belum berniat untuk berpindah posisi, Regan mendekatkan wajahnya ke telinga River untuk membisiki cowok itu sesuatu
“Lo suka ya sama Tissa?”
Spontan River menegakkan kepalanya, sial bagi Regan yang belum sempat menghindar kini harus merasakan sakit di bibir yang ia gigit sendiri. Serta hidung mancung nya yang bertabrakan langsung dengan batok kepala River.
“Sakit b**o!” umpat Regan sembari mengusap bibirnya yang sedikit berdarah.
“Lagian elo, ngapain deket-deket pala gue segala”
“Elo yang salah, kutil! kalo mau mendongak setidaknya bilang!"
Keduanya saling melempar tatapan, lantas sama-sama terkekeh. Hingga selang beberapa menit tak ada yang bisa dilakukan lantaran jam kosong, akhirnya Regan dan River memutuskan untuk pergi ke kantin saja. Mencari minuman teh yang dari pucuk pilihan serta tepung goreng yang di beri toping sayuran alias bakwan.
Di koridor River dan Regan yang awalnya berjalan begitu santai kini harus terhenti, mereka berdua belum beraksi apapun atas apa yang terjadi di lorong. River memasukan tangannya kedalam saku celana lantas menoleh, “Hei kalian!” teriak cowok itu, membuat kegiatan yang tengah terjadi kini terhenti. Regan pun ikut memusatkan perhatiannya, bullying. Masih sering kali terjadi di jaman sekarang, bahkan mungkin makin menggila.
Kedua orang yang berdiri di depan cewek yang tengah terduduk sembari menangis itu menoleh, raut wajah yang awalnya garang kini berubah menciut "Ah, em, River. Kok lo ada disini?" tanya si cewek, dia Audrey yang tengah melakukan bullying pada seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Ratu.
River jongkok di samping Ratu, tangan cowok itu mengusap perlahan darah yang ada di sudut bibir cewek itu, saat kulitnya menyentuh luka, bukan segera menyelesaikan usapan nya justru River malah menekan luka itu kuat-kuat, emosinya kembali dipancing saat melihat wajah cewek yang tadi melukai Tissa.
“Kenapa diem? kenapa nggak lo lawan? atau kenapa lo nggak lempar bola basket tadi ke wajah Audrey sama seperti apa yang lo lakuin ke Tissa"
Ratu memejamkan matanya saat River mendesis tajam tepat di depan wajahnya hingga membuat dia kesulitan bernafas. Pipinya perih, memerah akibat tamparan yang kakak kelasnya berikan tadi, di tambah sekarang River juga menyudutkan cewek itu bukan nya membantu.
Kini, River berdiri lantas menatap kearah Audrey yang masih diam berdiri di tempatnya. Mereka berdua saling bertatapan “Kenapa lo bully dia?" tanya River "Kayaknya lo hobi banget melakukan bullying? Udah ngerasa yang paling bener dan paling berkuasa?"
“Tadi gue denger temen lo masuk rumah sakit gara-gara dia, jadi gue pengen bales aja" Audrey mencoba membela dirinya sendiri.
Regan berganti jongkok mengecek keadaan Ratu yang masih bersimpuh di lantai. River menarik sudut bibirnya, lantas menyeringai membuat Audrey menelan ludah. “Asal lo tau, Audrey. Apapun pembelaan lo, tindakan lo kali ini bener-bener keterlaluan. Stop bully siapapun dan jangan pernah merasa kalo lo pantes buat ngasih hukuman ke mereka!”
“River, udah. Gue nggak papa” Ratu menyela percakapan mereka berdua, River terkekeh mencemooh sembari menatap rendah ke arah Ratu yang berada di bawahnya “Nggak usah kepedean. Gue ngelakuin ini semua bukan buat lo. Tapi gue nggak pengen lihat tingkah Audrey yang semakin menjadi-jadi tiap harinya”
“Gue ngelakuin semua ini buat narik perhatian lo, River! gue suka sama lo!”
Diam, semua orang terdiam. Yang terdengar hanya isakan tangis Audrey, cewek itu kini memeluk teman nya yang langsung menenangkan. Sementara River? dia tidak peduli. Tangannya membantu Ratu untuk bangun.
“Kita ke uks” kata River. Sebelum berlalu cowok dengan senyum menawan itu berhenti di samping Audrey. “Jangan suka sama gue, karena gue udah suka sama orang lain”
“Cabut” ajak River ke Regan. Cowok dengan badan yang lebih kurus dari River itu menoleh sebentar kearah Audrey, lantas menggelengkan kepala sebelum langkah kakinya menyusul River.
(^_^)(^_^)
"Gue yakin si manusia berpipi pasti kaget" celetuk River sembari tersenyum. Regan yang segender saja sesekali mengagumi senyum sahabat nya itu. Senyum River bukan hanya di bibir, melainkan di mata yang ikut melengkung persis sebuah bulan sabit. Langkah River terhenti, begitu pula langkah Regan yang otomatis ikut terhenti saat tiba di depan ruang rawat Tissa. Cewek itu di anjurkan untuk menginap semalam di rumah sakit.
“Lo kalo mau berhenti ngode dulu kek, anjir emang” gerutu Regan, kesal.
River menoleh ke arah sahabat nya itu, lantas berceletuk “Pulang aja yuk”
Spontan cowok dengan hoodie putih itu mendorong kepala River “Yang bener aja dong lo, tinggal selangkah lagi malah ngajak pulang”
River tak mengindahkan ucapan Regan, cowok itu memilih untuk putar balik. Saat River sudah tidak ada di depannya kini Regan bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan membuat cowok itu langsung paham kenapa River tidak ingin masuk. Pemandangan di depan nya terlalu menyakitkan untuk di lihat River yang sudah mulai menunjukan rasa suka nya pada Tissa.
Cowok itu segera menyusul River, meski begitu tetap saja Regan tak ingin mereka pulang dengan rasa kecewa. "River, tungguin elah" sembari mengejar, Regan terus saja misuh-misuh tak jelas, langkah kaki nya semakin dipercepat agar bisa menahan River. Di tarik nya pundak cowok dengan julukan perfect smile lip and eyes itu hingga sedikit terhuyung ke belakang.
"Lo mau pulang gitu aja? please deh jangan kekanak-kanakan. Lagian ini bukan salah Tissa ataupun bang Arsen. Mereka bebas ngelakuin apapun yang mereka mau"
River masih diam membuat Regan mengusap wajahnya kasar. “Kita ke rooftop" tanpa menunggu persetujuan River, Regan langsung menarik lengan sahabatnya itu untuk naik ke rooftop. River juga tidak menolak, dia hanya bertanya dengan nada sinis ke Regan. “Ngapain sih ke rooftop segala?!”
“Terus lo mau kemana? masuk ke kamar Tissa? ayok lah!"
"Nggak!"
Regan melepaskan cekelan tangan nya pada River, cowok itu menghirup udara segar malam hari. Angin yang cukup kencang menerpa wajah tampan mereka, cowok ber hoodie putih itu mendongak menatap langit yang bertabur bintang. Cantik. River tidak mengikuti apa yang dilakukan Regan, dia lebih memilih untuk duduk di salah satu bangku panjang yang ada sana.
“Sinting!” komentar River, tapi tak urung cowok itu terkekeh juga. Regan menoleh, dia segera duduk di samping River. Netra minimalis itu menatap Regan yang tiba-tiba menyambar parcel buah yang ada di samping nya. Tau apa yang akan di lakukan oleh sahabat nya itu, River sontak menempeleng kepala Regan dengan gemas.
Bisa-bisa nya dia akan memakan buah yang ada di parcel, buah tangan untuk Tissa. “Udahlah, Tissa nggak bakal marah. Lagian kita butuh camilan” kata dia sebari menggigit apel.
Udara malam hari menusuk tulang, membuat Regan menggosok-gosokan tangannya, dia menoleh menatap River yang masih tidak bergeming dari tempatnya “Kenapa lo kayak kecewa banget pas lihat Tissa kissing sama Bang Arsen?”
River tersenyum tipis, “Entah lah, gue juga bingung”
Regan menggigit bibir bawahnya, dia menimbang sejenak untuk bercerita kepada River atau tidak. “River” panggil Regan membuat sang empu menoleh “Gue suka sama cewek” lanjut Regan dengan nada yang masih ragu.
“Ya iya lah, kalo lo suka sama cowok gue ogah temenan sama lo” balas River membuat Regan langsung mengumpat, entah kenapa kekesalan Regan membuat River terhibur. “Emangnya lo suka sama siapa sih?”
“Namanya, Ira. Dia temen SMP gue, tapi semenjak dia pindah gue nggak tau dimana dia sekarang” lanjut Regan, cowok itu menghela nafas. Regan mendongak, netranya kembali menatap bintang yang ada di langit. “Lo lihat bintang itu? cantik, kayak Ira”
River tersenyum, mendadak Regan bercerita tentang dia suka dengan cewek. Apa sahabat nya itu sudah mulai mempercayainya hingga dia memutuskan untuk membagi ceritanya bahkan tanpa River minta. Cowok dengan wajah tampan itu merangkul pundak Regan.
"Apa dia secantik itu?"
Dengan yakin Regan mengangguk, tangan cowok itu menunjuk satu bintang yang paling bersinar diantara bintang-bintang yang lainnya, River mengikuti arah telunjuk Regan. "Cantik" puji River, terkesima.
Dan pada akhirnya, mereka berdua menatap satu bintang yang sama.
(^_^)(^_^)
Tissa yang baru saja hendak tidur kini gagal lantaran dua manusia itu datang menjenguknya. Regan yang biasanya tak banyak bicara kini lebih berisik dari biasanya. Yang lebih membuat Tissa kesal adalah, mereka membawakan parcel yang sudah acak-acakan.
“Lain kali kalo nggak niat bawain mending gausah bawa sekalian, ya kali gue cuma makan jeruk doang” gerutu Tissa. Cewek itu menaruh parcel yang acak-acakan di atas meja. “Lagian kalian kesini malem banget sih, jam besuk sudah habis, gaeeesss”
River hanya tersenyum, dia lebih memilih untuk menikmati wajah Tissa yang menggemaskan “Gimana sama mata lo?” tanya cowok itu, perhatian. Tissa mengangguk “Udah mendingan, tapi harus di perban beberapa hari. Thanks ya, lo udah nolongin gue”
“Eh, Tiss. Lo kenapa sih sampe dihantam bola basket sama Ratu?” tanya Regan penasaran, cowok itu naik ke pinggiran ranjang Tissa membuat sang empu langsung melotot. “Gue capek berdiri mulu” lanjutnya. Cewek dengan pipi bakpao itu menghela nafas.
“Kayaknya dia emang nggak sengaja, Re"
"Gue juga tadi lihat lo sendirian, lo nggak punya temen apa gimana?"
Tissa terkekeh. "Iya, gue susah bergaul"
Bohong!
Tentu saja semua bohong, Tissa bukan orang yang introvert dan susah buat berteman. Justru dia sangat mudah untuk mendapatkan teman, tapi itu dulu, sebelum rumor kalau dirinya sering di katai Pelakor antara Arsen dan pacarnya. Setelah rumor itu beredar, semua siswi menjauhi Tissa seakan Tissa adalah virus yang memang harus dijauhi.
“Lagian gue udah cukup punya kalian kok”