Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Tak terasa jika usia pernikahan Aline dan Andrian kini memasuki lima bulan, dan itu artinya tiga bulan lagi pernikahan mereka berakhir. Banyak hal terjadi selama lima bulan terakhir ini, Aline yang dulunya berbicara semaunya, ketus dan dingin. Kini digantikan dengan Aline yang ramah bahkan selalu ceria jika bersama Andrian. Sayangnya Andrian selalu meyakinkan dirinya sendiri untuk sadar akan posisinya, yang mana dirinya harus menahan segala rasa cintanya pada Aline. Karena Aline hanya istri sementara yang harus dirinya jaga, sebelum pria lain yang akan menjaganya nanti.
"Jadi kita pergi?"
Aline bertanya begitu melihat Andrian yang berjalan menuruni tangga.
"Iya,"
"Baiklah, aku akan ke atas untuk mengambil tas."
Andrian mengangguk sambil memberikan senyum tampannya. Mereka berdua akan memutuskan untuk menonton, kemudian makan diluar sambil berjalan-jalan. Aline yang meminta dirinya untuk keluar, karena wanita itu sepertinya sudah bosan diam di rumah tanpa melakukan apapun. Andrian memahaminya, jika wanita itu kesepian dan dia baru tahu jika Aline tidak memiliki satu teman pun. Ini sedikit membuat Andrian bertanya-tanya, mengapa Aline bisa sampai tak memiliki teman? Apakah karena perangainya? Atau kah karena hal lain? Sebenarnya dia ingin bertanya, namun rasanya dia tidak enak. Takut jika dia malah membuat Aline marah atau tersudutkan. Jadi lebih baik dirinya diam saja, selama Aline masih tergantung kepadanya dia tidak masalah.
Tak lama kemudian Aline turun ke bawah, penampilan Aline begitu anggun. Dengan dress cokelat yang panjangnya sebatas lutut, lalu rambut Aline dibiarkan tergerai, wajahnya pun hanya dipoles oleh make up tipis. Aline cantik, wanita itu tahu dengan benar memoles diri.
"Kau tidak ingin berganti pakaian?" Tanya Aline yang begitu melihat Andrian yang seperti akan ke kantor.
Andrian menaikan alisnya tinggi.
"Saya sudah berganti pakaian, saya bahkan sudah mandi."
Aline mengangguk, hanya saja Aline tidak habis pikir. Mereka akan menonton dan berjalan-jalan, tapi mengapa pakaian Andrian seperti akan ke kantor? Memakai kemeja dan jas? Tidak bisakah dia memakai pakaian santai?
"Kau akan menemui clien?"
Andrian menggeleng.
"Lalu mengapa kau berpakain seperti akan bertemu tamu penting?!"
"Saya selalu berpakain seperti ini."
"Hah membosankan." Dumel Aline pelan.
"Kau berbicara sesuatu?"
Aline menggeleng.
"Apakah kau tidak memiliki pakaian lain? Yang lebih santai, mungkin."
"Saya hanya memiliki pakaian santai untuk di rumah,"
Aline berdecak. "Benar-benar pria ini."
"Yasudah lah, ayo kita pergi."
Andrian mengangguk, lalu berjalan dibelakang Aline yang berjalan di depannya.
Di dalam mobil, tidak ada yang bersuara hanya keheningan saja yang menyelimuti. Dan itu membuat Aline mengantuk, Andrian sendiri dia bingung untuk membicarakan apa. Apakah dia harus bertanya mengenai cuaca? Ck yang benar saja. Dia tidak bisa mencari topik obrolan, Andrian bukan pria yang suka mengobrol hal-hal yang tidak penting. Terlebih ini Aline yang di sampingnya, bukan orang lain. Yang sedari tadi selalu membuat dirinya gugup, maka dari itu lah dia lebih memilih diam.
Ketika mobil berhenti di pelataran mal, Andrian melirik ke samping. Dilihatnya Aline yang masih tertidur dengan nyenyak, dia jadi merasa bersalah. Seharunya Aline tidak tidur, tapi malah dirinya membuat wanita itu tertidur. Dia jadi tidak tega untuk membangunkan wanita itu, tapi jika dia tidak membangunkannya Aline pasti akan marah. Andrian jelas tidak ingin membuat Aline marah dan berujung batalnya acara mereka. Jadi, dia memilih untuk menelepon ke ponsel Aline agar wanita itu terbangun. Sebenarnya dia bisa saja untuk membangunkan Aline dengan cara biasa, seperti menepuk lengan Aline atau mengusap wajah Aline. Tapi dia tidak mau megambil resiko, dia takut jika Aline tidak menyukai dirinya yang dengan sembarangan membangunkan Aline seperti itu.
Pada dering pertama, Aline masih tidak terganggu, pada dering kedua pun sama. Namun, pada dering ketiga akhirnya wanita itu terbangun dan langsung mengangkat telepon itu, yang sayangnya sudah Andrian matikan. Aline yang baru sepenuhnya tersadar jika yang menelepon Aline adalah Andrian, membuat wanita itu mengeluarkan tatapan tajamnya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Membangunkan mu."
Alis Aline tertarik ke atas, "membangunkanku?"
Andrian mengangguk.
"Mengapa tidak menepuk lenganku, atau menepuk wajahku?"
Andrian menggaruk belakang kepalanya yang jelas tidak gatal.
"Saya tidak berani, takut kamu marah."
Mata Aline seketika melebar mendengar jawaban polos Andrian. Wah pria di sampingnya ini benar-benar sulit dipercaya.
"Minum dulu."
Andrian menyerahkan sebotol air mineral untuk Aline yang diterima wanita itu dengan senang hati.
"Sudah siap?"
Aline mengangguk, kemudian mereka berdua keluar dari mobil dan masuk ke dalam mal.
"Langsung nonton?"
Tanya Andrian begitu mereka menaiki eskalator. Aline menggeleng, dia sebenarnya ragu apaka Andrian mau atau tidak. Hanya saja dia begitu gatal ingin melihat Andrian yang rileks bukan kaku di mana pun dan saat apapun. Andrian memang tampan, tapi dia agak meyayangkan dengan tampilan pria itu yang selalu formal.
"Ada apa?"
Andrian bertanya melihat Aline yang diam saja, dia berpikir jika mungkin wanita itu masih mengantuk.
"Tidak."
Aline menjawab sambil tetap berjalan.
"Benar?"
"Jika aku mengatakannya, apakah kau akan marah?"
Andrian memandang Aline dengan pandangan bingung.
"Aku takut kau tersinggung, jika aku mengatakannya." Ujar Aline lagi.
"Bicaralah, saya tidak akan marah?"
"Benar kah?"
Andrian mentangguk yakin.
"Mau kah kau merubah tampilanmu?"
Andrian seketika terdiam mendengar Aline berbicara seperti itu.
"Kenapa? Apa kamu tidak nyaman melihat saya berpenampilan seperti ini?"
Aline menggeleng.
"Bukan seperti itu, baiklah lupakan."
Aline langsung memotong ucapannya, dan lebih memilih untuk kembalh meneruskan lagkahnya. Sayangnya Andrian menahan pergelangan tangan Aline membuat wanita itu menghentikan langkahnya.
"Saya sudah janji kan untuk tidak marah padamu, jadi coba bicarakan dengan jelas."
Ucapan Andrian sepertinya adalah kata-kata yang sangat sulit untuk Aline jawab, pasalnya wanita itu sampai menghela napasnya.
"Maaf jika kau tidak suka, tapi apakah kau tidak keberatan untuk mengubah penampilanmu?"
"Aku bukannya tidak suka dengan penampilanmu, kau tampan dengan pakaian rapi seperti itu. Hanya saja, aku merasa kau terlalu kaku. Kita kan hari ini sedang berjalan-jalan, bukan bekerja. Tapi, jika kau tidak nyaman. Aku tidak masalah, kau bebas menggunakan apapun yang menurutmu nyaman."
"Baiklah, bantu saya memilihkan pakain santai kamu mau kan?"
Jawaban Andrian membuat wajah Aline terlihat lebih bersinar.
"Benar kah? Kau tidak marah?"
Andrian menggeleng dengan senyum tampannya.
"Tidak, untuk apa saya marah."
Aline benar-benar merasa senang mendengar perkataan Andrian, karena sejujurnya dia begitu takut dengan Andrian yang tidak mau mendengar pendapatnya.
"Baik ayo kita cari pakaian untukmu."
Andrian mengangguk lalu berjalan dibelakang Aline. Aline yang melihat Andrian yang terus berjalan di belakangnya seperti seorang bodyguard pun merasa risi. Wanita itu pun berbalik ke belakang, kemudian memandang Andrian kesal.
"Bisakah kau berjalan di sampingku? Kau sudah seperti bodyguard ku."
Andrian tersenyum tipis mendengar kekesalan Aline.
"Maaf, saya takut kamu tidak nyaman."
Dan Aline menjawab ucapan Andrian dengan dengusan, karena setelah itu Andrian berjalan di samping wanita itu sesuai dengan yang Aline ucapkan.
Tbc