Pagi datang dengan cepat, setelah tertidur semalaman William bangun dalam keadaan yang kurang baik. Kepalanya terasa begitu pusing, tubuhnya juga terasa sangat lemah.
Pria itu mengamati ruangan tempatnya berada, masih ada di kamarnya, dan tak ada yang aneh dari ruangan itu.
Ditariknya napas, lalu mengembuskannya pelan. Ia mencoba untuk sadar seratus persen dari alam bawah sadarnya sendiri.
“Hiksss ....”
Pria itu terpaku, ia secara spontan menatap ke arah sudut ruangan.
Di sana ... seseorang sedang duduk dengan tubuh gemetar, menyembunyikan wajahnya di antara lutut, dan benar-benar berantakan.
William yang panik segera duduk, ia menatap ranjang tempatnya berbaring, dan matanya kini terfokus pada bercak darah.
Apa yang terjadi?
Kenapa ada seorang wanita di kamarnya?
Dan ...
Kenapa ia tak bisa mengingat apa pun sekarang ini?
William memegang kepalanya, ia tak bida mengingat apa pun. Hanya pertemuan mereka semalam yang ada dalam benaknya, dan segel itu tak ada lagi.
William yang merasa ada sesuatu yang salah segera membuka selimut, dan saat itu pula ia melihat dirinya benar-benar telanjang.
“Hiksss ....”
Rintih tangis itu kembali mengapa indera pendengaran William, membuatnya sadar jika keadaan saat ini tak bisa ia anggap remeh. Pria itu meraih handuk yang terlipat rapi di atas meja, ia melilitkannya pada bagian pinggang dan setelah itu melangkah.
Di dekatinya wanita itu, lalu menyetarakan tinggi badannya.
“Siapa kau?” tanya pria itu.
Sang wanita mengangkat kepala, ia bertemu tatap dengan William. Pandangannya terlihat begitu malang, sedangkan mata berkaca-kaca ... jangan lupakan air matanya yang sudah menggenang pada bagian pipi.
William yang melihat itu merasa heran, ia mengamati wajah cantik nan ayu yang ada di hadapannya. “Siapa kau? Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku?”
Wanita itu semakin bergetar, ia menghapus air matanya kasar. Wajah cantiknya yang pucat semakin pucat.
“Siapa namamu?” tanya William lagi.
“Ba-barbara!” wanita itu menutup matanya.
“Nona Barbara, bagaimana kau bisa berada di kamarku?” tanya William.
“Se-semalam kau yang ... hiksss ... kau yang menarikku! K-kau ... kau ... kau memperkosaku!”
William yang mendengar kesaksian wanita tersebut terbelalak, tetapi ia secepat mungkin menenangkan dirinya. Mungkin semalam ia memang sangat mabuk, dan tanpa sadar menarik salah seorang pegawai hotel ke kamarnya.
William segera berdiri, pria itu kemudian menuju ke arah meja dan mengeluarkan beberapa barang dari dalam sana.
Tangannya meraih cek, lalu dengan menandatanganinya. Setelah selesai, ia kembali ke dekat wanita itu.
“Ambillah, tulis nominal yang kau inginkan dan semuanya selesai.”
Wanita tersebut mengangkat kepalanya perlahan, ia kemudian menatap kertas yang William berikan padanya.
Plak ...
Suara tamparan menggema, sedangkan William kini memegang bagian kiri pipinya yang mendapat hadiah tersebut.
“Kau pikir aku perlu uangmu?”
William melirik.
“Aku juga punya banyak uang!”
Pria itu menyeringai.
“Uang itu tak akan bisa membeli kehormatanku!”
William menatap mata wanita itu, terlihat bersungguh-sungguh.
“Siapa kau?” pria itu kembali bertanya.
Wanita itu kemudian membuang muka. “Aku anak Tuan Michael, semalam aku mencari ayahku, dan kau menyeretku masuk ke kamarmu! Kau merenggut kehormatanku, kau tak peduli meski aku memberontak!”
William menatap tubuh wanita itu, ada beberapa memar, dan juga kissmark.
“Kau memasungku! Kau mencekikku! Dan ... kau memukulku!”
William menatap lebih jeli, semuanya memang terlihat. Pria itu merasa pusing sendiri sekarang ini.
“Apa maumu?” tanya William.
“Pertanggungjawaban!”
“Kau ingin aku melakukan apa?” tanya pria itu. Ia tak ingin nama baiknya hancur jika wanita itu membocorkan semuanya ke publik.
“Nikahi aku, maka kehormatanku akan kembali. Jika kau memberiku uang, kau menghinaku dan keluargaku.”
William segera berdiri, ia kemudian mencari ponselnya. Sedangkan wanita itu menunduk, kembali menyembunyikan wajahnya.
“Aku akan mengkonfirmasi semua ucapanmu,” ujar William. Pria itu kemudian meraih ponselnya, ia segera menghubungi Tuan Michael.
“Ada apa, Tuan William?”
“Bisakah kau ke kamarku sekarang? Ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan padamu.”
“Kau ingin membicarakan bisnis sepagi ini?”
William yang mendengar pertanyaan itu bingung harus mengatakan apa. Tak mungkin ia mengatakan jika semalam memerkosa anak koleganya sendiri di dalam telepon.
“Tuan William ... apa kau masih di sana?”
William kembali fokus. “Ya, ini bukan soal bisnis. Sesuatu yang lebih penting daripada apa pun.”
Terdengar helaan napas dari seberang sana, membuat William melirik ke arah wanita bernama Barbara yang masih meringkuk di sudut ruangan.
“Baiklah ... baiklah ... aku akan segera datang,” jawab Tuan Michael.
William segera menarik sambungan telepon, ia terlihat begitu bingung saat ini. Terus ... pria itu mencoba untuk ingat dengan kejadian semalam. Tetapi sial baginya, tak ada satu pun yang dirinya ingat.
Seharusnya ia tak pergi seorang diri semalam, seharusnya ia tetap membawa Zakky untuk mengurusinya.
William yang tak ingin tenggelam dalam kepanikan menatap ke arah pakaian wanita itu, ia bisa melihat gaun hitam yang tergeletak di atas lantai dengan kondisi mengenaskan. Gaun itu robek, tak mungkin bisa digunakan lagi.
William melangkah ke arah lemari, pria itu kemudian meraih kemejanya.
“Gunakan ini,” ujar William. Diberikannya kemeja dengan warna putih polos, dan berharap wanita itu tidak banyak membantah.
“Barbara, jangan membuatku marah. Gunakan ini sebelum Tuan Michael datang.”
Barbara segera mengulurkan tangannya, dan William menatap tangan itu. Terlihat bergetar, mungkin saja ketakutan.
Tak tahan dengan cara Barbara yang lama, William segera menggendong wanita itu dan membawanya ke arah sofa. Didudukkannya Barbara, dan ia memasangkan kemeja itu pada tubuh mungil Barbara.
William bisa mencium aroma parfumnya ada di tubuh Barbara, dan saat itu ia sadar jika Barbara tidak membohonginya.
Tok ...
Tok ...
Tok ...
William yang sedang mengancingkan kemeja berhenti sejenak, ia kemudian melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai pria itu segera beranjak pergi, menuju ke arah pintu dan membukanya.
“Silakan masuk,” ujar William saat melihat koleganya ada di depan pintu.
Tuan Michael segera masuk, ia menatap keadaan kamar yang berantakan. “Apa kau ingin aku membereskan kamar ini?”
William yang baru saja menutup pintu menghampiri Tuan Michael. “Duduklah, aku ingin bicara.”
William kemudian membawa Tuan Michael masuk ke dalam ruangan yang ada di dalam kamarnya. Ia segera menuju ke arah sofa dan duduk di hadapan Barbara.
Sedangkan Tuan Michael menatap bingung, ia berhenti di depan pintu. Tatapan terfokus pada wanita yang sedang duduk di hadapan William.
“Kau ingin menjadikanku sebagai obat nyamuk?” tanyanya.
William yang mendengar hal itu menggeleng, ia kemudian mengamati wajah Barbara yang terlihat menahan rasa takut.
‘Dia ketakutan ....’ William kemudian menatap lagi ke arah Tuan Michael. “Duduklah, kita semua perlu bicara.”
Tuan Michael segera duduk, oa menatap wajah wanita itu dan kaget. “Barbara! Bagaimana kau bisa ada di sini?”
William yang melihat reaksi Tuan Michael terus mengamati, ia tak salah lihat, dan wanita itu tidak berbohong.
“Tuan Michael, Barbara adalah kekasihku. Dan aku baru tahu jika ia anakmu,” ujar William.
Tuan Michael menatap William. “Benarkah? A-aku ... aku rasa ini agak mendadak.”
Barbara yang mendengar ucapan William terheran-heran, tetapi ia juga tidak ingin bicara. Saat ini, lebih baik bersikap bodoh dan biarkan William mengendalikan segalanya.
“Ya, aku mengundangnya datang setelah acara semalam.”
Tuan Michael terlihat tak terlalu percaya dengan ucapan William, tetapi di dalam hatinya ia sedang tertawa lantang karena William berhasil masuk dalam jaringnya.
“Jadi? Ada urusan apa kau memanggilku?”
William yang mendapat pertanyaan seperti itu cukup kaget.
“Dan kau, Barbara ... kenapa terlihat pucat?” tanya Tuan Michael lagi.
William menatap Barbara yang sedang duduk dengan kepala tertunduk. “Tuan Michael, aku ingin menikahi putrimu.”
William yang sudah selesai dengan kalimat itu merasa lega, memang lebih baik seperti itu. Ia tak ingin Tuan Michael tahu perbuatannya, dan mereka memiliki hubungan yang buruk.
Ya ... biarkan saja ia menikah dengan wanita itu. Setelah pernikahan itu selesai, ia akan membuat wanita tersebut menjadi boneka pajangan saja.