[Ruang khusus pertemuan]
Ruangan yang cukup luas, meja malam dengan ukuran besar dan memanjang. Meja itu terbuat dari kayu mahoni, dan dilapisi tampak dengan warna putih.
Di atas meja sudah ada banyak sekali hidangan mengunggah selera, dilengkapi dengan para pelayan yang berbaris rapi agak jauh dari lima orang pria yang sedang menikmati makanan.
Tidak ada suara pisau, garpu, atau pun sendok makan yang beradu dengan piring. Semua orang makan dengan gaya elegan, dan terlihat menikmati makanan dengan perlahan.
Salah satu pria yang hadir di sana adalah William, paling muda di antara semuanya, dan juga orang yang paling diam.
“Tuan Michael, bagaimana keadaan keluargamu?” tanya Tuan Smith. Ia meraih gelas berisi air mineral, sedangkan matanya melirik Tuan Michael yang baru saja ingin menyuapkan makanan ke mulutnya.
Tuan Michael yang sempat terdiam kemudian melahap makanannya, ia mengunyahnya sejenak, lalu menelannya setelah selesai.
“Putriku, dia baik-baik saja. Istriku juga demikian,” balas Tuan Michael sambil menatap Tuan Smith.
Tuan Smith mengangguk, ia kemudian bersandar dan menyudahi acara makannya. “Kadang aku berpikir keras. Jika saja bisa, aku ingin kembali pada saat masih muda dulu.”
Semua orang yang sejak tadi fokus kepada makanan menatap Tuan Smith. Sedangkan Tuan Smith yang mendapat tatapan dari empat lainnya merasa heran.
“Kenapa kalian menatapku?” tanya pria itu.
“Kau selalu mengeluh belakangan ini,” balas William. Ia kemudian menyudahi acara makannya, meraih gelas berisi air mineral, lalu meminumnya hingga habis dalam satu kali tarikan napas.
William yang sudah selesai meminum cairan itu menatap, ia merasa kenyang sekali, padahal makan dalam jumlah yang sedikit.
“Ha ... ha ... ha ... bukankah aneh jika dia tak mengeluh. Aku sering mendengar keluhannya,” balas Tuan Alzheimer. Ia memang paling dekat dengan Tuan Smith, dan mereka juga sudah lama bekerja sama.
Tuan Smith yang mendengar penuturan Tuan Alzheimer melirik. “Aku hanya menyesal karena tubuhku yang sudah lumayan tua ini tak bisa bekerja dengan baik seperti saat masih muda dulu.”
“Semuanya juga akan berjalan, menjadi tua, lalu mati. Aku rasa itu normal.” Tuan Roberto yang sejak tadi diam juga angkat bicara, ia terlihat begitu santai. “Tapi, memang wajar jika kau mengeluh. Sejak dulu kau selalu bekerja dengan giat, hingga kau mendapatkan semua hasilnya sekarang.”
William merasa sangat bosan dengan pembicaraan semua orang. Pria itu menarik napas, mencoba tetap bertahan untuk mendengarkan keluh kesah para pengusaha itu.
“Tuan William,” tegur Tuan Roberto.
William yang mendengar namanya disebut menatap. “Ya? Ada apa? Kau membuatku kaget.”
“Bagaimana jika kau berkenalan dengan putriku?” tanya pria itu.
William yang mendengar penuturan Tuan Roberto agak sedikit bingung. Pasalnya ... ia sama sekali tak tertarik untuk berkenalan dengan seorang wanita.
Dalam sudut pandangnya, wanita adalah makhluk paling menyebalkan di dunia ini. Ia dulu sering melihat sang nenek yang terus dan terus mengomeli kakeknya.
Belum lagi jika ada beberapa hal yang dianggap sebuah kejanggalan, wanita akan lebih mengerikan dari agen FBI, CIA, Spy, atau sesuatu yang lebih mengerikan lainnya untuk menyelidiki sesuatu.
“Apa kau tertarik?” tanya Tuan Roberto yang sejak tadi diabaikan karena William masih melamun.
William yang sadar jika ia belum menjawab pertanyaan itu tersenyum kecil. “Maafkan aku, aku masih belum bisa memikirkan masalah wanita.”
Tuan Michael menepuk tangannya, seorang pelayan segera menghampiri, dan membungkuk di dekat Tuan Michael.
Tuan Michael kemudian berbisik kepada sang pelayan, dan setelah selesai ia kembali fokus kepada teman-temannya. Sementara sang pelayan segera keluar, kelihatannya mengambil sesuatu untuk Tuan Michael.
“Pemikiran Tuan William jelas sama dengan putri dan kedua putraku,” ucap Tuan Michael segara tiba-tiba, ia terlihat sedikit tak bersemangat jika ingat dengan sikap anaknya.
William yang mendengar hal itu menatap, ia merasa sedikit beruntung jika ada orang yang seusianya yang memikirkan hal-hal berguna dan menguntungkan.
Pria itu kemudian menarik napas, ia menggeliat, dan terlihat begitu lega. “Apa tak ada pembahasan lain? Sepertinya lebih menyenangkan jika kita membicarakan tentang bisnis yang menguntungkan.”
“Kau terlalu tegang, Nak.” Tuan Roberto tersenyum.
William yang mendengar hal tersebut menatap. “Aku merasa biasa saja.”
Tuan Michael yang merasakan hawa tidak terlalu nyaman menarik napas, ia kemudian mengembuskan napasnya perlahan-lahan.
Pintu ruangan kembali terbuka, seorang pelayan membawa beberapa minuman di tangannya. Di belakang pelayan itu, wanita-wanita cantik juga ikut masuk.
“Malam ini aku tak terlalu ingin membahas bisnis, aku sedang ingin bersantai sejenak, sambil menikmati dunia.”
William yang melihat kehadiran wanita-wanita itu merasa sedikit ngeri, ia memerhatikan wajah-wajah cantik yang kini sedang berjalan ke arah mereka.
“Selamat malam, Tuan sekalian ....” Seorang wanita menyapa dengan ramah. Suaranya menang terdengar begitu merdu, dan membuat siapa saja ingin mendengar suara itu terus dan terus.
Tetapi tidak untuk William, ia merasa muak. Pria itu kemudian menatap Tuan Michael, ia terlihat begitu geram dengan kelakuan koleganya yang satu itu.
“Tuan William, ada apa?” tanya Tuan Smith. Ia tak mengerti mengapa William harus memberikan tatapan setajam itu kepada Tuan William.
“Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu? Jangan sampai mengundang wanita asing.”
Tuan Michael yang mendengar penuturan William tersenyum. “Tenanglah, mereka tidak akan mengganggumu.”
“Bagus jika begitu,” balas William.
Tuan Alzheimer menatap heran, ia tak menyangka jika William tidak menyukai seorang wanita. Ia kemudian menatap wanita-wanita yang ada di hadapannya mereka, benar-benar cantik dan juga menawan. Mereka terlihat menggoda, tentu saja juga bisa menghibur mereka yang sudah agak sedikit jemu dengan istri masing-masing.
“Kelihatannya kau sangat bersemangat, Tuan Alzheimer.”
Tuan Alzheimer melirik ke arah Tuan Michael. “Apa kau ingin dilayani seorang diri oleh mereka?”
“Tentu saja tidak, mereka hanya tak akan mengganggu Tuan William. Sisanya akan dengan bebas kita nikmati.”
William yang mendengar hal itu merasa lebih nyaman, ia kemudian menatap salah seorang pelayan yang sejak tadi sudah menyangka cairan wine ke dalam gelas mereka.
Sesungguhnya ia benci minuman beralkohol, baik itu wine yang mahal, atau juga minuman lainnya.
“Minumlah, aku membelinya cukup mahal.”
William menatap Tuan Michael. “Kau selalu saja memberikan hal yang tak aku inginkan. Baiklah, aku menghargai hal ini. Tetapi, tolong jangan memaksaku minum terlalu banyak.”
William yang tak ingin berdebat menatap minuman yang ada di atas meja, dari baunya saja sudah tidak terlalu nyaman, dan ia ingin acara ini cepat berakhir.
Semua orang diam-diam melirik, mereka seperti menunggu saat-saat William meraih minuman itu dan menikmatinya.
William menarik napasnya lagi, ia kemudian menatap ke arah gelas lebih jeli dan mengembuskan napasnya perlahan. Tangan pria itu terulur, meraih gelas, lalu mendekatkan gelas itu ke arahnya.
“Tuan Michael, kenapa ini terasa sangat buruk?” William melirik, ia melihat orang-orang yang bersamanya sudah berpangku ria dengan para wanita.
Sedangkan Tuan Michael yang sedang berciuman dengan wanita di pangkuannya melirik William, ia kemudian meremas bagian b****g wanita itu, dan melepaskan ciumannya.
“Cobalah, hanya segelas untuk menghargaiku.” Tuan Michael yang sudah selesai mengatakan itu kembali mencumbui wanita di pangkuannya, ia terlihat tak peduli, tetapi diam-diam mengawasi William.
William menatap ke arah sekitar, tak ada yang peduli padanya, mereka semua sedang menikmati mainan masing-masing. Pria itu melirik para pelayan, terlihat tak memerhatikan dirinya dan hanya diam di tempat.
‘Menyebalkan!’ maki William di dalam hatinya. Ia kemudian meneguk cairan itu, dan menelannya dengan cepat.
Ketika wine tersebut masuk ke dalam kerongkongannya, William menahan napas. Ia kemudian meletakkan gelas di atas meja, lalu terdiam beberapa saat.
“Bagaimana? Apa kau sudah lega?” tanya Tuan Smith.
William melirik koleganya itu, ia mengangguk, dan menopang kepala sekolah dengan tangan kiri. Terasa pusing, dan ia tak ingin bicara. Mungkin itu efek karena dirinya baru pertama kali menikmati minuman beralkohol.
Pria itu menatap sekitar kembali, kali ini penglihatannya terlihat berputar-putar, ia merasa sakit yang teramat sangat parah, dan matanya terpejam begitu erat.
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu terlihat puas, mereka menunggu saat-saat William jatuh dan tak sadarkan diri. Beberapa dari mereka menghitung detik demi detik yang berjalan cukup cepat.
Brak ...
William terjatuh dari kursinya, ia tak sadarkan diri. Pria itu terlihat mengeluarkan keringat yang cukup banyak, wajah William juga terlihat pucat.
Tap ...
Tap ...
Tap ...
Suara langkah kaki itu terdengar menggema, stiletto dengan warna hitam pekat, lalu gaun hitam ketat yang cukup pendek dan terbuka menjadi penunjang yang teramat pas untuk wanita itu.
Wajahnya yang cantik terpapar sinar lampu ruangan, dan ketika seluruh perhatian terpusat padanya ... wanita itu malah menyeringai. Tak berapa lama, seringaian itu tidak ia tampilkan lagi.
Dandanannya malam ini begitu natural, wajahnya yang cantik semakin cantik kala berekspresi anggun.
“Apa kalian tak ingin membantuku? Angkat dia ke kamarnya, dan aku akan menjalankan tugasku.” Wanita itu kemudian membalikkan tubuhnya, ia melirik beberapa orang pelayan yang ada di ruangan itu.
Pria-pria itu langsung memerintahkan para wanita yang bersama mereka untuk menjauh, mereka bersedekap.
“Rencanamu benar-benar sempurna,” ujar Tuan Smith.
Mendengar hal itu, sang wanita lantas berhenti. Ia menunggu kalimat apa lagi yang akan semua orang berikan kepadanya. Sengaja baginya tidak menatap, sengaja pula ia tak menjawab.
“Aku menunggu hasil paling sempurna besok pagi,” timpal Tuan Michael.
“Kau memang wanita yang licik.” Tuan Alzheimer menyeringai.
“Aku akan melaporkan pekerjaan kita kepadanya terlebih dahulu.” Tuan Roberto terlihat begitu senang.
Wanita itu kembali melangkah, dan di belakangnya dua orang pelayan pria sudah membawa tubuh William. Mereka menuju ke kamar pria itu, lalu akan menjalankan rencananya yang lain.
Setelah cukup jauh dari ruangan tempat William dan yang lainnya melakukan pertemuan, wanita tersebut tiba-tiba saja berhenti. Ia membalikkan badan guna melihat kedua pelayan yang membantunya.
“Kalian berdua, setelah ini layani aku. Aku tak akan membiarkan drama ini hanya tinggal drama.” Wanita itu segera melangkah, dan kedua pelayan yang memang sudah ia siapkan juga melakukan hal yang sama.
Malam ini ia akan menjadi wanita gila yang bercinta dengan pelayan hotel, dan esok paginya hasil perbuatan kedua pelayan hotel itu akan menjadi tanggung jawab William. Benar-benar tak waras, tetapi tetap saja ini demi uang yang akan dirinya dapatkan.