"Dav, kamu gak denger saya?" ulang Pak Abrisam. Aku pura-pura tuli saja. Pak Abrisam ada terus kemauannya.
"Bapak, ini saya beneran banyak pekerjaan. Bisakan Pak, saya selesain dulu kerjaan saya?" tanyaku. Aku masih di pangkuan Bos tengilku, ini. Rasanya, aku kesulitan napas. Bagaimana enggak? Setiap napas, rasanya kayak ada yang nggak nyaman gitu.
"Kamu pikir, saya tidak banyak pekerjaan juga. Maka dari itu buruan suapin saya supaya kita bisa kerja!" jawabnya keras. Duh, suaranya sudah kayak guntur. Ini nih, yang membuat aku kadang menciut seciut-ciutnya.
"Tapi, Pak. Bapak bisa makan sendiri kan? Atau begini saja Pak. Saya suapin Bapak, tapi duduk di sebelah Bapak aja, bagaimana?" tawarku. Lagian, Bosku aneh banget. Dia mau aku duduk di atas pangkuannya sambil menyuapi dia. Emang faedahnya apa!! Makan sendiri tetap kenyang, 'kan?
"Yaudah. Kamu duduk di sebelah saya. Tapi inget, suapin yang bener!" perintahnya. Aku cuma mengangguk. Bersyukur akhirnya otak Pak Abrisam kembali waras. Mungkin tadi sarafnya korslet jadi ya begitu. Miring mendadak.
"Makasih, Pak," jawabku. Aku harus bilang makasih, biar dianggap sekertaris yang tau diri. Sudah dikasih kemudahan tapi tidak ada balas budinya. Dulu, pernah gitu. Dia memudahkan pekerjaanku tapi aku lupa bilang makasih, alhasil dia nyerocos kayak bebek. Mulai dari jam kerja sampai jam pulang kerja dia nyerocos. Sampai katanya bibirnya pegel. Ya siapa yang suruh? Bukan aku juga.
Dia cuma senyum. Tapi asal kalian tahu, senyum Pak Abrisam itu ... cukup menawan. Ehem... Bukan maksud memuji ya, tapi memang kenyataan. Dan, bukan berarti aku tertarik sama dia. Duh, aku cuma suka sama Mas Regan seorang. Semoga jodoh masa depanku. Aminkan, toloooong....
Kebiasaan Pak Abrisam dia kalau lagi makan di kantor pasti selalu sambil menyalakan tv. Remot di atas meja di ambil. Kemudian layar kotak yang nggak jauh dari kami menampilkan dua pasang orang lagi membacakan berita. Biasa, berita pagi hari. Pak Abrisam memang kebapak-bapakan banget. Tapi, nggak juga, sih. Soalnya dia juga suka menonton kartun. Lucunya dia suka nonton kartun Dora.
Ini Dora loh, bukan Avatar atau paling mentok kalau dia beneran laki-laki setidaknya nonton Spongebob.
Aku pernah menanyakan itu, terus dia jawab itu memang kartun kesukaannya dari dulu. Astaga, harusnya orang kayak dia nontonnya film action atau film kartun Ben 10 atau Naruto. Tapi, ya sudahlah terserah Bosku. Selama dia nggak mengganggu hidupku. Aku sih, aman-aman saja. Tapi, kalau sudah menyangkut pautkan aku. Harus siap siaga!
"Dav, kamu lihat deh, sekarang musim begal. Jadi, kamu harus hati-hati," ujarnya. Menunjuk televisi yang menampilkan berita pembegalan di suatu wilayah.
Oiya Aku belum cerita, kalau kendaraan yang aku punya cuma sepeda motor. Motor matik warna merah. Sebenarnya sih, itu aku nggak beli sendiri. Aku, dikasih bonus sama Pak Abrisam. Ya, walaupun Pak Bos m***m, sengak, jahil, gaje dan segala sifat buruk ada di dia, Pak Bos masih ingat karyawannya.
Sebenarnya bukan cuma aku yang dikasih bonus. Reno, Senja dan bahkan Mas Regan pun dapat. Tapi bonus mereka nggak sebesar bonus yang Pak Bos kasih ke aku. Ya aku juga agak bingung kenapa dia kasih aku motor metik sedangkan yang lainnya cuma dikasih smartphone itupun bukan keluaran baru.
"Iya, Pak. Lagi pula, saya kan seringnya berangkat kerja dan pulang kerja sama Bapak," sahutku sambil menyuapi dia. Aku ngomong dengan suara cukup keras. Volume tv nya keras banget. Serasa budek mendadak.
"Saya tahu. Tapi, kalau misalnya mau ke toserba atau ke rumah temen kamu gak sama saya kan?" ujarnya, menyadarkan ku. Aku cengengesan saja. Benar kata Bosku. Aku memang sering keluyuran kalau lagi nggak ada kerjaan.
Kadang ke toko buku--aku suka membaca buku-- kerumah temen, ke warung makan atau sekadar ke super market buat beli belanja bulanan.
Aku ke supermarket ya memang hanya sebulan sekali. Soalnya aku cuma tinggal sendiri kan, belum lagi aku sering nggak di rumah. Kalau sarapan atau makan siang biasanya di rumah Bosku atau makan di luar sama temanku. Kadang juga diteraktir teman. Aku memang sedikit belanja, banyak menabung.
Menghemat untuk masa depan. Kita kan gak tahu, jodoh kita finansial nya bakal lebih dari kita atau malah sebaliknya. Intinya, persiapkan dari awal. Dan belum lagi, di pelajaran Ekonomi ada tuh yang namanya kebutuhan yang tidak terduga. Jadi uang yang kita kumpulkan bisa digunain untuk kebutuhan yang tidak terduga itu.
"Dav, ambilin saya minum. Seret banget," pinta Pak Abrisam sambil mengusap lehernya. Ak langsung mengambilkan botol air di dalam kulkas di sudut ruangan ini. Langsung kukasih ke dia setelah kubukakan tutupnya. Dia memang manja, tutup botol selalu aku yang bukain. Ribet kan punya Bos cetakan Pak Abrisam ini?
"Dav, lap-in bibir saya dong. Basah ini." Pak Abrisam mencondongkan wajahnya ke depan wajahku.
Dia kalau nyuruh-nyuruh memang enteng banget. Tisu di atas meja aku ambil langsung mengelap bibirnya yang basah karena air minum. Padahal, dia bisa loh, ngelap sendiri. Memang dasarnya nggak mau gerak. Andai sumpahku terwujud, aku mau dia nggak bisa gerak seharian. Biar kayak pohon, geraknya pasif.
Percuma juga dia bisa gerak aktif tapi apa-apa aku yang disuruh. Tuh kan, aku jadi emosi sendiri. Ini masih pagi, belum siang nanti. Rasanya ubun-ubunku kayak di kasih bara api.
"Pak maaf say---."
Aku langsung menjauh dari Pak Abrisam saat Mas Regan masuk dengan tiba-tiba. Mataku melebar, jantungku berdegup kencang kaya abis lari maraton.
Kenapa dia nggak mengetuk pintu dulu, sih?!! Dia pasti lihat aku ngelapin bibir Pak Abrisam?! Mati aku, bisa dianggap murahan....
Aku mengalihkan wajahku supaya nggak dilihat Mas Regan. Bisa bahaya kalau sampai dia tahu, aku lah yang mengelap Pak Abrisam.
Mas Regan mendekat ke sisi sofa dekat Pak Abrisam. Dan Bosku itu berdiri, mensejajarkan posisi mereka berdua.
"Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" tanya Bosku dingin.
Perlu kalian tau, banyak yang menduga kalau Bosku dengan Mas Regan punya hubungan yang tidak harmonis. Bukan, mereka bukan pasangan yang habis putus terus jadi mantan yang nggak akur. Tenang, mereka berdua masih normal.
Maksudnya, banyak yang bilang Bosku tidak suka perangai Mas Regan yang sok-sok-an kalem. Tapi nggak tahu ya, soalnya itu cuma dugaan hasil dari gosipan kami sebagai karyawan kurang ajar.
Walaupun begitu, harusnya Pak Abrisam buka mata selebar-lebarnya, dong. Karena menurutku dan sebagian besar pegawai wanita di kantornya bilang bahwa Mas Regan ini memang laki-laki kalem. Ya, walaupun memang sifat mereka berdua kalau dilihat-lihat agak beda. Mas Regan dominan pendiam sedangkan Pak Abrisam tipe orang yang frontal.
Apapun yang Pak Abrisam nggak suka bakal langsung bilang nggak suka. Dan apapun yang dia suka, dia bakal puji habis-habisan. Tapi kalau sama aku, baik atau buruk hal yang aku lakuin selalu dimarahi. Kayaknya sih, dia memang benci banget sama aku.
"Maaf, Pak. Tv Bapak terlalu keras volumenya. Saya sudah mengetuk beberapa kali, tapi Bapak tidak dengar sepertinya," jawab Mas Regan.
Woooh!! Ini gara-gara duda kampret! Kenapa juga harus nyalahin tv sekeras itu sih?!
"Ya sudah, mana yang harus saya tanda tangani?" Dan dia sama sekali nggak merasa bersalah.
"Tidak ada Pak. Bapak cuma perlu mengecek ulang saja."
Aku kesusahan bernapas. Rasanya, nggak ada oksigen di ruangan ini. Mana Mas Regan masih di situ. Jantungku jadi berdetak tidak karuan. Astaga, ini karma atau apa, sih?!
"Ini sudah bagus," ungkap Bosku. Lalu menaruh berkas dalam map berwarna hijau tua ke atas meja.
"Kalau begitu saya pamit, Pak..., Dav saya pamit."
Eh, Mas Regan bilang apa? Dav?
Oh s**t! Dia tahu kalau itu aku?!
Astaga, aku kira dia nggak tau kalau aku yang duduk di sofa.
Aku mengangguk, sambil memutar tubuhku dan tersenyum canggung sama Mas Regan.
"Iya, Mas."
***
Yang suka cerita ini, yuk masukan ke library.
Baca juga cerita Dua Istri Abu-abu (Ini tentang pernikahan dini, perjodohan, perselingkuhan, dan persahabatan)
Dating With Psychopath (Dari judul pasti bisa menebak kan? Cerita ini tentang mafia)
My Tetangga Is My Husband (Tentang cinta masalalu, permusuhan, dan perjodohan)
Possesive Ghost (Tentang manusia yang jatuh hati pada hantu, dan hantu nya bisa jadi manusia)