Davina's POV
Berulang kali aku mondar mandi di ruang kerjaku setelah keluar dari ruangan milik Pak Abrisam. Rasanya aku seperti habis dari rumah hantu. Panas dingin, gemetaran, sampai perutku rasanya mules. Walaupun sudah keluar jantungku tetap berdetak nggak karuan. Bisa dibayangkan mukaku tadi seperti apa di depan Mas Regan.
Astaga..., padahal aku mati-matian jaga 'image' di depan dia. Eh, tadi malah kepergok berduaan sama Bos 'sableng' itu.
Jangan sampai deh Mas Regan mikir aku perempuan murahan.... Orang sealim dia mana mau sama perempuan murahan?
"Lo kenapa sih?!" tanya Senja tiba-tiba yang sudah berdiri di sampingku sambil bawa map warna jingga. Perempuan penyuka warna senja itu langsung duduk di kursinya yang cukup berdekatan dengan kursiku.
Aku nggak mungkin bilang tentang kejadian tadi. Pasti Senja akan seneng banget. Secara, dia suka sama Mas Regan. Dan dia akan menganggap dirinya unggul satu poin dariku.
Aku mendudukkan diriku di kursiku secara kasar. Benar-benar pusing. Ah, tapi setelah aku nggak sengaja memerhatikan kertas-kertas di atas mejaku membuat aku seketika menghembuskan napas berat.
Astaga, di depanku ini masalah lebih besar lagi. Tambah bikin aku pusing! Belum lagi nanti siang Pak Abrisam minta di antarkan ketemu dengan istrinya. Ralat, mantan istrinya.
Hah!! Ini gara-gara permintaan Pak Abrisam. Semua pekerjaanku semakin bertambah. Dasar bayi bangkotan! Sekarang aku benar-benar marah. Belum lagi nanti aku harus menemani Bosku ketemu sama klien. Nggak usah dicari tau, aku pastikan hari ini aku akan sibuk banget!
Sibuk banget!
Ini semua karena bayi bangkotan!
Pak Abrisam sialan!
"Heh, kenapa sih, lo?!" Senja memukul mejanya menyadarkanku. "Mukanya kok kayak kesel gitu?"
Aku menggeleng keras males menanggapi Senja. Pokoknya sekarang aku harus fokus sama berkas ini biar cepat selesai.
Lagi-lagi aku menghembuskan napas berat. Aku melirik Senja dan Reno bergantian (aku satu ruangan juga sama Reno) sepertinya mereka enak banget hidupnya. Nggak pernah ada yang ganggu kerjaan mereka.
"Senja," panggilku dan Senja hanya bergumam tanpa menolehkan kepalanya. Justru Reno yang melirikku sekilas lalu fokus lagi sama laptopnya.
"Lo mau nggak gantiin gue buat nemenin Pak Abrisam ketemu sama mantan istrinya?" tanyaku. Aku menunggu dengan was-was. Aku berharap dia bakal mau, supaya pekerjaanku ini satu persatu rampung, gitu loh....
Senja nampak merapikan kertas-kertas di mejanya. Memasukan ke dalam map hijau beberapa lembar dan map jingga beberapa lembar. Lalu menumpuk dua map itu menjadi satu. Dan Senja berbalik menghadapku. "Mau. Asal lo beliin gue martabak kesukaan gue dua," jawabnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tangannya membentuk huruf V.
Aku sempat nggak percaya saat dia bilang 'mau'. Aku kira dia akan nolak dengan 'enak aja, itukan tugas lo!' tapi ternyata prediksiku salah. Aku segera mengangguk sebelum dia berubah pikiran. Nggak apa-apa, deh aku harus keluar uang buat beliin dia martabak.
Semoga Pak Abrisam nggak marah deh kalau tugasku digantikan oleh Senja.
"Oke gue beliin martabak dua. Asal lo juga kasih alasan yang masuk akal ke Bos, ya?"
Senja membentuk gestur hormat "Siyap, itu mah gampang! Gue pergi dulu ya, mau kasihin ini ke Mas Regan sekalian tebar pesona. Hahaha," katanya dengan centil.
Perkataan Senja itu membuatku seketika ingat Mas Regan lagi. Aku cuma mengangguk singkat. Dan Senja keluar sambil bawa dua map di tangannya.
"Lo yakin, Bos nggak marah kalau kerjaan lo digantiin senja?" Reno tiba-tiba berkomentar saat Senja sudah hilang di ruangan mereka.
"Ya gimana, Ren. Ini gue banyak kerjaan. Belum lagi nanti harus ketemu klien dan ngatur jadwal Bos lagi," jawabku sedih.
"Lo keknya lebih sibuk dari, Bos ya. Tapi sebanding deh, lo kan anak kesayangannya Bos," kata Reno sebelum kembali berkutat sama laptopnya lagi.
Aku bersungut, "Enak aja anak kesayangan! Gue selalu disiksa sama kemauannya yang nggak masuk akal itu!" kesalku. Sudah pusing karena kerjaan eh, si Reno malah membuatku makin kesal.
"Cara Bos menyayangi karyawannya kan beda-beda, Dav," celetuk si gendut lagi.
Aku berhenti mengetik, dan memikirkan apa yang Reno katakan. Si gendut itu kadang kalau mikir memang ada betulnya.
Apa iya, penyiksaan Pak Abrisam itu dapat diartikan sebagai bentuk rasa sayang Pak Abrisam ke aku?
Apa iya? Kalau disiksa berarti orang itu disayang? Kok malah kedengaran aneh gitu.
_____________________________
Author's POV
"Jadi ini Mas berkasnya, tolong di cek lagi sebelum dikasih Pak Abrisam," kata Senja centil. Perempuan itu memulai aksinya untuk menggoda atau memikat perhatian Regan. Dimulai dari mengibaskan rambutnya, memainkan bibirnya hingga dengan sengaja memegang kancing bajunya. Senja mungkin berniat membuka kancingnya.
Sementara itu, Regan hanya mengangguk singkat bahkan tidak berniat melirik perempuan itu. "Iya nanti saya cek lagi, Ja." Regan tersenyum singkat.
Senja tersenyum lebar. Senyum yang dibuatnya agar terlihat semanis mungkin.
Tapi, Regan justru terlihat ilfeel melihatnya.
"Udah Mas?"
Regan mengangguk.
"Oh kalau gitu, saya keluar nih, Mas?" Senja mengedipkan satu matanya.
"Ya, keluar kan udah selesai." Regan menatap Senja dengan tatapan aneh.
Senja mengangguk pelan. Menggigit bibirnya dan terakhir mengedipkan satu matanya lagi.
Senja berbalik kemudian melangkah dengan langkah yang sama, dibuat melenggak-lenggok.
"Ja!" panggil Regan memberhentikan langkah perempuan itu.
Dalam hati Senja berseru kegirangan.
"Kan, apa gue bilang. Pasti dia tergoda sama gue," batin Senja. Kemudian, kembali berdiri di depan meja Regan.
"Ada apa, Mas?" tanyanya dengan penuh harap.
Regan memperbaiki posisi duduknya. Hingga tubuhnya sekarang condong ke depan dan menahan dagunya dengan satu tangan.
"Boleh saya tanya sesuatu Ja?"
Senja mengangguk antusias.
"Hem, Davina punya hubungan khusus sama Pak Abrisam, ya?" tanya Regan dengan dahi berkerut.
Samar-samar Senja mendengus kasar. Ia pikir Regan akan mengajaknya jalan nanti malam atau sore ini. Ternyata cuma mau nanyain tentang Davina.
Eh, tapi Senja kepo, kenapa Regan tanya soal itu?
"Mas Regan tau dari mana?" tanya Senja balik.
Regan berdecak lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. "Makannya itu saya tanya kamu, Ja," kesal Regan sudah tidak berminat mengobrol dengan Senja.
"Saya juga nggak tahu, Mas. Memangnya kenapa sih, kok tanya itu?" tanya Senja lagi masih penasaran.
"Nggak, tadi saya ngelihat dia nyuapin Pak Abrisam," jelas Regan sambil mulai membuka laptop.
Mata sipit Senja membulat. Meski tetap nggak bisa bulat banget.
"Seriusan, Mas?!" Senja kali ini benar-benar terkejut. Seketika muncul ide licik di kepalanya. "Ah, kayaknya kalau gue iyain, saingan gue buat deketin Mas Regan jadi berkurang satu," kata Senja dalam hati lalu tertawa jahat. Di dalam hati juga.
"Waah! Kayaknya, Davina memang punya hubungan khusus sama Pak Bos, deh!" komentar Senja memanas-manasi Regan.
Regan berpikir. Lalu berdeham. "Oh gitu ya? Makasih Ja infonya. Saya masih banyak kerjaan, Nih. Jadi kamu bisa keluarkan?" terang Regan.
Dan Senja tau itu kalimat pengusiran. Sepertinya Regan sudah tidak tertarik sama cerita tentang Davina dan Pak Bos.
Senja kemudian keluar ruangan Regan. Sambil berpikir tentang Davina dan Pak Bos. Tapi sedetik kemudian Senja mengendikan bahunya tak acuh. Lagi pula dia tau, Bosnya itu memang begitu. Suka meminta hal yang aneh-aneh. Jadi, tidak mungkin Davina punya hubungan khusus sama Pak Abrisam.
Dan, Pak Abrisam kan masih suka sama mantan istrinya yang jadi model dewasa itu.
Ah seketika, Senja ingat dia harus mengantarkan Pak Abrisam. Senja segera melangkah menuju ruangan Bosnya itu. Semoga Pak Abrisam belum pergi sendiri.
_____________________
Yuk masukan cerita ini ke library? Supaya rajin update tinggalkan komentar ya???
Baca juga cerita Dating With Psychopath
Dua istri abu-abu dan Possessive Ghost.