Selamat membaca
***
Saat itu, aku hanya bisa menutup mata sambil terus mengucap kata ma’af, pada orang-orang yang pernah aku sakiti hatinya, pada orang-orang yang pernah aku khianati di masa lalunya, yang sejujurnya tanpa pernah sengaja aku lakukan, atau tanpa niatan buruk sebelumnya.
***
Kanaya, perempuan itu melepaskan kacamata saat hampir memasuki gedung di mana biasanya diselegarakan musikalisasi, perempuan itu akhirnya kembali menginjakan kaki di tempat ini, di mana ia bisa menemukan kesenangannya, kesenangan yang semasa remaja, semasa anak-anak muda temukan, yang belum pernah ia alami dalam hidupnya.
Perempuan itu, kini sudah berubah, tak lagi menjadi seorang penjahat dengan cara merebut laki-laki orang lain, dua tahun lalu, Kanaya pernah menjadi perempuan yang terburuk di muka bumi ini, menginginkan laki-laki yang sudah menjadi milik perempuan lain, menginginkan laki-laki yang saat itu tengah mengikat janji suci dengan perempuan lain, bukan kah Kanaya saat itu benar-benar menjadi perempuan yang bodoh saat itu? Merasa bahwa laki-laki itu begitu setia padanya, merasa bahwa laki-laki itu adalah terbaik untuknya, dan Kanaya juga menjadi perempuan terbaik bagi laki-laki itu, padahal, di luar itu semua, Kanaya menjadi perempuan penghancur hubungan orang lain.
Ya, jelas saja Kanaya saat itu menjadi perempuan yang bodoh, yang tidak tahu diri, tapi, itu juga sebenarnya bukan salah Kanaya seutuhnya, ia benar-benar tidak tahu bahwa Keral sudah memiliki tunangan yang bernama Nayla, Kanaya sungguh tidak berdusta akan itu semua, tapi Kanaya mengakui bahwa dirinya saat itu benar-benar bodoh, menggangap bahwa laki-laki yang tengah mendekatinya itu tengah lajang, tanpa mencari tahu lebih dahulu kebenarannya adalal hal yang paling ceroboh yang Kanaya lakukan selama hidupnya.
Karena kecerobohannya itu lah, Kanaya terjebak di antara dua orang yang mencintai, Kanaya dijadikan selingkuhan oleh Keral yang sudah hampir menikah dengan Nayla saat itu, sungguh, hal yang paling sial, paling bodoh yang sudah Kanaya alami di hidupnya.
Tapi, sekarang Kanaya benar-benar sudah mengubur masa lalunya itu, setekah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Keral saat itu, dan Kanaya langsung terbang, ke tempat tinggal Ayahnya, dan mengambil alih pekerjaan Ayahnya karena saat itu Ayah Kanaya tengah sakit, dan harus melakukan perobatan yang memakan waktu lama, dan kalau bukan Kanaya yang meneruskan perusahaan Ayahnya, jelas saja usaha Ayahnya itu akan hancur.
Semua keluarga Ayahnya merembuk, dan kebetulan Ayahnya yang saat itu juga tengah memiliki istri dan anak, dikarenakan sudah bercerai dari Ibunya Kanaya sejak Kanaya kecil pun memutuskan untuk Kanaya lah yang mengambil alih pekerjaan Ayahnya itu, dan semua yang terlibat di sana pun setuju dengan saran itu, tanpa ada iri dengki di dalam keputusan yang diambil itu, apalagi Kanaya memang anak kandung.
Saat itu, Kanaya langsung disibukkan dengan belajar, dan terus belajar, menggelola perusahaan bukan lah hal yang gampang, terlebih dari kecil Kanaya sama sekali tidak menyangka akan menjadi orang seperti ini akan berada di dalam keadaan seperti ini, menjadi pemegang saham terbesar, menjadi pemimpin perusahaan ini.
Kanaya akhrinya berhasil, dalam dua tahun, perempyan itu bisa beradaptasi dengan apa yang ia pikul sekarang, perempuan itu juga jelas menerima bantuan dari keluarga Ibu Tirinya, menerima masukan dari Ibu sambungnya itu, serta anak-anak dari Ayah dan Ibu tirinya itu, sungguh, mereka benar-benar menjadi keluarga yang harmonis, walau tak ada persamaan darah setetes pun.
Ibu kandung Kanaya, juga saudara kandung satu-satunya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, saat itu jelas saja Kanaya tengah terpukul hebat apalagi saat itu Kanaya tinggal bersama dua orang itu, sedangkan Ayahnya memang sejak bercerai dari Ibunya pergi ke rumah Orangtuanya di Jakarta, saat itu kejadian naas itu Kanaya masih menempuh pendidikan Sastra 1 di kota asalnya, Adiknya yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas yang berniat masuk dalam sekolah Tentara Nasional Indonesia itu pun mengalami kejadian buruk, saat adiknya yang bernama Kevand itu berangkat ke Jakarta bersama dengan Ibunya, pesawat yang mereka tumpangi saat itu kecelakaan, jatuh, dan tidak ada korban yang selamat dari kecelakaan itu, yah, Kanaya ditinggal oleh dua orang yang paling ia sayang sekaligus dalam waktu yang bersamaan, walau kejadian itu sudah berlalu hampir Sembilan atau delapan tahun, Kanaya masih dengan jelas mengingatnya, mengingat bagaimana ia sendirian menjalani hidup tanpa dua kekuatannya itu, saat itu Ayahnya bukan berniat tidak bertanggung jawab, Pak Danamik jelas saja ingin membawa Kanaya ke kota tempat tinggalnya, ia juga jelas memikirkan bagaimana Kanaya yang sendirian di kota tinggalnya itu, bukan betul-betul sendirian, karena di kota itu juga ada keluarga mantan almarhumah istrinya, hanya saja, jelas Kanaya tidak ingin tinggal dengan keluarganya, perempuan yang memang tangguh itu mengatakan bahwa ia bisa hidup sendiri, di rumah yang penuh kenangan itu.
Kanaya ingat betul, hidupnya saat itu mendadak sepi, dari yang ada Ibu dan saudaranya, setiap kali Kanaya yang pulang kuliah, ia selalu disambut oleh Ibunya, ditanyai mau makan apa dan segala macam, saat Kevand pulang sekolah, Kevand – adiknya itu juga suka membuat keributan di kamar Kanaya, terbayangkan bagaimana keadaan Kanaya saat itu, rumahnya, hidupnya, hatinya mendadak sepi, kosong, dan jelas saja patah.
Sepatu yang Kanaya kenakan kini sudah masuk dalam studio yang biasa ia kunjungi saat berada di kota ini, di salah satu kota di Korea Selatan, yah perempuan itu kini tengah berjalan-jalan di kota itu, kota yang manis bagi Kanaya yang selalu pergi seorang diri, yah, Kanaya benar-benar mandiri bukan? Bahkan untuk liburan saja Kanaya selalu pergi sendiri. Korea juga bukan kota yang Kanaya pilih dengan cap-cip-cup, Kanaya suka kota ini, hangat dan jarang sekali ada kejahatan seperti kecopetan dan lain-lain, mengingat banyaknya kamera pengawas yang terapasang di kota ini, di jalannya, memudahkan polisi mengawasi bilamana ada kejahatan yang terjadi di kota itu.
Dan, Korea bukan tempat sembarangan yang Kanaya pilih, ia menyukai kota ini, karena keadaanya yang begitu indah, dan benar-benar tempat yang menjadi keinginan Kanaya untuk selalu ia kunjungi.
Bukan hanya liburan, makan, tidur, bahkan tinggal pun Kanaya selalu saja sendirian, dan itu bukan lah hal yang mengerikan lagi bagi Kanaya, bukan kah ia selama ini pun seperti itu, sejak Kevand dan Ibunya pergi, Kanaya selalu saja sendirian dan itu bukan lah yang asing lagi bagi hidup juga hati Kanaya, walau rasanya Kanaya sudah muak akan itu semua, akan kesendirian juga kesunyian yang menemaninya selama ini. Terkadang Kanaya juga berpikir, kapan kesunyian ini akan berakhir, rasanya tidak memiliki teman untuk mencurahkan segala keluh kesahnya sangat menyiksa dirinya, kadang Kanaya bingung untuk teman bertukar pikirannya.
Bukan Ayahnya, atau Ibu sambungnya, bukan juga bawahan, atau sekretarisnya, kadang Kanaya ingin menemui seseorang yang special di hatinya dan tentunya orang yang juga menganggapnya spesial, orang yang mau menunggunya saat Kanaya tengah sibuk, orang yang mengatakan bahwa keadaan Kanaya akan baik-baik saja walau seberat apa pun rintangah yang Kanaya alami, yah, Kanaya ingin memiliki orang itu.
Kanaya duduk di bangku dengan susuai nomor di tiketnya, perempuan itu awalnya menatap kosong ke arah depan, sebelum bangku di sampingnya ada yang menempati, dengan samar, karena studio baru saja dimatikan, Kanaya bisa melihat bahwa yang duduk di sampingnya itu adalah laki-laki.
Drama muskial itu akhirnya berlangsung, senyum Kanaya melebar saat melihat salah satu idolanya kita mulai tampil, Kanaya berasa lega, karena ia kembali bisa menikmati liburannya ini walau terasa sangat sepi, karena hanya dirinya sendiri, tanpa ada teman yang ikut bersamanya, yah, kesendirian seolah menempel dengan lekat pada perempuan itu, hanya dirinya yang bersama dengan dirinya, terlihat menyedihkan kan? Tapi memang benar, perempuan berusia dua puluh Sembilan tahun itu memang terlihat menyedihkan, tapi Kanaya sebenarnya tidak benar-benar menyedihkan, ia memang sesekali ingin memiliki orang yang berada di sampingnya, tapi Kassandra juga tidak terlalu butuh, tapi memang perlu sih.
Tidak, Kanaya sebenarnya bisa saja punya suami atau pacar, apalagi dengan statunya yang kini sebagai pemegang saham sekaligus sebagai direktur yang menjalankan perusahaan Ayahnya, jelas saja, banyak juga pengusaha yang mulai mendekati perempuan itu.
Kanaya tidak bermaksud untuk sendiri, untuk menyendiri, hanya saja pengalamannya di masa lalu membuat Kanaya ingin dengan tegas memilih laki-laki pendamping hidupnya, lagi pula, tidak ada tuntutan di dunia ini untuk segera menikah, kenapa kita harus terburu-buru menikah? Bukan kah menikah adalah satu hal yang amat sakral dan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, dan dengan orang yang sembarangan pula.
Kanaya ingin benar-benar mencari suami, yang jelas satu pemikiran dengannya, bukan kah kata orang jodoh adalah cerminan diri, sebab itulah Kanaya mencari orang yang sama dengannya itu, menyukai sepi di dalam keramaian, bertahan sendiri saat orang-orang beramai-ramai, menjadi tangguh saat orang-orang bersama-sama bergandengan.
Mengingat masalah hubungan, Kanaya jadi ingat dengan laki-laki itu, laki-laki yang membuat Kanaya menjadi pencundang dan kesalahan yang menghantuinya sampai saat ini, menjadi perebut kebahagiaan orang lain, Kanaya sebenarnya tidak ingin menyelahkan laki-laki itu, karena tanpa sadar Kanaya juga salah dalam posisi ini, Kanaya sama sekali tidak mencari tahu tentang kehidupan laki-laki itu, yang ternyata sudah memiliki calon istri.
Dua jam sangat tidak terasa bagi Kanaya, hingga acara itu sudah selesai, lampu sudah dihidupkan kembali, karena merasa sudah sepi, akhirnya Kanaya yang tengah menggigil keluar dari ruangan itu, apalagi saat ini suhu udara sangat rendah di kota ini, dan berbeda sekali dengan keadaan yang ada di Indonesia, apalagi Kanaya yang sebenarnya tidak bisa hidup dengan suhu udara seperti ini, karena permpuan itu mudah sekali terkena flu.
Sepatu Kanaya mulai menapaki jalanan di kota indah itu, sebelum kembali ke hotelnya, ke tempat sementara dia tinggal selama di kota ini, Kanaya berjalan-jalan ke kota Myeongdong, di mana di daerah itu banyak sekali pedagang di pinggir jalan, membuat Kanaya benar-benar kalap dalam berbelanja makanan, dan tak takut untuk kelaparan.
Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam waktu Jakarta, yang berarti sudah pukul sepuluh malam di tempat Kanaya berada sekarang, tapi perempuan itu masih sibuk untuk berkeliling di tempat yang sudah berkali-kali ia datangi ini, ya, Kanaya memang termasuk orang yang suka mengulang kebiasaannya, jujur saja Kanaya memang termasuk di salah satu populasi orang yang tidak terlalu berani mengubah kebiasaan, ia sudah berkali-kali ke Korea, berkali-kali menonton Drama Musikal, berkali-kali juga berada di jalan ini, walau sudah sering kali ke tempat ini, Kanaya berlum mau menapaki jalan yang belum pernah ia jalani, ia … takut.
Perempuan itu masih saja betah di jalan ini, padahal cuaca juga sudah cukup dingin di sini, walau Kanaya mengeratkan pakaian yang ia pakai, tetap saja perempuan itu merasa kedingan, merasakan hawa dingin yang menusuk ke hatinya.
Setelah mencari cemilan, untuk menemaninya nanti di hotel, Kanaya memilih duduk di bangku pinggir jalan, melihat jalanan yang masih saja ramai, perempuan itu tersenyum menyakitkan, saat mengingat kilas balik masa lalunya yang ternyata masih saja berada di kepalanya, tanpa pernah pergi sedetik pun, ya seberapa berusahanya Kanaya untuk membuang masa lalunya, ternyata dia masih saja berada di dalam lingkaran setan itu, Kanaya masih saja ada di sana, walau kejadian itu sudah lama berlalu.
Keral, walau sejahat-jahatnya laki-laki itu, tapi, Kanaya tidak bisa mengelek bukan, bahwa dirinya sempat, dan sepertinya masih terperangkap dalam kenangan bersama dengan laki-laki itu, tidak bisa dipungkiri bawah Keral menjadi satu-satunya pacar Kanaya, ya, laki-laki itu adalah laki-laki pertama di hidup asmara Kanaya, begitu mengesankan kan? Ya, bayangan laki-laki itu memang amat mengesankan, sangat-sangat mengesankan, bahkan meninggalkan satu hal yang sama sekali tidak bisa Kanaya buang dari hidupnya.
Walau kenangan buruk yang diberikan oleh Keral, tapi, Kanaya pernah merasakan bahagia oleh laki-laki itu, Kanaya sempat menjadi – walau bukan pertama dan satu-satunya, Kanaya sempat merasakan menjadi wanita beruntung karena sempat menjalin hubungan dengan Keral yang sebenarnya adalah orang baik, kadang, kebaikan orang memang selalu tertutup dengan kejahatan yang ada di hidup orang itu, tidak, Kanaya tidak membela Keral, tapi, dibalik sifatnya yang b******k, Keral adalah manusia yang punya hati untuk orang lain.
Sempat waktu itu, saat Kanaya dan Keral masih dalam satu hubungan yang menyenangkan, Kanaya ingat sekali, saat itu ia dan Keral berada di dalam mobil Keral untuk pergi makan siang bersama, di siang itu, Keral tengah melihat seorang Nenek-nenek penjual sapu di pinggir jalan, tak disangka Keral malah menyuruh anak buahnya untuk memberikan bantuan kepada Nenek itu, ya, seburuk-buruknya Keral memperlakukan dirinya dan Nayla, menduakan cinta mereka, Keral masih manusia, yang punya hati dan kebaikan di dalam hidupnya.
Keral masih sama, laki-laki itu masih saja perhatian, laki-laki itu juga begitu mencintai Kanaya, menurut Kanaya, walau sebenarnya kenyataanya adalah di belakang Keral ada perempuan yang sudah ia janjikan untuk hidup berrsama, menjalani bahtera rumah tangga dengan damai, tanpa ada perempuan lain di belakangnya.
Jantung Kanaya berdebar dengan kencang, gemeruh di hatinya mengeraung dengan kencang, tidak terima bahwa ia pernah terjerat cinta dengan laki-laki itu, tapi, Kanaya bisa apa setelah ini, kalau bukan hanya merelakan semua kenangannya dengan laki-laki itu.
Kanaya berdiri dari tempatnya berdiri, perempuan itu kembali melangkah meunuju statisun, di mana ia bisa menemukan bus atau subway yang bisa membawanya untuk kembali ke tempat penginapannya, perempuan itu melangkah dengan pasti, pasanyal sudah hampir jam sebelas malam, walau di Korea sangat jarang ditemui kejahatan di tengah jalan, tapi, Kanaya masih berada di negara orang, bukan berada di tanah airnya sendiri jadi, sedikit bejaga-jaga lebih baik bukan?
Tak lama dari tepatnya duduk tadi, Kanaya menemukan stasiun, di sana, Kanaya melihat seorang laki-laki yang juga berdiri di sana, tak menyangka, Korea sama dengan Jakarta, semakin malam semakin sepi.
Bus akhirnya datang, Kanaya dan laki-laki itu sama-sama melangkah ingin memasuki bus itu – berebut siapa yang pertama masuk ke dalam bus itu, Kanaya bukannya tidak melihat dengan laki-kaki yang ingin dahulu memasuki bus itu, tapi, Kanaya hanya sedikit takut karena berada di paling belakang, ya, Kanaya juga manusia, walau sudah sering sendirian, tapi bisa kah Kanaya tidak berada di urutan terakhir?
“Ma’af,” ucap Kanaya melihat laki-laki itu hampir saja jatuh. “Eh Sorry.” Kanaya kembali berucap, ia kembali ingat bahwa saat ini ia tidak berada di Indonea.
Cakra tersenyum, lalu menggeleng. "Enggak apa-apa,” jawabnya kepada perempuan yang langsung melebarkan mata itu.
Cakra mengulurkan tangannya, membantu perempuan itu untuk naik ke dalam bus, membuat Kanaya tak segan menyambut uluran tangan itu, mengingat bahwa laki-laki itu berasal satu Negara dengan dirinya, sepertinya, karena wajahnya terlihat local sekali. Kanaya yang kebetulan memang menginginkan untuk duduk di bangku paling belakang di bus ini, sama dengan laki-laki itu, Cakra yang menginginkan kenal lebih dalam dengan peremuan itu pun mengiring Kanaya, duduk di samping perempuan itu.
“Asal dari Indonesia?” Tanya Cakra akhlirnya, setelah melihat Kanaya memainkan ponselnya.
Kanaya memilih menyimpan ponselnya, setelah memeriksa bahwa bus yang tengah ia naiki ini benar menuju tempatnya menginap, yang membutuhkan wakjtu tiga puluh menit lagi. “Iya, kamu dari mana?”
“Jakrarta.” Cakra menjawab, lalu setelahnya meilihat Kanaya yang mengangguk, laki-laki itu pun terdiam, tatapannya hanya mengarah depan, tanpa ada lagi pembahasan diantara ke duanya.
Di sana lah, di kota indah itu, di Negara yang hampir menyentuh dua juta wisatawan setiap tahunnya itu, di malam hari hampir jam setengah sebelas malam, di depan bus, Kanaya dan Cakra bertemu untuk ke dua kalinya, tanpa mereka sadari, bahwa mereka sudah pernah bertemu, sebelum ini.
***